Surabaya (Antara Jatim) - Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Jawa Timur menegaskan bahwa Valentine's Day (Hari Kasih Sayang) itu hakekatnya merupakan alarm untuk penjajahan ekonomi dan ancaman moralitas bagi generasi muda.

"Valentine's Day atau V-Day itu mengandung dua fakta penting yang patut direnungkan yakni alarm untuk penjajahan ekonomi gaya baru dan ancaman moralitas," kata Ketua PW IPNU Jatim Haikal Atiq Zamzami di Surabaya, Minggu.

Menurut dia, alarm untuk ancaman moralitas itu terlihat dari fakta adanya lonjakan pembelian alat kontrasepsi dalam 2-3 hari menjelang V-Day dan berbagai bentuk seruan untuk mencegahnya juga belum menunjukkan dampak signifikan.

"Fakta lain, lonjakan juga terjadi terhadap tingkat pembelian cokelat yang diidentikkan sebagai simbol V-Day. Ironisnya, pada kisaran 2004, sebuah situs berita Amerika mengangkat headline 'The Dark side of Valentine Day between Chocolate Industry and Child Slavery'," katanya.

Pada intinya, berita itu menunjukkan bahwa dibalik melonjaknya permintaan Cokelat saat V-Day, ada cerita tragis perbudakan anak-anak di Afrika Barat, di Pantai Gading.

"Ada 42 persen pasokan kokoa sebagai bahan baku cokelat dunia berasal dari Pantai Gading. Ironisnya, hampir 300.000 anak-anak yang dipekerjakan dengan kondisi dan upah yang jauh dari standar," katanya.

Fakta lain lagi, generasi muda yang mudah terpengaruh itu pun mudah terjebak dengan gerakan radikalisasi agama yang memanfaatkan isu V-Day untuk kelompok-kelompok kajian keagamaan yang secara tak langsung untuk penetrasi paham radikal.

"Itu fakta yang nyaris luput dari sorotan media, sebab isu dan momentum yang digunakan sangat tepat, karena itu ikhtiar membentengi generasi muda tidak cukup dengan langkah-langkah berskala momentum," katanya.

IPNU Jatim menyarankan perlunya wadah pembelajaran luar luar kelas yang mampu memfasilitasi proses pemahaman sejak dini tentang tugas besar generasi muda di tengah ancaman dan tantangan perkembangan zaman.

"Kami siap mengemas berbagai macam pendekatan kekinian yang mudah diterima dan menarik bagi remaja-pelajar-mahasiswa, karena itu pemerintah harus mendukung pembelajaran di luar kelas seperti melalui IPNU. Kita harus bergerak cepat dan bersinergi sebelum semuanya terlambat," katanya.

    
Mudah Terpengaruh

Sementara itu, IPNU Kabupaten Banyuwangi menengarai pelajar dan pemuda juga mudah terpengaruh media sosial, meski informasinya belum tentu benar.

"Ibarat pisau, media sosial yang kini menjadi keseharian remaja itu bisa menjadi hal positif dan juga bisa berdampak negatif, karena itu kami mengajak pelajar untuk berinternet dengan cerdas melalui diskusi," kata Direktur Badan Student Crisis Center (SCC) IPNU Banyuwangi, Ibnu Tsani Rosyada.

Dalam diskusi (13/2) yang dihadiri perwakilan Dinas Pendidikan, Dinas Hubungan, Komunikasi dan Informasi, dan pegiat literasi dan media sosial dari Rumah Literasi Banyuwangi itu, seorang siswi SMK, Syukria Ulfa, mengatakan banyak temannya yang pandangannya terbentuk oleh media sosial.

"Padahal kan tak semua yang tersebar di media sosial itu benar kan?," katanya.

Hal itu dibenarkan Ibnu Tsani Rosyada, bahkan ada seseorang yang protes pada temannya karena tidak memberi komentar pada statusnya. "Padahal kedua orang itu setiap hari selalu bertemu," katanya.

Oleh karena itu, Nurul Hikmah selaku pegiat media sosial dari Rumah Literasi Banyuwangi (RLB), mengajak para pelajar dan pegiat media sosial untuk menjadikan media sosial sebagai ajang kampanye hal-hal inspiratif.

"Gerakan RLB juga berbasis media sosial. Hanya dengan berkampanye lewat facebook, kami bisa menggerakkan dan mengajak masyarakat untuk peduli terhadap dunia literasi. Kepedulian tersebut diantaranya dengan membuka rumah baca," ujarnya.

Senada dengan itu, aktivis sosial dan pendiri Bansring Underwater, Ikhwan Arif, mencontohkan bagaimana memperlakukan media sosial, karena wana wisata berbasis pelestarian terumbu karang di Pantai Bangsring, Banyuwangi, bisa menasional melalui media sosial.

"Sebenarnya, media sosial bisa mempermudah beragam urusan, tinggal kita mau melakukannya untuk apa. Untuk hal positif ataukah negatif?," katanya.

Dalam kesempatan itu, Ketua PC IPNU Banyuwangi Yahya Muzakki menyatakan generasi muda perlu pendampingan dan pencerahan, karena radikalisme juga berkembang melalui media sosial, termasuk pornografi dan narkotika. (*)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016