Bojonegoro (Antara Jatim) - Dinas Pengairan Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, menyebutkan sebagian besar dari 436 embung yang ada di daerahnya masih terisi air, disebabkan masih bisa memperoleh air hujan pada musim kemarau tahun ini.
"Sebagian besar embung yang ada masih terisi air, karena di sejumlah tempat masih turun hujan sehingga sejumlah embung bisa memperoleh tambahan air," kata Kepala Dinas Pengairan Bojonegoro Edi Sutanto, di Bojonegoro, Selasa.
Meski demikian, lanjut dia, ada juga embung yang sudah kering, tapi jumlahnya minim dibandingkan dengan jumlah embung yang masih terisi air.
"Soal embung tidak ada airnya karena di daerah setempat tidak hujan di luar kemampuan kami," tandasnya.
Menurut dia, embung yang sekarang airnya kering tetap bermanfaat karena bisa berfungsi sebagai konservasi untuk menambah resapan air tanah.
"Warga di sekitar embung merasa diuntungkan sebab sumurnya sampai sekarang belum kering," tuturnya.
Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pengairan Bojonegoro Retno Wulandari menjelaskan embung yang masih ada airnya sebagian dimanfaatkan petani untuk pembasahan tanaman padi.
Selain itu, lanjut dia, juga dimanfaatkan warga untuk kebutuhan air minum dengan cara diolah terlebih dulu untuk air embung dengan sistem "geomembran".
"Embung yang dengan sistem "geomembran" airnya bisa untuk kebutuhan sehari-hari warga," ucapnya.
Ia juga mencontohkan sebuah embung di Kecamatan Kedungadem, airnya disedot dimasukkan ke dalam tempat penampungan yang selanjutnya dimanfaatkan warga di sekitarnya. Bahkan, sebuah embung di Kecamatan Sugihwaras, airnya selalu penuh karena dimanfaatkan untuk menambah resapan air dalam tanah.
Pemerintah kabupaten (pemkab), lanjut dia, memprogramkan membangun 1.000 embung sebagai usaha mengatasi kekeringan pada musim kemarau.
"Pemkab mentargetkan tahun ini bisa membangun 50 embung yang sudah terbangun 30 embung. Embung yang sudah ada rata-rata mampu menampung air berkisar 5.000-10.000 meter kubik," ucapnya.
Ia menambahkan embung yang sudah terbangun di daerahnya itu tersebar di sejumlah kecamatan dan semua lokasinya di tanah kas desa (TKD) atau tanah warga.
"Belum ada tanah Perhutani yang dimanfaatkan lokasi embung, karena usulan yang disampaikan pemkab belum memperoleh persetujuan Kementerian Kehutanan," jelas dia. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
"Sebagian besar embung yang ada masih terisi air, karena di sejumlah tempat masih turun hujan sehingga sejumlah embung bisa memperoleh tambahan air," kata Kepala Dinas Pengairan Bojonegoro Edi Sutanto, di Bojonegoro, Selasa.
Meski demikian, lanjut dia, ada juga embung yang sudah kering, tapi jumlahnya minim dibandingkan dengan jumlah embung yang masih terisi air.
"Soal embung tidak ada airnya karena di daerah setempat tidak hujan di luar kemampuan kami," tandasnya.
Menurut dia, embung yang sekarang airnya kering tetap bermanfaat karena bisa berfungsi sebagai konservasi untuk menambah resapan air tanah.
"Warga di sekitar embung merasa diuntungkan sebab sumurnya sampai sekarang belum kering," tuturnya.
Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pengairan Bojonegoro Retno Wulandari menjelaskan embung yang masih ada airnya sebagian dimanfaatkan petani untuk pembasahan tanaman padi.
Selain itu, lanjut dia, juga dimanfaatkan warga untuk kebutuhan air minum dengan cara diolah terlebih dulu untuk air embung dengan sistem "geomembran".
"Embung yang dengan sistem "geomembran" airnya bisa untuk kebutuhan sehari-hari warga," ucapnya.
Ia juga mencontohkan sebuah embung di Kecamatan Kedungadem, airnya disedot dimasukkan ke dalam tempat penampungan yang selanjutnya dimanfaatkan warga di sekitarnya. Bahkan, sebuah embung di Kecamatan Sugihwaras, airnya selalu penuh karena dimanfaatkan untuk menambah resapan air dalam tanah.
Pemerintah kabupaten (pemkab), lanjut dia, memprogramkan membangun 1.000 embung sebagai usaha mengatasi kekeringan pada musim kemarau.
"Pemkab mentargetkan tahun ini bisa membangun 50 embung yang sudah terbangun 30 embung. Embung yang sudah ada rata-rata mampu menampung air berkisar 5.000-10.000 meter kubik," ucapnya.
Ia menambahkan embung yang sudah terbangun di daerahnya itu tersebar di sejumlah kecamatan dan semua lokasinya di tanah kas desa (TKD) atau tanah warga.
"Belum ada tanah Perhutani yang dimanfaatkan lokasi embung, karena usulan yang disampaikan pemkab belum memperoleh persetujuan Kementerian Kehutanan," jelas dia. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016