Jember (Antara Jatim) - Para petani di Kabupaten Jember, Jawa Timur mengaku rugi karena rendemen tebu tahun 2016 rendah yakni berkisar 7,2 persen hingga 5,6 persen karena dampak musim kemarau basah atau La Nina.

"Rata-rata rendemen tebu rakyat di Jember dibawah 6 persen dan harga lelang di Pabrik Gula Semboro sebesar Rp11.650 per kilogram, sehingga petani mengalami kerugian," kata Ketua Paguyuban Petani Tebu Rakyat (PPTR) Muhammad Ali Fikri di Jember, Senin.

Menurut dia, para petani di Jember menggiling tebunya ke beberapa pabrik gula yang tersebar di Jatim di antaranya Pabrik Gula (PG) Djatiroto di Kabupaten Lumajang, PG Mrican di Kediri, PG Jombang Baru di Jombang, dan PG KTM di Lamongan.

"Idealnya, ketika tingkat rendemen tebu di bawah 6 persen, maka harga lelang gula seharusnya berkisar Rp15.000 hingga Rp16.000 per kilogram. Sedangkan ketika harga lelang gula sekitar Rp11.000 per kilogram, maka asumsi rendemen tebu sebesar 8 persen," tuturnya.

Ia mengatakan rendahnya rendemen tebu tersebut membuat petani mengalami kerugian sekitar Rp6 juta hingga Rp8 juta per hektare, bahkan biaya produksi petani juga semakin tinggi akibat cuaca yang tidak menentu.

"Hujan membuat jalan masuk ke PG Semboro sulit karena biaya angkut kesana juga naik dari biasanya Rp6 juta menjadi Rp10 juta per hektare. Jika rendemen tebu stabil di kisaran 8 persen dan cuaca normal, maka petani bisa untung sampai Rp9 juta per hektare," ucap petani tebu asal Jember itu.

Sementara Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jember Yeyek Sugiarto menjelaskan rendahnya rendemen tebu tahun 2016 berbeda jauh dengan kondisi pada musim giling tahun 2015 lalu.

"Tahun lalu rendemen bisa mencapai 9 persen, bahkan hingga 10 persen, namun tahun ini rata rata rendemen tebu di bawah 6 persen, sehingga menyebabkan petani merugi," katanya.

Informasi yang dihimpun di lapangan,  rendemen tebu terus mengalami penurunan mulai dari 5,9 persen, kemudian 5,8 persen hingga 5,6 persen. Padahal biasanya setelah musim giling, tingkat rendemen akan naik secara perlahan.

"Kondisi rendemen yang rendah ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama cuaca yang kurang mendukung yakni masih turunnya hujan saat musim giling akibat musim kemarau basah," ujarnya.(*)

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016