Surabaya (Antara Jatim) - Presenter program "Mata Najwa" yang memiliki nama lengkap Najwa Shihab mengakui sering menerima teror ketika mengangkat isu-isu politik yang berhubungan dengan kebijakan publik.
"Kalau ditanya tentang teror, saya sering mengalami, namun lebih ringan jika dibandingkan dengan wartawan yang berada di lapangan, karena negara kita termasuk negara yang wartawannya sering terancam," katanya di Surabaya, Kamis.
Dalam acara "Meet and Greet" di hadapan mahasiswa dan pustakawan di Auditorium UK Petra Surabaya, ia menjelaskan isu-isu yang diangkat olehnya memang bertujuan untuk mengungkap kebenaran yang harus diketahui oleh masyarakat.
"Teror terhadap wartawan bukan sebagai dalih untuk menghindari profesi ini akan tetapi menjadi salah satu kebanggaan bahwa wartawan sebagai profesi yang siap menghadapi keadaan yang sulit sekalipun," katanya.
Alasannya, masyarakat perlu mengetahui tentang hal-hal yang sebenarnya terjadi dan sengaja ditutupi oleh beberapa oknum publik figur.
Salah satunya kasus Setya Novanto (mantan Ketua DPR RI) yang pertama kali disebut namanya dalam program Najwa Shihab yang berakibat programnya sampai sekarang menghadapi proses hukum.
"Sampai sekarang program kami dalam proses hukum dinyatakan sebagai program yang membuka rahasia negara kepada publik," katanya.
Menurutnya, hal ini bukan merupakan sebuah hal yang menyulitkan bagi pihaknya namun sebagai tantangan untuk meningkatkan bahwa dialog politik perlu dikritisi secara mendalam agar sesuai dengan harapan masyarakat.
"Berada satu panggung dengan politisi di Indonesia memberikan dampak yang luar biasa untuk mengetahui rekam jejak profesinya sekaligus mampu mengungkap kebiasaan pejabat di Indonesia yang menutupi segala hal yang sudah jelas dan mengumbar hal yang sudah diketahui orang banyak," katanya.
Hal inilah yang menjadi fokus utama pihaknya menjadikan tayangan dialog yang lebih mengarah kepada penyelesaian konflik dan pemberian informasi kepada masyarakat yang tidak disampaikan oleh banyak media massa.
"Tugas seorang wartawan dan media memang tidak mudah, profesi yang seharusnya menjadi kebanggaan karena mampu memberikan dampak kepada masyarakat yang membutuhkan informasi sesuai kebenaran," katanya.
Dalam acara yang juga ditandai dengan bedah buku "Mantra Di Layar Televisi" karya Fenty Effendy itu, presenter kelahiran Makassar itu mengingatkan kepada calon wartawan dan pemilik media untuk tidak memandang pemberitaan hanya dari satu sisi.
"Pemberitaan media membutuhkan cara pandang dari dua sisi, seperti pidato Aburizal Bakrie di salah satu stasiun televisi, itu bukan dalam posisi sebagai pemilik media menggunakan media, namun seorang pemimpin partai yang berbicara untuk kebutuhan 12.000 pendukungnya," katanya.
Setelah berbicara dalam acara yang dihadiri 500 peserta dari pustakawan dan mahasiswa UK Petra Surabaya dan mahasiswa luar Surabaya seperti Universitas Brawijaya (UB) Malang itu, Najwa Shihab bertemu 2.000-an mahasiswa Jatim di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
"Kalau ditanya tentang teror, saya sering mengalami, namun lebih ringan jika dibandingkan dengan wartawan yang berada di lapangan, karena negara kita termasuk negara yang wartawannya sering terancam," katanya di Surabaya, Kamis.
Dalam acara "Meet and Greet" di hadapan mahasiswa dan pustakawan di Auditorium UK Petra Surabaya, ia menjelaskan isu-isu yang diangkat olehnya memang bertujuan untuk mengungkap kebenaran yang harus diketahui oleh masyarakat.
"Teror terhadap wartawan bukan sebagai dalih untuk menghindari profesi ini akan tetapi menjadi salah satu kebanggaan bahwa wartawan sebagai profesi yang siap menghadapi keadaan yang sulit sekalipun," katanya.
Alasannya, masyarakat perlu mengetahui tentang hal-hal yang sebenarnya terjadi dan sengaja ditutupi oleh beberapa oknum publik figur.
Salah satunya kasus Setya Novanto (mantan Ketua DPR RI) yang pertama kali disebut namanya dalam program Najwa Shihab yang berakibat programnya sampai sekarang menghadapi proses hukum.
"Sampai sekarang program kami dalam proses hukum dinyatakan sebagai program yang membuka rahasia negara kepada publik," katanya.
Menurutnya, hal ini bukan merupakan sebuah hal yang menyulitkan bagi pihaknya namun sebagai tantangan untuk meningkatkan bahwa dialog politik perlu dikritisi secara mendalam agar sesuai dengan harapan masyarakat.
"Berada satu panggung dengan politisi di Indonesia memberikan dampak yang luar biasa untuk mengetahui rekam jejak profesinya sekaligus mampu mengungkap kebiasaan pejabat di Indonesia yang menutupi segala hal yang sudah jelas dan mengumbar hal yang sudah diketahui orang banyak," katanya.
Hal inilah yang menjadi fokus utama pihaknya menjadikan tayangan dialog yang lebih mengarah kepada penyelesaian konflik dan pemberian informasi kepada masyarakat yang tidak disampaikan oleh banyak media massa.
"Tugas seorang wartawan dan media memang tidak mudah, profesi yang seharusnya menjadi kebanggaan karena mampu memberikan dampak kepada masyarakat yang membutuhkan informasi sesuai kebenaran," katanya.
Dalam acara yang juga ditandai dengan bedah buku "Mantra Di Layar Televisi" karya Fenty Effendy itu, presenter kelahiran Makassar itu mengingatkan kepada calon wartawan dan pemilik media untuk tidak memandang pemberitaan hanya dari satu sisi.
"Pemberitaan media membutuhkan cara pandang dari dua sisi, seperti pidato Aburizal Bakrie di salah satu stasiun televisi, itu bukan dalam posisi sebagai pemilik media menggunakan media, namun seorang pemimpin partai yang berbicara untuk kebutuhan 12.000 pendukungnya," katanya.
Setelah berbicara dalam acara yang dihadiri 500 peserta dari pustakawan dan mahasiswa UK Petra Surabaya dan mahasiswa luar Surabaya seperti Universitas Brawijaya (UB) Malang itu, Najwa Shihab bertemu 2.000-an mahasiswa Jatim di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016