Kediri, (Antara Jatim) - Keluarga Eni Lestari Andayani Adi di Dusun Bibis Desa Baye Kabupaten Kediri, Jawa Timur mengaku bangga dengan kiprah dan perjuangan Eni di "International Migrant's Aliance" (IMA), hingga ia berpidato di KTT PBB mewakili buruh migran.

Ridoah, iparnya mengatakan keluarga selalu mendapatkan kabar tentang aktivitas Eni, termasuk yang akan menjadi pembicara di Konferensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (KTT PBB) tersebut.

"Beberapa waktu lalu sempat singgah di Kediri sebelum ada acara di Malang dan mengabarkan akan pidato itu," katanya saat ditemui di rumahnya, Selasa.

Ia mengatakan, Eni juga tidak setiap saat bisa kembali ke Tanah Air bertemu dengan keluarga. Bahkan, pernah selama setahun tidak pulang, karena kesibukannya yang luar biasa.

Ridoah juga mengatakan, keluarga sudah mengetahui aktivitas Eni di buruh migran. Keluarga juga mendukung penuh dengan kegiatannya tersebut, dan selalu berdoa yang terbaik untuk Eni. Keluarga pun bangga, termasuk dengan pencapaian Eni yang berpidato di KTT PBB tersebut.

Eni Lestari merupakan buruh migran atau tenaga kerja wanita (TKW) di Hong Kong dan aktif dalam berbagai organisasi buruh migran. Eni saat ini memimpin IMA, sebuah aliansi formal buruh migran yang lahir di Hong Kong pada 2008.

Organisasi ini beranggotakan 120 organisasi buruh migran dari 19 negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.

Berkat aktivitasnya di IMA, Eni diundang berpidato dalam sesi pembukaan KTT PBB ke-71 tentang migran dan pengungsi (High Level Summit on Migrant's and Refugees) di New York, Amerika Serikat, Selasa (20/9). Dalam forum tersebut Eni berbicara kondisi buruh migran di dunia.

Eni dilahirkan dari pasangan suami istri Adi Pramono dan Sumasri yang menetap di Desa Baye, Kecamatan Kayen Kidul, Kabupaten Kediri. Ia mempunyai dua saudara lainnya yaitu Tutut Sugiarto dan Dian Estiningtyas.

Muinah, nenek Eni mengatakan jika Eni dilahirkan dan besar dengan kondisi ekonomi keluarga yang serba sederhana. Ayahnya sempat berganti-ganti pekerjaan mulai dari guru, karyawan pabrik pupuk, hingga terakhir berjualan kebutuhan pokok di Pasar Minggiran.

Eni sempat menghentikan pendidikannya hingga bangku SMA, karena terkendala ekonomi. Terlebih lagi, krisis moneter yang terjadi pada 1998, membuatnya tidak mempunyai pilihan lain, hingga kemudian ia berpamitan pada keluarga bekerja di Bali. Keluarga baru tahu belakangan, ternyata Eni bekerja menjadi buruh migran di Hong Kong.

"Ternyata dia bekerja di Hong Kong," ungkap Muinah.

Walaupun bekerja di Hong Kong, Eni juga selalu menghubungi keluarga. Namun, langkah Eni yang memilih bekerja di luar negeri tidak diikuti dua saudaranya yang lain. Mereka tetap tinggal dan mencari nafkah di Indonesia.

Saat ini, ayahanda Eni sudah meninggal dunia. Rumah orangtua Eni ditinggali saudara lelakinya, Tutut Sugiarto, sementara satunya lagi Dian Estiningtyas menetap di Bali. Ibunda Eni, yaitu Sumasri saat ini juga tinggal dengan Dian Estiningtyas di Bali.(*)

Pewarta: Asmaul Chusna

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016