Malang (Antara Jatim) - Lembaga Swadaya Masyarakat Animals Indonesia merilis bahwa selama kurun waktu 2015-Januari 2016, sedikitnya 761 satwa dilindungi maupun yang tidak dilindungi diperdagangkan secara dalam jaringan (daring) melalui akun jejaring sosial Kota Malang Cinta Fauna (KoMaci Fauna).

Menurut Direktur Animals Indonesia Suwarno di Malang, Jawa Timur, Jumat, ada puluhan kelompok pedagang satwa online melaui jejaring sosial facebook. Jika satu kelompok pedagang satwa KoMaCi bisa menjual hingga 791 ekor satwa dengan nilai transaki mencapai Rp740, 9 juta, dalam satu tahun semua kelompok pedagang jika ditotal transaksinya bisa mencapai ratusan miliar rupiah.

"Kami terus mendesak pemerintah agar terus mengawasi kelompok-kelompok pedagang satwa online ini. Selaun itu, juga dilakukan upaya penegakan hukum agar perdagangan satwa dapat ditekan, bahkan kami mendesak agar Facebook segera melakukan tindakan pemblokiran terhadap kelompok dan pelaku pedagang satwa melalui media sosial facebook tersebut," ucapnya.

Ia mengatakan jumlah populasi satwa liar di habitatnya terus mengalami penurunan. Selain karena faktor perburuan dan perdagangan secara bebas, juga dipicu oleh menurunnya luasan habitat satwa karena perambahan dan pembukaan hutan untuk industri perkebunan.

Lebih lanjut, Suwarno mengatakan dari semua transaksi satwa dilindungi yang paling tinggi tingkat penjualannya adalah Kucing Hutan (Felis bengalensis), yakni sebanyak 144 ekor, disusul burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) sebanyak 61 ekor dan burung predator termasuk jenis alap-alap 36 ekor.

Selain itu, juga ada Binturong (Arctictis binturong)sebanyak 22 ekor. Sedangkan untuk satwa tidak dilindungi yang sering diperdagangkan adalah jenis Otter atau yang termasuk dalam kelompok Musang Air (Cynogale bennetti) sebanyak 159 ekor, disusul Musang Biasa/Garangan (Herpestes javanicus).

Harga jual tertinggi satwa dilindungi adalah Binturong (Arctictis binturong) yang harganya mencapai Rp8 juta, Beruang Madu (Helarctos malayanus) seharga Rp6 juta, Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) seharga Rp5 juta. Dari transaksi satwa yang telah diperjualbelikan secara online tersebut negara dirugikan hingga Rp740, 9 juta. Jumlah tersebut masih bisa bertambah karena ada beberapa satwa yang belum diketahui harga penjualannya.

Suwarno mengakui selama setahun tren penjualan satwa secara online tersebut mengalami naik turun. Waktu tertinggi transaksi terjadi pada Juni 2015, yakni mencapai 163 ekor dan terendah pada Agustus yang hanya 24 satwa.

Individu penjual yang tertinggi dalam jual beli satwa adalah akun atas nama Natasha Pet Shop, yakni 86 kali penjualan dan yang kedua adalah akun atas nama Heru Budi Utomo dan akun atas nama Seno Dwi Putranto. Ketiga penjual tersebut lebih banyak menjual satwa dilindungi, di antaranya adalah jenis burung elang termasuk alap-alap.

Dari semua transaki Natasha Pet Shop mencapai Rp241.220.000. Dari data tersebut menunjukkan bahwa tingginya penjualan satwa karena dipicu permintaan satwa liar hidup dalam jumlah tinggi yang digunakan sebagai pet atau hewan kesayangan untuk dipelihara. Padahal, perdagangan satwa liar dapat memicu perburuan satwa liar di habitat alaminya sehingga dapat mengancam jumlah populasinya di alam.

Perdagangan ilegal satwa liar dilindungi adalah perbuatan melanggar UU No. 5 Tahun 1990 yang barang siapa dengan sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).(*)

Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016