Trengaglek (Antara Jatim) - Pihak Pemkab Trenggalek, Jawa Timur mengakui potensi pendapatan asli daerah sektor pajak pertambangan belum tergarap optimal karena tidak adanya perhitungan riil produk tambang yang dihasilkan serta faktor pembiaran tambang liar di atas tanah pemajakan warga.
"Targetnya sih tercapai, yakni Rp600,9 juta. Tapi itu angka yang kecil dibanding potensi pertambangan yang dimiliki Trenggalek," kata Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Trenggalek Yudy Sunarko di Trenggalek, Selasa.
Yudy mengatakan, seharusnya target pajak bisa lebih dari Rp600,9 juta.
Namun menurut dia, pencapaian target lebih besar baru bisa terlaksana apabila sistem penarikan pajak ada perubahan.
Selama ini, kata dia, PAD sektor pajak pertambangan berasal dari dana wajib pungut di bendahara pemerintah daerah untuk tambang yang menyokong proyek-proyek pemerintah daerah, serta dari sistem laporan akhir bulan mengenai realisasi produksi pertambangan yang dikelola swasta.
"Sebenarnya ada satu sistem yang pernah diterapkan tetapi akhirnya tidak berjalan. Kalau hanya dua sistem tadi masih kurang, karena untuk laporan produksi tidak pernah ada kroscek, padahal ini sangat penting," ujarnya.
Sistem yang dimaksud Yudy adalah penerapan portal di setiap jalur yang dilewati angkutan barang tambang bukan logam maupun di pintu keluar area pertambangan.
Yudy mengatakan, kebijakan tersebut pernah diterapkan beberapa tahun lalu tetapi belum membuahkan, seperti pos penarikan pajak di Desa Pogalan, Kecamatan Pogalan yang saat ini tidak berfungsi.
Menurut dia, tata kerja sistem portal jalur pertambangan sebenarnya sangat sederhana, yakni setiap angkutan yang lewat akan dicatat tonase kendaraan berikut muatannya nama CV atau perusahaan asal angkutan.
Dari situ, kata dia, bisa diketahui seberapa banyak proses pengangkutan dan disesuaikan dengan tarif pajak yang dibebankan.
"Masalahnya kemudian memang berbenturan dengan minimnya jumlah personel di lapangan," kata Yudy.
Padahal, lanjut dia, sebenarnya Trenggalek selama ini dikenal sebagai daerah potensial pertambangan untuk menyokong industri, seperti batu putih, tanah liat, kaolin, maupun beberapa jenis bahan tambang lainnya termasuk emas.
Namun untuk memaksimalkan PAD dari sektor pertambangan itu, kata dia, harus ada kerja sama lintas SKPD agar potensi tersebut berimbas pada pembangunan daerah.
"Wilayah potensi pertambangan pun juga harus dijaga. Khususnya untuk meminimalisir pertambangan liar yang ujung-ujungnya justru merugikan daerah," ujarnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
"Targetnya sih tercapai, yakni Rp600,9 juta. Tapi itu angka yang kecil dibanding potensi pertambangan yang dimiliki Trenggalek," kata Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Trenggalek Yudy Sunarko di Trenggalek, Selasa.
Yudy mengatakan, seharusnya target pajak bisa lebih dari Rp600,9 juta.
Namun menurut dia, pencapaian target lebih besar baru bisa terlaksana apabila sistem penarikan pajak ada perubahan.
Selama ini, kata dia, PAD sektor pajak pertambangan berasal dari dana wajib pungut di bendahara pemerintah daerah untuk tambang yang menyokong proyek-proyek pemerintah daerah, serta dari sistem laporan akhir bulan mengenai realisasi produksi pertambangan yang dikelola swasta.
"Sebenarnya ada satu sistem yang pernah diterapkan tetapi akhirnya tidak berjalan. Kalau hanya dua sistem tadi masih kurang, karena untuk laporan produksi tidak pernah ada kroscek, padahal ini sangat penting," ujarnya.
Sistem yang dimaksud Yudy adalah penerapan portal di setiap jalur yang dilewati angkutan barang tambang bukan logam maupun di pintu keluar area pertambangan.
Yudy mengatakan, kebijakan tersebut pernah diterapkan beberapa tahun lalu tetapi belum membuahkan, seperti pos penarikan pajak di Desa Pogalan, Kecamatan Pogalan yang saat ini tidak berfungsi.
Menurut dia, tata kerja sistem portal jalur pertambangan sebenarnya sangat sederhana, yakni setiap angkutan yang lewat akan dicatat tonase kendaraan berikut muatannya nama CV atau perusahaan asal angkutan.
Dari situ, kata dia, bisa diketahui seberapa banyak proses pengangkutan dan disesuaikan dengan tarif pajak yang dibebankan.
"Masalahnya kemudian memang berbenturan dengan minimnya jumlah personel di lapangan," kata Yudy.
Padahal, lanjut dia, sebenarnya Trenggalek selama ini dikenal sebagai daerah potensial pertambangan untuk menyokong industri, seperti batu putih, tanah liat, kaolin, maupun beberapa jenis bahan tambang lainnya termasuk emas.
Namun untuk memaksimalkan PAD dari sektor pertambangan itu, kata dia, harus ada kerja sama lintas SKPD agar potensi tersebut berimbas pada pembangunan daerah.
"Wilayah potensi pertambangan pun juga harus dijaga. Khususnya untuk meminimalisir pertambangan liar yang ujung-ujungnya justru merugikan daerah," ujarnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016