Banyuwangi (Antara Jatim) - Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengumpulklan ratusan diaspora atau perantauan asal daerah itu dalam acara halal bi halal di Pendopo Shaba Swagata Blambangan, Jumat, yang juga dihadiri Menteri Pariwisata Arief Yahya.
Tradisi dalam momen Lebaran tersebut digelar pada hari ketiga bulan Syawal tahun Hijriyah. Acara itu dihadiri para perantau asal Banyuwangi dengan berlatar belakang profesi yang berbeda dan datang dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Kalimantan, Mimika (Papua), maupun yang berada di luar negeri, yakni Malaysia, Taiwan dan Australia.
Suasana di pendopo cukup meriah yang dimanfaatkan oleh para diaspora itu untuk bernostalgia. Sambil menunggu acara dimulai, mereka disuguhi lagu-lagu Banyuwangi lawashingga terbaru yang dinyanyikan secara live. Selain itu, di halaman pendopo juga didirikan stand suvenir khas Banyuwangi.
Ajang kangen-kangenan itu berlangsung dengan hangat. Mereka memanfaatkannys untuk saling bersilahturahim, bahkan tak sedikit yang menjadikan moment ini sebagai reuni dengan teman sekolah.
Seperti yang dialami Suhaili Yakin, warga rantau yang kini menetap di Bandung. Suhaili yang hadir bersama keluarganya ini sengaja datang ke acara ini untuk bertemu dengan teman-temannya sewaktu kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB), salah satunya Arief Yahya.
"Karena saya tahu pak Arief selalu hadir di acara diaspora ini, makanya saya selalu sempatkan hadir ke sini untuk bertemu dengan beliau yang satu angkatan di atas saya. Istrinya pun, adalah teman satu kos istri saya saat di Bandung. Ini cara kami bisa melepas kangen antarteman, sekaligus meluapkan kerinduan kami pada Banyuwangi. Mendengar lagu-lagu Banyuwangi di sini, hati saya trenyuh, ingat kampung saya di Licin," ujar Suhaili yang bekerja di salah satu perusahaan minyak.
Para anak muda rantau Banyuwangi juga memanfaatkan momen ini untuk bereuni. Salah satunya alumnus SMAN 1 Glagah tahun 2011. Tujuh orang sahabat ini sengaja janjian bertemu di acara itu untuk melepas kangen.
"Kami sengaja kopi darat di acara ini. Karena untuk bertemu di waktu lain susah, karena kesibukan kerja kami masing-masing. Teman saya ada yang kerja di Jakarta, Bandung, Surabaya, jadinya kami janjian di sini saja saat mudik," ujar Rifky Adiansyah, yang bekerja sebagai peneliti muda di Universitas Padjajaran Bandung.
Sementara Bupati Anas mengatakan sengaja menggelar acara ini untuk menggelorakan cinta warga Banyuwangi kepada tanah kelahirannya. Selain juga, lanjut Anas, untuk menggalang solidaritas daerah mengingat perantau tersebar di berbagai wilayah di Nusantara.
Dalam kesempatan itu, Bupati Anas juga memaparkan sejumlah capaian dan prestasi yang diraih selama lima tahun terakhir kepada perantau.
"Ini salah satu cara mempertanggung-jawabkan kinerja kami pada publik, berapa kekuatan dan alokasi APBD Banyuwangi serta makro ekonomi sehingga para rantau ini bisa mengikuti perkembangan daerahnya," ujar Anas.
Tak sekadar halal bi halal, para perantau asal Banyuwangi sengaja dikumpulkan untuk diajak bersama berkontribusi bagi kemajuan Banyuwangi.
"Pak Arief (Menpar) ini, kini menjadi ikon diaspora Banyuwangi, bukan karena menjadi menteri. Tapi karena memiliki komitmen yang tinggi sebagai warga asal Banyuwangi untuk memajukan daerah. Saya berharap para perantau lain bisa meniru jejak langkahnya untuk ikut membangun Indonesia, khususnya Banyuwangi," tutur Anas kala memberikan sambutan.
Semangat yang sama juga tercetus dari para perantau lainnya. Krisna, salah seorang perwakilan Ikawangi Taiwan, misalnya. Sesama buruh migran asal Banyuwangi di Taiwan, ia melakukan gerakan untuk memajukan pendidikan di daerahnya. Mereka mengumpulkan dana dan membuat yayasan pendidikan di Banyuwangi.
Tak hanya dari kalangan pekerja, semangat untuk memajukan Banyuwangi juga muncul dari kalangan mahasiswa asal Banyuwangi yang kuliah di luar kota. Salah satunya Muhammad Lutfi, mahasiswa STIMIK Amikom Yogyakarta yang membuat website www.homestaydibanyuwangi.com. Website itu membantu pemasaran homestay di berbagai tempat wisata di Banyuwangi.
"Awalnya saya berpikir Banyuwangi sekarang jadi daerah wisata dan ada seribuan titik wifi. Dari potensi ini, lantas saya terpikir untuk membantu pemasaran homestay-homestay di sekitar tempat wisata," ujar mahasiswa asal kecamatan Bangorejo ini.
Menurut dia, saat ini sudah ada 30-an lebih homestay yang kita pasarkan lewat portal yang dibangunnya, lengkap dengan paket wisata, travel dan lainnya.
Di akhir acara, para perantau ini disuguhi beragam kuliner khas Banyuwangi. Ada beragam menu yang disajikan, mulai pecel pithik, rujak soto, sego cawuk, lontong sayur dan sayur kelor sambal sereh.
Mereka tampak menikmati kuliner yang disiapkan di halaman pendopo belakang sembari diiringi musik khas tradisional Banyuwangi. Sambil mencicipi aneka kuliner para perantau ini juga memanfaatkan pemandangan pendopo belakang yang hijau dan asri untuk bersfoto selfi.
"Asyik ya. Tak hanya destinasi wisatanya yang mulai dikenal, namun setiap spotnya terlihat enak dipandang mata, salah satunya taman di pendopo ini," kata Rizki Chaeriz, diaspora dari Bandung.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
Tradisi dalam momen Lebaran tersebut digelar pada hari ketiga bulan Syawal tahun Hijriyah. Acara itu dihadiri para perantau asal Banyuwangi dengan berlatar belakang profesi yang berbeda dan datang dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Kalimantan, Mimika (Papua), maupun yang berada di luar negeri, yakni Malaysia, Taiwan dan Australia.
Suasana di pendopo cukup meriah yang dimanfaatkan oleh para diaspora itu untuk bernostalgia. Sambil menunggu acara dimulai, mereka disuguhi lagu-lagu Banyuwangi lawashingga terbaru yang dinyanyikan secara live. Selain itu, di halaman pendopo juga didirikan stand suvenir khas Banyuwangi.
Ajang kangen-kangenan itu berlangsung dengan hangat. Mereka memanfaatkannys untuk saling bersilahturahim, bahkan tak sedikit yang menjadikan moment ini sebagai reuni dengan teman sekolah.
Seperti yang dialami Suhaili Yakin, warga rantau yang kini menetap di Bandung. Suhaili yang hadir bersama keluarganya ini sengaja datang ke acara ini untuk bertemu dengan teman-temannya sewaktu kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB), salah satunya Arief Yahya.
"Karena saya tahu pak Arief selalu hadir di acara diaspora ini, makanya saya selalu sempatkan hadir ke sini untuk bertemu dengan beliau yang satu angkatan di atas saya. Istrinya pun, adalah teman satu kos istri saya saat di Bandung. Ini cara kami bisa melepas kangen antarteman, sekaligus meluapkan kerinduan kami pada Banyuwangi. Mendengar lagu-lagu Banyuwangi di sini, hati saya trenyuh, ingat kampung saya di Licin," ujar Suhaili yang bekerja di salah satu perusahaan minyak.
Para anak muda rantau Banyuwangi juga memanfaatkan momen ini untuk bereuni. Salah satunya alumnus SMAN 1 Glagah tahun 2011. Tujuh orang sahabat ini sengaja janjian bertemu di acara itu untuk melepas kangen.
"Kami sengaja kopi darat di acara ini. Karena untuk bertemu di waktu lain susah, karena kesibukan kerja kami masing-masing. Teman saya ada yang kerja di Jakarta, Bandung, Surabaya, jadinya kami janjian di sini saja saat mudik," ujar Rifky Adiansyah, yang bekerja sebagai peneliti muda di Universitas Padjajaran Bandung.
Sementara Bupati Anas mengatakan sengaja menggelar acara ini untuk menggelorakan cinta warga Banyuwangi kepada tanah kelahirannya. Selain juga, lanjut Anas, untuk menggalang solidaritas daerah mengingat perantau tersebar di berbagai wilayah di Nusantara.
Dalam kesempatan itu, Bupati Anas juga memaparkan sejumlah capaian dan prestasi yang diraih selama lima tahun terakhir kepada perantau.
"Ini salah satu cara mempertanggung-jawabkan kinerja kami pada publik, berapa kekuatan dan alokasi APBD Banyuwangi serta makro ekonomi sehingga para rantau ini bisa mengikuti perkembangan daerahnya," ujar Anas.
Tak sekadar halal bi halal, para perantau asal Banyuwangi sengaja dikumpulkan untuk diajak bersama berkontribusi bagi kemajuan Banyuwangi.
"Pak Arief (Menpar) ini, kini menjadi ikon diaspora Banyuwangi, bukan karena menjadi menteri. Tapi karena memiliki komitmen yang tinggi sebagai warga asal Banyuwangi untuk memajukan daerah. Saya berharap para perantau lain bisa meniru jejak langkahnya untuk ikut membangun Indonesia, khususnya Banyuwangi," tutur Anas kala memberikan sambutan.
Semangat yang sama juga tercetus dari para perantau lainnya. Krisna, salah seorang perwakilan Ikawangi Taiwan, misalnya. Sesama buruh migran asal Banyuwangi di Taiwan, ia melakukan gerakan untuk memajukan pendidikan di daerahnya. Mereka mengumpulkan dana dan membuat yayasan pendidikan di Banyuwangi.
Tak hanya dari kalangan pekerja, semangat untuk memajukan Banyuwangi juga muncul dari kalangan mahasiswa asal Banyuwangi yang kuliah di luar kota. Salah satunya Muhammad Lutfi, mahasiswa STIMIK Amikom Yogyakarta yang membuat website www.homestaydibanyuwangi.com. Website itu membantu pemasaran homestay di berbagai tempat wisata di Banyuwangi.
"Awalnya saya berpikir Banyuwangi sekarang jadi daerah wisata dan ada seribuan titik wifi. Dari potensi ini, lantas saya terpikir untuk membantu pemasaran homestay-homestay di sekitar tempat wisata," ujar mahasiswa asal kecamatan Bangorejo ini.
Menurut dia, saat ini sudah ada 30-an lebih homestay yang kita pasarkan lewat portal yang dibangunnya, lengkap dengan paket wisata, travel dan lainnya.
Di akhir acara, para perantau ini disuguhi beragam kuliner khas Banyuwangi. Ada beragam menu yang disajikan, mulai pecel pithik, rujak soto, sego cawuk, lontong sayur dan sayur kelor sambal sereh.
Mereka tampak menikmati kuliner yang disiapkan di halaman pendopo belakang sembari diiringi musik khas tradisional Banyuwangi. Sambil mencicipi aneka kuliner para perantau ini juga memanfaatkan pemandangan pendopo belakang yang hijau dan asri untuk bersfoto selfi.
"Asyik ya. Tak hanya destinasi wisatanya yang mulai dikenal, namun setiap spotnya terlihat enak dipandang mata, salah satunya taman di pendopo ini," kata Rizki Chaeriz, diaspora dari Bandung.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016