Blitar (Antara Jatim) - Petani yang tergabung dalam Kelompok Tani "Sido Mulyo" Desa Rejosari Kecamatan Wonodadi, Kabupaten Blitar, Jawa Timur melakukan uji coba padi hibrida yang dikenal mempunyai potensi panen yang lebih besar ketimbang jenis padi lainnya.

Ketua Kelompok Tani "Sido Mulyo" Desa Rejosari, Kecamatan Wonodadi, Kabupaten Blitar Roshin mengemukakan padi hibrida masih baru ditanamnya pada 30 Januari 2016. Ia melakukan uji coba pada lahannya seluas 350 ru di desa tersebut.

"Dulu pernah uji coba dengan padi yang sama, dan ini gunakan teknik baru. Dengan ini, kami harap hasil bisa lebih maksimal," ucapnya, berharap.

Ia mengatakan, padi jenis hibrida diklaim tingkat produksinya lebih baik ketimbang jenis lokal lain. Biasanya, setiap panen untuk padi lokal misalnya jenis IR64, ciherang dan sejumlah jenis padi lainnya bisa menghasilkan 9 kuintal per 100 ru, namun dengan padi jenis hibrida bisa menghasilkan lebih banyak dengan selisih hingga 50 kilgram per ru.

Ia menyebut, proses menanam padi hibrida petani harus telaten. Untuk awal, sebelum tanah dibajak diberi pupuk kandang, setelahnya tanah dibajak tanpa perlu membakar tanaman sebelumnya. Hal itu berfungsi sebagai pupuk tambahan.

Selanjutnya, tanah dibiarkan hingga sekitar 25 hari baru bisa diolah. Pembiaran tanah itu sebagai upaya agar beragam jamur dan virus penyakit tidak menyerang tanaman saat ditanam.

"Jika setelah dibajak tanah diolah dan ditanami, itu nantinya tanaman bisa terkena penyakit. Jadi, dibiarkan dulu hingga sekitar 25 hari baru ditanami," jelasnya.

Ia juga menambahkan, proses untuk persemaian juga dilakukan seperti menyemaikan bibit padi pada umumnya. Bibit ditunggu hingga siap tanam, lalu ditanam di sawah. 

Namun, untuk proses tanam padi ini, agar hasilnya bisa maksimal, Roshin mengatakan harus ada jarak antara tanaman satu dengan lainnya. Untuk memastikan jarak, ia menggunakan tali yang diberi ukuran, sehingga hasil tanaman bisa bagus.

Roshin menyebut, untuk awal tanam juga tidak menggunakan pola seperti tanam padi pada umumnya, dimana setiap tanam bisa lebih dari satu batang. Namun, dengan padi hibrida setiap tanam hanya satu batang saja.

Ia mengaku, dari luas lahannya 350 ru, hanya memerlukan bibit sebanyak 8 kilogram. Hal itu jauh ketimbang bibit padi lokal yang memerlukan hingga 35 kilogram. 

"Setiap lubang ditanami satu batang, jadi ini yang membuat bibit padi tidak perlu banyak. Satu batang bibit ini jika ditanam bisa menjadi 15-20 batang padi," katanya.

Terkait dengan perawatan, ia mengatakan memang masih membutuhkan berbagai obat atau pestisida. Namun, kandungan dari obat yang disemprotkan ke tanaman tidak terlalu tinggi.

Ia saat ini menunggu hasil panen padi hibrida yang ditanamnya. Ia dengan warga kelompok tani lainnya memang ingin melakukan perubahan pola tanam, agar hasil tanaman bisa lebih maksimal.

Ia mengatakan, sebelumnya menggunakan jenis padi lokal, namun hasil yang didapat kurang maksimal. Selain itu, biaya operasinal untuk perawatan tanaman juga sangat tinggi. Misalnya, dari segi pembelian 
bibit, upah pekerja, hingga pembelian obat-obatan. 
     
Upaya yang dilakukannya saat ini sudah hampir membuahkan hasil. Tanaman yang ditanam sudah mulai menunjukkan berbuah. Selain itu, tanaman juga relatif lebih bagus ketimbang tanaman lainnya. Bahkan, dalam waktu dekat, ia juga mengatakan akan ada kunjungan dari produsen bibit asal Filiphina yang ingin memastikan hasil pertaniannya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Blitar Eko Priyo Utomo mengaku hingga kini belum ada tembusan ke dinas terkait dengan rencana kunjungan produsen benih asal Filipina.

Menurut dia, adanya kunjungan kemungkinan terkait dengan uji coba benih. Namun, ia pun belum bisa memastikan dengan hal itu, sebab belum ada laporan pasti yang masuk.(*)

Pewarta: Asmaul Chusna

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016