Surabaya (Antara Jatim) - Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Jawa Timur menilai Layanan Orientasi Siswa (LOS) atau Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang menggantikan Masa Orientasi Siswa (MOS) atau perpeloncoan itu baik, namun hendaknya jangan menegasikan peran OSIS.

"Intinya kami setuju dengan orientasi siswa yang tanpa perpeloncoan, karena perpeloncoan dan penggunaan atribut tidak wajar saat MOS itu mengebiri esensi pendidikan," kata Ketua PW IPNU Jatim Haikal Atiq Zamzami di Surabaya, Senin.

Ia menjelaskan MOS yang tidak relevan itu mengisyaratkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia masih belum ideal, bahkan secara ekstrem dapat dikatakan sebagai pembodohan yang tersistatisasi.

"Namun, kami tidak ingin berdebat tentang sistem pendidikan, melainkan kami hanya ingin menggarisbawahi bahwa LOS yang dikelola oleh guru jangan sampai menegasikan (mengingkari) peran OSIS sama sekali," katanya saat ditemui di sela Temu Alumni IPNU-IPPNU se-Jatim di Surabaya.

Menurut dia, LOS juga merupakan salah satu proses pembelajaran bagi siswa kelas 2-3 untuk belajar menerapkan sifat among, mengayomi, dan mendidik sekaligus memberi contoh sikap kepemimpinan yang baik bagi adik-adik kelasnya.

"Oleh karena itu, LOS itu baik, tapi jangan sampai menegasikan atau mengingkari peran siswa dalam kepemimpinan, sehingga guru juga harus memberi peran kepada pengurus OSIS dalam LOS itu," katanya.              Perubahan pola orientasi siswa itu didukung pakar pendidikan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya Prof. H. Abd A'la yang kini menjabat rektor itu.

"Kasus pencubitan siswa SMP Raden Rachmat, Balongbendo, Sidoarjo, Jawa Timur, oleh gurunya merupakan pelajaran bagi kita untuk memahami arti pendidikan yang sebenarnya," katanya.

Dalam Islam, pendidikan itu menghormati mereka yang tua dan mengasihi mereka yang muda. "Jadi, pendidikan dalam Islam harus diletakkan dalam konteks menghormati dan mengasihi. Kalau itu dipahami, kekerasan itu tidak ada," katanya.

Menurut dia, kasus pencubitan itu juga harus dilihat kondisinya. "Kalau kondisinya memang anaknya sangat nakal, pencubitan itu harus dipahami sebagai mendidik, kecuali mencubit hingga masuk rumah sakit," katanya.

Namun, kondisi siswa yang sangat nakal itu bukan alasan untuk melakukan "kekerasan" meski untuk tujuan mendidik karena hal terpenting adalah efektivitas dari cara (mendidik) yang dilakukan dan bukan sekadar caranya. "Apakah mencubit dan MOS itu efektif? Itulah pertanyaan yang harus dijawab," katanya. (*)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016