Surabaya (Antara Jatim) - Rapat Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Kota Surabaya, Selasa, akhirnya memutuskan mengembalikan Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) ke Pemerintah Kota (Pemkot) setempat dengan pertimbangan perda sebelumnya yang identik sama pelaksanaanya tidak efektif.
Wakil Ketua Pansus Raperda KTR DPRD Surabaya M. Arsyad mengatakan alasan pengembalian, karena perda sebelumnya, yakni Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM) pelaksanaannya tak efektif.
"Kita belum menerima laporan tentang pelaksanaan perda sebelumnya, sudah ada raperda baru," katanya usai rapat Banmus.
Arsyad mengatakan keputusan untuk mengembalikan tidak serta merta, namun melalui beberapa pembahasan sebelumnya. Ia menilai, ketidakefektifan pelaksanaan perda sebelumnya, di antaranya karena tidak ada sanksi atau tindakan tegas kepada para pelanggarnya.
"Saya belum pernah mendengar, Satpol PP menindak pelanggaran yang terjadi," katanya.
Politisi PAN ini mengaku penegakkan perda yang terkait kawasan terbatas merokok dan kawasan tanpa rokok di Kota Pahlawan ini berbeda dengan beberapa daerah lain di Indonesia, yang juga telah menerapkan kebijakan yang sama.
"Di Banjarmasin dan Bali, penegakkan perdanya tegas. Melanggar langsung ditindak," kata Arsyad.
Ia menilai ketidakefektifan pelaksanaan perda KTR dan KTM karena tidak ada standar ukuran efektifitas perda. Minimal menurutnya, yakni adanya laporan penegakkan perda tersebut.
"Selama bertahun-tahun gak ada laporan itu. Bahkan, dalam pembahasan kemarin kita minta juga gak diberikan," katanya.
M. Asryad menegaskan, setelah Raperda Kawasan Tanpa Rokok dikembalikan ke pemerintah kota. Maka, Perda Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan terbatas merokok otomatis yang berlaku.
Ia menambahkan, pengembalian perda sebagai bagian pelaksanaan fungsi koreksi atau pengawasan kalangan dewan. "Jika tahun depan diajukan lagi, gak apa-apa sepanjang mempunyai bahan yang layak untuk mengukur efektifitasnya," katanya.
Anggota Komisi A ini sebenranya menyayangkan pengembalian raperda ke pemerintah kota karena untuk pembuatan perda membutuhkan anggaran yang cukup besar.
"Minimal untuk membuat perda anggrannya Rp50–100 juta," katanya.
Raperda Kawasan Tanpa Rokok yang diajukan pemerintah kota ke DPRD, berlandaskan UU 36 Tahun 2014 tentang kesehatan. Raperda tersebut merupakan revisi Perda 5 tahun 2008 tentang Kawasan Terbatas Merokok dan Kawasan Tanpa Rokok. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
Wakil Ketua Pansus Raperda KTR DPRD Surabaya M. Arsyad mengatakan alasan pengembalian, karena perda sebelumnya, yakni Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM) pelaksanaannya tak efektif.
"Kita belum menerima laporan tentang pelaksanaan perda sebelumnya, sudah ada raperda baru," katanya usai rapat Banmus.
Arsyad mengatakan keputusan untuk mengembalikan tidak serta merta, namun melalui beberapa pembahasan sebelumnya. Ia menilai, ketidakefektifan pelaksanaan perda sebelumnya, di antaranya karena tidak ada sanksi atau tindakan tegas kepada para pelanggarnya.
"Saya belum pernah mendengar, Satpol PP menindak pelanggaran yang terjadi," katanya.
Politisi PAN ini mengaku penegakkan perda yang terkait kawasan terbatas merokok dan kawasan tanpa rokok di Kota Pahlawan ini berbeda dengan beberapa daerah lain di Indonesia, yang juga telah menerapkan kebijakan yang sama.
"Di Banjarmasin dan Bali, penegakkan perdanya tegas. Melanggar langsung ditindak," kata Arsyad.
Ia menilai ketidakefektifan pelaksanaan perda KTR dan KTM karena tidak ada standar ukuran efektifitas perda. Minimal menurutnya, yakni adanya laporan penegakkan perda tersebut.
"Selama bertahun-tahun gak ada laporan itu. Bahkan, dalam pembahasan kemarin kita minta juga gak diberikan," katanya.
M. Asryad menegaskan, setelah Raperda Kawasan Tanpa Rokok dikembalikan ke pemerintah kota. Maka, Perda Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan terbatas merokok otomatis yang berlaku.
Ia menambahkan, pengembalian perda sebagai bagian pelaksanaan fungsi koreksi atau pengawasan kalangan dewan. "Jika tahun depan diajukan lagi, gak apa-apa sepanjang mempunyai bahan yang layak untuk mengukur efektifitasnya," katanya.
Anggota Komisi A ini sebenranya menyayangkan pengembalian raperda ke pemerintah kota karena untuk pembuatan perda membutuhkan anggaran yang cukup besar.
"Minimal untuk membuat perda anggrannya Rp50–100 juta," katanya.
Raperda Kawasan Tanpa Rokok yang diajukan pemerintah kota ke DPRD, berlandaskan UU 36 Tahun 2014 tentang kesehatan. Raperda tersebut merupakan revisi Perda 5 tahun 2008 tentang Kawasan Terbatas Merokok dan Kawasan Tanpa Rokok. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016