Banyuwangi (Antara Jatim) - Taman Wisata Alam Gunung Ijen dan Taman Nasional Alas Purwo di Kabupaten Banyuwangi ditetapkan sebagai jaringan cagar biosfer dunia oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Budaya Perserikatan Bangsa-bangsa atau Unesco.
Direktur Eksekutif Komite Nasional Program MAB-Unesco LIPI Indonesia Prof Dr Y Purwanto sebagaimana siaran pers Humas Pemkab Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa mengatakan bahwa Cagar Biosfer Blambangan itu pada 2015 diusulkan menjadi bagian dari jaringan cagar biosfer dunia.
"Penetapan ini menunjukkan komitmen Indonesia, terutama daerah akan pentingnya upaya perlindungan sumber daya alam dan lingkungannya dalam kerangka pembangunan berkelanjutan," kata Purwanto melalui keterangan lewat jaringan elektronik dari Kota Lima, Peru.
Penetapan itu dilakukan pada sidang "International Coordinating Council" (ICC) Program MAB (Man and The Biosphere) Unesco ke-28 di Kota Lima, 18-20 Maret 2016.
Situs hayati ini tergabung dalam Cagar Biosfer Blambangan bersama dengan Taman Nasional Meru Betiri dan Taman Nasional Baluran yang letaknya juga beririsan dengan Banyuwangi. Cagar biosfer merupakan situs yang ditunjuk oleh berbagai negara melalui kerja sama program MAB-Unesco untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan.
Purwanto melanjutkan, Cagar Biosfer Blambangan terpilih karena mampu memenuhi syarat sebagai bagian jaringan cagar biosfer dunia, di antaranya memiliki keunikan, baik keanekaragaman hayati maupun budaya masyarakat lokalnya.
Dengan menjadi cagar biosfer ada beberapa keuntungan yang didapatkan. Pertama, keuntungan ekologi di mana sumber daya alam hayati dan budaya di dalam cagar biosfer terlindungi dan terkelola dengan baik.
"Selain itu keuntungan ekonomi di mana pengelolaan wilayah sekitar akan dikembangkan secara berkelanjutan dengan melibatkan masyarakat sekitar. Serta keuntungan sosial budaya dan 'capacity building' untuk pengembangan ilmu pengetahuan," ujarnya.
Cagar Biosfer Blambangan meliputi kawasan seluas 678.947,36 hektare yang terbagi ke dalam tiga zona, yaitu area inti seluas 127.855,62 hektare yang meliputi empat kawasan konservasi terdiri atas tiga taman nNasional, yakni Alas Purwo, Baluran dan Meru Betiri, dan satu cagar alam Kawah Ijen.
Berikutnya adalah zona penyangga seluas 230.277,4 hektare dan area transisi seluas 320.814.34 hektare.
"Ini juga akan menjadi promosi yang strategis bagi daerah karena ada 120 negara yang menjadi anggota MAB-Unesco yang setiap tahunnya melakukan pertemuan dan 'sharing' tentang cagar budaya biosfer," kata Purwanto.
Konsep cagar biosfer sendiri telah digagas oleh UNESCO sejak 1971 dan hingga saat ini jumlahnya mencapai 669 kawasan di 120 negara di dunia.
Sementara itu Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyambut baik ditetapkannya Cagar Biosfer Blambangan ke dalam jaringan cagar biosfer dunia. Hal ini menjadi nilai tambah bagi Banyuwangi yang mengangkat konsep ekoturisme dalam pengembangan pariwisata.
"Program cagar biosfer selaras dengan komitmen kami dalam mengusung konsep pengembangan wisata yang menyuguhkan keindahan lingkungan. Ini juga akan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan," tuturnya.
Pemkab Banyuwangi sendiri memiliki sejumlah program menjaga kelestraian alamnya, seperti Sedekah Oksigen. Lewat gerakan ini Pemkab Banyuwangi telah melakukan gerakan penanaman pohon secara masif dan pengembagan hayati di seluruh Banyuwangi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
Direktur Eksekutif Komite Nasional Program MAB-Unesco LIPI Indonesia Prof Dr Y Purwanto sebagaimana siaran pers Humas Pemkab Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa mengatakan bahwa Cagar Biosfer Blambangan itu pada 2015 diusulkan menjadi bagian dari jaringan cagar biosfer dunia.
"Penetapan ini menunjukkan komitmen Indonesia, terutama daerah akan pentingnya upaya perlindungan sumber daya alam dan lingkungannya dalam kerangka pembangunan berkelanjutan," kata Purwanto melalui keterangan lewat jaringan elektronik dari Kota Lima, Peru.
Penetapan itu dilakukan pada sidang "International Coordinating Council" (ICC) Program MAB (Man and The Biosphere) Unesco ke-28 di Kota Lima, 18-20 Maret 2016.
Situs hayati ini tergabung dalam Cagar Biosfer Blambangan bersama dengan Taman Nasional Meru Betiri dan Taman Nasional Baluran yang letaknya juga beririsan dengan Banyuwangi. Cagar biosfer merupakan situs yang ditunjuk oleh berbagai negara melalui kerja sama program MAB-Unesco untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan.
Purwanto melanjutkan, Cagar Biosfer Blambangan terpilih karena mampu memenuhi syarat sebagai bagian jaringan cagar biosfer dunia, di antaranya memiliki keunikan, baik keanekaragaman hayati maupun budaya masyarakat lokalnya.
Dengan menjadi cagar biosfer ada beberapa keuntungan yang didapatkan. Pertama, keuntungan ekologi di mana sumber daya alam hayati dan budaya di dalam cagar biosfer terlindungi dan terkelola dengan baik.
"Selain itu keuntungan ekonomi di mana pengelolaan wilayah sekitar akan dikembangkan secara berkelanjutan dengan melibatkan masyarakat sekitar. Serta keuntungan sosial budaya dan 'capacity building' untuk pengembangan ilmu pengetahuan," ujarnya.
Cagar Biosfer Blambangan meliputi kawasan seluas 678.947,36 hektare yang terbagi ke dalam tiga zona, yaitu area inti seluas 127.855,62 hektare yang meliputi empat kawasan konservasi terdiri atas tiga taman nNasional, yakni Alas Purwo, Baluran dan Meru Betiri, dan satu cagar alam Kawah Ijen.
Berikutnya adalah zona penyangga seluas 230.277,4 hektare dan area transisi seluas 320.814.34 hektare.
"Ini juga akan menjadi promosi yang strategis bagi daerah karena ada 120 negara yang menjadi anggota MAB-Unesco yang setiap tahunnya melakukan pertemuan dan 'sharing' tentang cagar budaya biosfer," kata Purwanto.
Konsep cagar biosfer sendiri telah digagas oleh UNESCO sejak 1971 dan hingga saat ini jumlahnya mencapai 669 kawasan di 120 negara di dunia.
Sementara itu Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyambut baik ditetapkannya Cagar Biosfer Blambangan ke dalam jaringan cagar biosfer dunia. Hal ini menjadi nilai tambah bagi Banyuwangi yang mengangkat konsep ekoturisme dalam pengembangan pariwisata.
"Program cagar biosfer selaras dengan komitmen kami dalam mengusung konsep pengembangan wisata yang menyuguhkan keindahan lingkungan. Ini juga akan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan," tuturnya.
Pemkab Banyuwangi sendiri memiliki sejumlah program menjaga kelestraian alamnya, seperti Sedekah Oksigen. Lewat gerakan ini Pemkab Banyuwangi telah melakukan gerakan penanaman pohon secara masif dan pengembagan hayati di seluruh Banyuwangi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016