Surabaya (Antara Jatim) - Wakil Gubernur Jawa Timur H Saifullah Yusuf menegaskan bahwa pihaknya mendukung Peraturan Daerah (Perda) Pelarangan Minuman Beralkohol, namun perlu sinkronisasi atau harmonisasi, misalnya pelarangan itu memiliki pasal pengecualian.

"Intinya, Pak Gubernur dan saya sepakat kalau minuman beralkohol itu dilarang, karena kalau tidak dilarang ya dampaknya akan berbahaya seperti narkoba, tapi mungkin perlu ada pasal pengecualian," katanya di sela Rapat Paripurna MUI Jatim 2015-2020 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Rabu.

Didampingi Ketua MUI Jatim KH Abdusshomad Buchori, ia menjelaskan pelarangan minuman beralkohol itu penting, karena pil koplo saja sekarang dijual sangat murah, sehingga membahayakan pelajar, apalagi jika minuman beralkohol juga beredar secara bebas.

"Puasa yang merupakan ibadah wajib saja ada pengecualian untuk orang berpergian, wanita yang datang bulan, dan sebagainya, sehingga minuman beralkohol juga perlu dilarang dengan pengecualian," kata Wagub Jatim yang juga didampingi Kepala Disdik Jatim Drs H Saiful Rahman MM yang juga pengurus MUI Jatim.

Menurut dia, Perda Minuman Beralkohol yang digagas Pemkot Surabaya memang diduga bertentangan dengan Permendag, karena Pemkot Surabaya menggagas pelarangan, sedangkan Permendag mengatur pengendalian atau pembatasan.

"Nanti, soal itu akan kita sinkronisasikan dan harmonisasikan dengan Kemendag, mungkin saja ada pelarangan dengan pasal pengecualian," kata Wagub Jatim di hadapan sejumlah ulama dan pengurus MUI Jatim lainnya.

Secara terpisah, Ketua PCNU Surabaya Achmad Muhibbin Zuhri yang memantau perkembangan Perda Minuman Beralkohol dari DPRD hingga Pemkot Surabaya itu mendukung pernyataan Wagub Jatim tentang Perda Pelarangan Minuman Beralkohol dengan pasal pengecualian.

"Kita dukung agar ada revisi dari Perda Pengendalian menjadi Perda Pelarangan dengan pengecualian, namun Wagub Jatim harus mengecek anak buahnya, karena informasinya justru Biro Hukum Pemprov Jatim sudah ke Jakarta untuk menyepakati Perda Pengendalian, bukan Perda Pelarangan," katanya.

Menurut dia, minuman beralkohol di kalangan pemuka agama itu tidak ada perbedaan pendapat (khilafiah), yakni sama-sama menilai minuman beralkohol itu terlarang atau haram, karena menjadi sumber tindak kejahatan.

"Kalau alasannya untuk mengakomodasi orang asing, saya kira bisa diatasi dengan pasal pengecualian, tapi bukan berarti minuman beralkohol itu bisa dijual bebas di hotel, pasar swalayan, dan fasiltas publik lainnya," katanya.

Sementara itu, Ketua MUI Jatim KH Abdusshomad Buchori mengakui pihaknya sudah mengusulkan masalah Perda Minuman Beralkohol itu ke pemerintah pusat melalui MUI Pusat. "Kita juga menyampaikan beberapa usulan lain, termasuk pentingnya Pelatihan Kader Ulama atau PKU yang moderat," katanya.

Dalam rapat paripurna MUI Jatim itu, Wagub Jatim berpesan perlunya MUI Jatim memanfaatkan perkembangan teknologi untuk kepentingan dakwah, karena semua kalangan sudah menggunakan teknologi internet.

"Taksi dan ojek saja sudah begitu, antinya mobil juga akan kesana. Soal agamapun, masyarakat sudah tinggal pencet handphone di tangannya, karena itu MUI Jatim harus mengarah pada perkembangan teknologi untuk dakwah agar konten-konten radikal dapat ditandingi," katanya. (*)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016