Surabaya (Antara Jatim) - Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Jawa Timur mendukung Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Minuman Beralkohol oleh Pemkot Surabaya, namun NU-Muhammadiyah Surabaya justru menolak karena raperda mengatur penjualannya bisa di pasar swalayan (minimarket) atau mal.

"LDII selaku lembaga ormas Islam mendukung karena banyak mudharat daripada manfaat jika minuman beralkohol tidak diatur. Diatur saja seperti ini, apalagi tidak diatur," kata Ketua DPW LDII Provinsi Jatim Drs Ec H Amien Adhy kepada Antara di Surabaya, Rabu.

Ia mengharapkan bila Raperda Minuman Beralkohol itu sudah disepakati bersama oleh pemerintah dan wakil rakyat, maka minuman beralkohol betul-betul tidak ada di pasaran, paling tidak di Surabaya, termasuk tidak dijual oleh pedagang kaki lima (PKL), tapi hanya mulai di mal.

"Kalau di hotel-hotel ya okelah, tapi harus betul-betul tidak semua orang bisa membeli itu. Paling tidak harus ada syarat-syarat yang ketat. Kalau bisa kita juga memberi tekanan kepada pemerintah  maupun wakil rakyat," katanya.

Bahkan, katanya, jangan hanya minuman beralkohol tapi juga narkoba, karena narkoba ini jauh lebih bahaya karena pemasarannya secara diam-diam.

"Sekarang ini sudah merambah pada anak-anak TK lewat permen, roti, kue. Itu jauh lebih jahat itu. Nah, orang-orang seperti itu yang pantas dihukum mati karena merusak generasi bangsa. Orang itu tidak mempunyai kepedulian terhadap masa depan bangsa dan negara ini," katanya.

Meski mendukung Raperda itu, LDII Jatim berharap penegakan hukum (law enforcement) harus betul-betul digalakkan atau ditingkatkan.

"Peraturannya sudah oke, undang-undangnya sudah oke, tapi kalau penegakan hukumnya lemah, maka tidak bisa efektif, ya sama saja bohong," katanya.

Sementara itu, NU-Muhammadiyah Surabaya justru menolak Raperda Minuman Beralkohol, karena raperda itu mengatur penjualannya bisa bebas di pasar swalayan atau minimarket.

"Pada prinsipnya, NU menginginkan Surabaya bebas dari minuman keras dengan segala bentuk dan jenisnya, tapi Raperda itu justru mendorong peredaran minuman keras di Surabaya akan semakin luas dan bebas," kata Ketua PC NU Surabaya, Achmad Muhibbin Zuhri.

Ia menyarankan Raperda Minuman Beralkhokol itu berisi penegasan mengenai larangan produksi, impor, peredaran serta konsumsi minuman keras, disertai hukuman yang jelas bagi pelakunya.

Senada dengan itu, Ketua PD Muhammadiyah Surabaya, Mahsun Djayadi, menyatakan maraknya peredaran minuman keras yang ada di masyarakat akan memengaruhi tingkat kriminalitas serta memberi dampak buruk bagi masa depan generasi muda.

"Dalam Raperda itu sudah selesai dibahas oleh anggota DPRD yang berisikan tentang diperbolehkanya menjual minuman beralkohol kelas A pada pasar swalayan maupun supermarket. Hal itu berarti siapapun boleh membelinya, tanpa terkecuali remaja dan anak-anak. Untuk itu, kami menyurati Pansus Raperda itu," katanya.

Sementara itu, sejumlah elemen pemuda yang tergabung dalam Forum Muda Berani dan Bertanggungjawab (MBB) dan Freedom Society mengajak mahasiswa dan pelajar di Surabaya untuk melawan bahaya oplosan dengan hastag : #Lindungi Generasi Muda dari Dampak Pelarangan Minuman Beralkohol.

"Di Yogyakarta, oplosan telah membunuh 26 korban jiwa dan mayoritas mahasiswa. Itu terjadi justru karena regulasi pelarangan minuman beralkohol di beberapa daerah, termasuk Raperda Pelarangan Minuman Beralkohol," kata Koordinator Freedom Society, Fadly Noor Azizi, di sela diskusi Raperda itu di UPN Veteran Jawa Timur (10/2).

Dalam diskusi itu, pembicara lain menilai Raperda Minuman Beralkohol itu mengancam hak minoritas dalam menjalankan ritual keagamaan dan budayanya, serta ancaman terhadap kehidupan ribuan petani kelapa dan siwalan di Indonesia. (*)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016