Pamekasan (Antara Jatim) -  Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)   Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, menilai daerah ini butuh rumah aman anak sebagai sarana khusus untuk melakukan pembinaan bagi anak yang terlibat dan menjadi korban kasus kekerasan seksual anak.

"Sarana khusus atau yang disebut rumah aman anak ini sebenarnya merupakan implementasi dari amanah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012  tentang Sistem Peradilan Pidana Anak bagi anak-anak yang terjerat masalah hukum," kata Koordinator Divisi Hukum LPKA Pamekasan Umi Supraptiningsih kepada Antara di Pamekasan, Jumat.

Ia menjelaskan, dalam ketentuan undang-undang itu dijelaskan, bahwa anak dibawah umur yang terlibat masalah hukum, proses penanganannya harus terpisah dengan terduga pelaku pidana orang tua.

Oleh karenanya, keberadaan tempat khusus sebagai sarana untuk melakukan pembinaan bagi anak dibawah umur yang terlibat kasus pelanggaran hukum sangat dibutuhkan.

Sebab, kata dia, dalam pandangan LPKA, anak-anak yang terlibat kasus kriminal, seperti kasus pencurian, narkoba dan kekerasan seksual, sejatinya juga merupakan korban, yakni korban dari lingkungan dan pengaruh global yang tidak sehat.

Undang-undang di negara kita ini, kata Umi, sebenarnya, memberikan perlindungan terhadap anak mulai anak tersebut masih berupa janin. 

Pengaturan terhadap perlindungan anak juga sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomo 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak junto Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002. 

Ia mengatakan, negara sangat perduli terhadap anak-anak untuk dapat mewujudkan hak-haknya karena selain anak-anak sebagai generasi penerus bangsa, anak-anak juga sangat rentan menjadi korban. 

"Bahkan yang menjadi penyebab atas hilangnya hak-hak anak tersebut lebih banyak adalah orang-orang yang seharusnya berkewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap anak-anak," kata Umi yang juga Dosen Ilmu Hukum pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan itu.

Umi menjelaskan, ada kewajiban yang menjadi tanggung jawab bersama atas perlindungan anak, sebagaimana tertuang dalam UU No. 23 Tahun 2002.

Didalamnya disebutkan bahwa negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggung  jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

Peranan orang tua, masyarakat dan negara dalam memberikan perlindungan kepada anak sangat dibutuhkan dalam rangka tindakan prefentif maupun represif. 

Umi mengatakan, LPKA Pamekasan berharap, agar fasilitas rumah aman anak itu bisa segera terwujud, sebab, selain untuk membina masa depan anak yang terlibat kasus pelanggaran hukum, hal itu juga telah menjadi amanah undang-undang sistem peradilan anak.

Umi menuturkan di Pamekasan, kasus tindak pidana kriminal yang dilakukan anak dibawah umur sebenarnya telah tercatat, terjadi sejak 2012.

Saat itu, tercatat ada 23 kasus kriminal dengan pelaku anak dibawah umur. Tujuh diantaranya dapat diselesaikan melalui mediasi.

"Hal ini berarti anak-anak yan berhadapan dengan hukum harus terus menyelesaikan permasalahannya melalui jalur litigasi atau peradilan," katanya.

Sebagian besar mereka harus menjalani masa penahanan baik di kepolisian maupun kejaksaan, dan bahkan tidak jarang putusan hakim juga menjatuhkan pidana penjara dalam waktu yang tidak singkat. 

"Anak-anak yang menghadapi kasus hukum itu, mereka akan kehilangan hak-haknya diantaranya hak untu mendapatkan pendidikan, perlindungan, kesehatan, dan hak-hak lain yang merupakan hak dasar yang harus mereka peroleh sesuai dengan usianya," kata Umi.

Ia mencontohkan seperti yang dialami oleh IM (siswa salah satu SLTA kelas 1). Gara-gara mencuri uang bapak kosnya, IM harus menjalani proses hukum layaknya orang dewasa yang melakukan pencurian. 

Meskipun mediasi sudah dilakukan dan orangtua Imam sudah mengembalikan sebagian besar tingkat kerugian yang diderita korban, putusan hakim tetap dirasakan berat.

"Kami tidak bisa membayangkan, bagaimana ketika ia harus berkumpul dengan narapidana dewasa di lembaga pemasyarakatan waktu itu. Makanya, disinilah pentingnya adanya rumah aman anak, sebagai sarana untuk melakukan pembinaan. Karena sekali lagi, anak-anak yang terlihat kriminal itu, juga merupakan korban," kata Umi Supraptiningsih menjelaskan. (*)

Pewarta: Abd. Azis

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016