Situbondo (Antara Jatim) - Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, mencatat jumlah penderita HIV/AIDS setiap tahun terus bertambah dan hingga Juni 2016 mencapai 530 orang.
"Sejak 2004 hingga 2008 penderita "human immunudeficiency virus" (HIV)/"Acquired Immune Deficiensy Syndrome" (AIDS) hanya ditemukan 52 orang penderita. Namun Pada 2009 hingga Maret 2014 jumlah penderita kembali bertambah menjadi 312 orang," ujar Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Situbondo Abu Bakar Abdi di Situbondo, Selasa.
Ia menyebutkan bahwa pada Oktober 2015 pederita HIV/AIDS kembali bertambah menjadi 451 orang, dan hingga Juni tahun ini jumlah total penderita HIV AIDS menjadi 530 orang.
Sejak Oktober 2015 hingga Juni 2016, kata dia, telah ditemukan sebanyak 79 orang yang terjangkit atau penderita baru HIV AIDS. Sehingga jumlah penderita virus yang sampai saat ini belum ada obatnya itu, jumlah penderita setiap tahun bertambah rata-rata 100 orang.
"Dari 530 pengidap HIV/AIDS tersebut, sekitar 80 persen masih berusia produktif. Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Situbondo juga mencatat penderita HIV/AIDS sudah menyentuh berbagai kalangan, mulai pelajar, pegawai negeri sipil, pekerja kasar hinga ibu rumah tangga," katanya.
Menurut mantan Kepala Bagian Tata Usaha RSUD dr Abdoerrahem Situbondo itu, semua penderita HIV/AIDS saat ini dalam pengawasan Dinas Kesehatan.Para penderita HIV/AIDS itu sudah bisa berobat di Situbondo, karena RSUD Abdoerrahem memiliki klinik VCT sendiri.
"Dinas Kesehatan bersama Komisi Penanggulangan AIDS atau KPA, terus melacak penderita HIV/AIDS. Semakin banyak penderita terdeteksi semakin memudahkan Dinas Kesehatan melokalisir penderita agar tidak menular," tuturnya.
Ia menambahkan, penularan virus mematikan tersebut paling banyak diakibatkan karena hubungan seksual atau sering berganti pasangan, jarum suntik narkoba, serta yang paling memprihatinkan jika seorang kepala keluarga melakukan hubungan seksual dengan PSK yang terjangkit HIV/AIDS kemudian dengan mudah menularkan virus tersebut kepada istrinya.
"Kalau seorang pria suka "jajan" di luar bisa berdampak kepada istri dan juga bahkan nantinya akan menular kepada janin. Selain itu penularan juga terjadi akibat donor darah, jika darahnya tidak terkontrol itu dapat menular. Namun petugas PMI sudah mengetes terlebih dahulu, sebelum diberikan ke pasien yang membutuhkan darah," paparnya.
Langka Dinas Kesehatan, lanjut Abu, bagi pekerja seks komersial atau PSK dan ibu rumah tangga yang terjangkit HIV/AIDS diobati menggunakan obat retroviral atau semacam obat untuk kekebalan tubuh.
"Akan tetapi obat tersebut gunanya hanya untuk bertahan supaya tidak gampang sakit, bukan menyembuhkan. Karena penderita HIV/AIDS biasanya mudah sakit," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
"Sejak 2004 hingga 2008 penderita "human immunudeficiency virus" (HIV)/"Acquired Immune Deficiensy Syndrome" (AIDS) hanya ditemukan 52 orang penderita. Namun Pada 2009 hingga Maret 2014 jumlah penderita kembali bertambah menjadi 312 orang," ujar Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Situbondo Abu Bakar Abdi di Situbondo, Selasa.
Ia menyebutkan bahwa pada Oktober 2015 pederita HIV/AIDS kembali bertambah menjadi 451 orang, dan hingga Juni tahun ini jumlah total penderita HIV AIDS menjadi 530 orang.
Sejak Oktober 2015 hingga Juni 2016, kata dia, telah ditemukan sebanyak 79 orang yang terjangkit atau penderita baru HIV AIDS. Sehingga jumlah penderita virus yang sampai saat ini belum ada obatnya itu, jumlah penderita setiap tahun bertambah rata-rata 100 orang.
"Dari 530 pengidap HIV/AIDS tersebut, sekitar 80 persen masih berusia produktif. Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Situbondo juga mencatat penderita HIV/AIDS sudah menyentuh berbagai kalangan, mulai pelajar, pegawai negeri sipil, pekerja kasar hinga ibu rumah tangga," katanya.
Menurut mantan Kepala Bagian Tata Usaha RSUD dr Abdoerrahem Situbondo itu, semua penderita HIV/AIDS saat ini dalam pengawasan Dinas Kesehatan.Para penderita HIV/AIDS itu sudah bisa berobat di Situbondo, karena RSUD Abdoerrahem memiliki klinik VCT sendiri.
"Dinas Kesehatan bersama Komisi Penanggulangan AIDS atau KPA, terus melacak penderita HIV/AIDS. Semakin banyak penderita terdeteksi semakin memudahkan Dinas Kesehatan melokalisir penderita agar tidak menular," tuturnya.
Ia menambahkan, penularan virus mematikan tersebut paling banyak diakibatkan karena hubungan seksual atau sering berganti pasangan, jarum suntik narkoba, serta yang paling memprihatinkan jika seorang kepala keluarga melakukan hubungan seksual dengan PSK yang terjangkit HIV/AIDS kemudian dengan mudah menularkan virus tersebut kepada istrinya.
"Kalau seorang pria suka "jajan" di luar bisa berdampak kepada istri dan juga bahkan nantinya akan menular kepada janin. Selain itu penularan juga terjadi akibat donor darah, jika darahnya tidak terkontrol itu dapat menular. Namun petugas PMI sudah mengetes terlebih dahulu, sebelum diberikan ke pasien yang membutuhkan darah," paparnya.
Langka Dinas Kesehatan, lanjut Abu, bagi pekerja seks komersial atau PSK dan ibu rumah tangga yang terjangkit HIV/AIDS diobati menggunakan obat retroviral atau semacam obat untuk kekebalan tubuh.
"Akan tetapi obat tersebut gunanya hanya untuk bertahan supaya tidak gampang sakit, bukan menyembuhkan. Karena penderita HIV/AIDS biasanya mudah sakit," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016