Surabaya (Antara Jatim) - Ujian nasional (UN) kini sudah tidak lagi menjadi indikator kelulusan seorang siswa, kecuali melalui ujian sekolah atau US.

"Jangan khawatir dengan ujian nasional, karena (UN) tidak lagi jadi syarat kelulusan, jadi jangan khawatir," ucap Mendikbud Anies Baswedan di sela 'Kelas Inspirasi Sineas (KIS)' di SMK Negeri 57, Jakarta, 29 Maret 2016.

Oleh karena itu, katanya, ujian yang akan diawali dengan UN tingkat SMA/MA/SMK pada 4-6 April 2016 itu harus dijalani dengan kejujuran dan ujian dipakai untuk mengukur sampai sejauh mana pencapaian yang didapat.

"Itulah tujuan kita berkaca (pada UN), karena tujuan ujian salah satunya memang untuk berkaca dimana letak kekurangan dan kelebihan kita," ujarnya.

Kendati bukan indikator kelulusan, peran UN bukan berarti sudah tidak penting lagi, bahkan justru sebaliknya.

Seperti dikatakan Mendikbud, UN kini menjadi indikator kejujuran atau indikator integritas.

Faktanya, sejumlah universitas secara tersembunyi memberlakukan daftar hitam pada sekolah tertentu yang dinilainya tidak memiliki integritas.

Secara riil, daftar hitam itu memang tidak diungkap secara faktual, namun pimpinan perguruan tinggi melakukan "penilaian" yang mampu meminggirkan sekolah-sekolah yang patut diduga tidak jujur.

Tidak jujur itu, misalnya, mengatrol nilai siswa melalui rekayasa nilai ujian sekolah atau rekayasa nilai UN (UN PBT atau UN paper based test) melalui praktik "kecurangan berjamaah".

Dalam praktiknya, kalangan perguruan tinggi memberlakukan indikator integritas dari sebuah sekolah dengan memadukan sejumlah sistem penilaian untuk mengukur integritas yang tinggi.

Sejumlah sistem penilaian dimaksud adalah US, UN, nilai rapor (SNMPTN), nilai ujian masuk PTN (SBMPTN), dan nilai alumni sekolah itu di PTN yang bersangkutan, sehingga indikator pun benar-benar terjamin.

Bahkan, UNBK atau UN Berbasis Komputer yang diharapkan akan dilaksanakan untuk seluruh sekolah dalam beberapa tahun ke depan itu hakekatnya merupakan ikhtiar untuk mewujudkan integritas, secara teknologi.

Oleh karena itu, sejumlah sekolah melakukan penyiapan siswa secara maksimal dalam menghadapi UN, tentu UN yang dijalani secara berintegritas.

"Kami menerapkan berbagai cara untuk menyiapkan siswa dalam menghadapi ujian nasional," ucap Kepala SMA Khadijah Much Mas'ud SPd MM di sela persiapan istighasah di sekolah setempat, 31 Maret 2016.

    
Antigalau Berintegritas

Tentang berbagai persiapan yang dilakukan untuk siswanya menghadapi UN itu, Kepala SMA Khadijah Surabaya itu menyebut cara yang disebutnya cara antigalau.

"Caranya, persiapan yang lengkap, baik material maupun spiritual. Secara material, kita sudah siapkan siswa untuk menghadapi UN sejak kelas 11 (kelas 2 SMA) dengan pendalaman soal-soal UN pada jam ke-8 dan ke-9," ujarnya.

Tidak hanya UN, saat memasuki kelas 12 (kelas 3 SMA) pun ditambahi dengan pendalaman soal-soal SBMPTN (seleksi masuk perguruan tinggi) pada jam ke-9.

"Untuk UNBK (UN Berbasis Komputer), kami memang baru memulai tahun ini, karena tahun lalu hanya siap secara sarana dan prasarana tapi SDM belum siap," tuturnya.

Tahun ini, siswa SMA Khadijah Surabaya yang mengikuti UN (UNBK) mencapai 185 siswa. "Khusus UNBK, siswa sudah dilatih dengan sistem UNBK itu sejak Februari," tukasnya.

Awalnya, penyiapan UNBK memang tidak bisa optimal, karena perubahan dari UN secara tulis ke komputer itu memang tidak bisa cepat. "Tapi, kekurangan yang ada kami perbaiki terus dan sekarang sudah siap," paparnya.

Khusus SBMPTN, SMA Khadijah Surabaya sudah mampu meloloskan 84 persen siswanya ke perguruan tinggi negeri (PTN) dan tahun ini ditargetkan 90 persen siswa yang lolos ke PTN.

"Tapi, kami tidak hanya melakukan penyiapan siswa secara material, melainkan juga penyiapan dalam bentuk spiritual agar siswa secara mental juga nggak galau, tapi percaya diri dan berintegritas," ujarnya.

Persiapan secara spiritual atau mental itu juga banyak, diantaranya istighasah (doa memohon keselamatan). "Kami mengadakan istighasah sebanyak empat kali menjelang UN 2016," katanya.

Tahun ini, istighasah terakhir dilaksanakan pada Kamis (31/3) pukul 19.00 WIB yang diakhiri dengan siraman rohani dari pengasuh Pesantren Jabal Nur Mojokerto KH Husein Rifai. "Itu melibatkan siswa kelas 12 bersama orang tua dan guru," katanya.

Tidak hanya istighasah, namun juga dirangkai dengan Shalat Hajat, Taubat Nasuhah, dan saling memaafkan antara siswa dengan guru, sehingga siswa tak ada beban. "Ada juga ziarah ke makam pendiri KH Wahab Turchan di Pemakaman Tembok, untuk meneladani perjuangannya," ujarnya.

Dengan persiapan secara material dalam dua tahunan dan juga persiapan spiritual, maka siswa SMA Khadijah Surabaya bisa siap menghadapi UN kali ini dengan percaya diri dan berintegritas.

Sesungguhnya, tidak ada gunanya nilai UN yang tinggi jika didapatkan dengan cara curang. Secara ekstrem, nilai 6 yang didapat dengan cara bermoral akan lebih baik daripada nilai 9 yang didapat dengan cara curang, bahkan cara curang itu akan mempersulit kehidupan selanjutnya.

Jadi, UN bukan hanya indikator prestasi siswa, tapi juga indikator integritas sekolah dan bahkan juga menjadi indikator kehidupan selanjutnya. (*)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016