Surabaya (Antara Jatim) - Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya menyatakan belum ada rencana lagi untuk menertibkan becak montor, kereta kelinci dan odong-odong yang kini mulai banyak beroperasi di Kota Pahlawan.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan Kota Surabaya Irvan Wahyu Drajat, di Surabaya, Jumat, mengaku untuk sementara ini pihaknya memang tidak bisa berlaku banyak dalam melakukan penertiban bagi becak montor, pengusaha kereta kelinci dan juga odong-odong.
"Aturan di pusat masih belum jelas terkait pelarangan bentor, kereta kelinci dan juga odong-odong," katanya.
Namun, lanjut dia, kalau menurut undang-undang angkutan umum, itu menyalahi karena tidak sesuai spesifikasinya. Apalagi juga itukan pelat hitam," kata Irvan.
Becak montor adalah moda transportasi roda dua yang dimodifikasi mnyerupai becak dengan roda tiga. Banyak penarik becak manual yang beralih ke bentor lantaran dianggap lebih efektif lantaran menggunakan mesin dengan bahan bakar bensin.
Meski demikian, lanjut dia, pihaknya mengaku akan siap jika ada arahan dari kelpoisian dalam menetibkan kendaraan tersebut. Sejauh ini pihaknya memang iukut menrtibkan keculi di kampung-kampung yang tidak sampai menimbulkan kemacetan lalu lintas.
"Kadang kami dilema juga, karena masyarakat mengatakan bahwa itu adalah hiburan untuk masyarakat ekknomi lemah, untuk yan odong-dong dan kereta kelinci," ujarnya.
Salah satunya warga Tambaksari Ahmad mengakui adalah penarik becak, tapi begitu bentor marak, ia lalu memodif sepeda motor yang ada di rumah untuk disatukan dengan rangka becak yang ia miliki.
"Kalau narik becak pakai engkolan, jarak tempuhnya lebih pendek, kalau pakai mesin bisa lebih jauh. Tapi biayanya memang lebih mahal karena pakai bahan bakar," kata pria berusia 47 ini.
Ia bisa melayani orang orang yang pulang belanja dari pasar Tambahrejo. Ongkosnya bisa bervariasi, kalau masih dekat, biasanya ia menarif pelanggannya Rp10 ribu sampai Rp15 ribu.
Ia sendiri kurang lebih sudah satu tahun menggunakan bentor sebagai mata pencahariannya. Selama itu, ia mengaku belum pernah kena tilang polisi ataupun penertiban dari Dinas Perhubungan Kota Surabaya.
"Belum pernah, sempat dengar katanya dilarang, tapi saya belum pernah dapat suret tilang atau peringatan," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan Kota Surabaya Irvan Wahyu Drajat, di Surabaya, Jumat, mengaku untuk sementara ini pihaknya memang tidak bisa berlaku banyak dalam melakukan penertiban bagi becak montor, pengusaha kereta kelinci dan juga odong-odong.
"Aturan di pusat masih belum jelas terkait pelarangan bentor, kereta kelinci dan juga odong-odong," katanya.
Namun, lanjut dia, kalau menurut undang-undang angkutan umum, itu menyalahi karena tidak sesuai spesifikasinya. Apalagi juga itukan pelat hitam," kata Irvan.
Becak montor adalah moda transportasi roda dua yang dimodifikasi mnyerupai becak dengan roda tiga. Banyak penarik becak manual yang beralih ke bentor lantaran dianggap lebih efektif lantaran menggunakan mesin dengan bahan bakar bensin.
Meski demikian, lanjut dia, pihaknya mengaku akan siap jika ada arahan dari kelpoisian dalam menetibkan kendaraan tersebut. Sejauh ini pihaknya memang iukut menrtibkan keculi di kampung-kampung yang tidak sampai menimbulkan kemacetan lalu lintas.
"Kadang kami dilema juga, karena masyarakat mengatakan bahwa itu adalah hiburan untuk masyarakat ekknomi lemah, untuk yan odong-dong dan kereta kelinci," ujarnya.
Salah satunya warga Tambaksari Ahmad mengakui adalah penarik becak, tapi begitu bentor marak, ia lalu memodif sepeda motor yang ada di rumah untuk disatukan dengan rangka becak yang ia miliki.
"Kalau narik becak pakai engkolan, jarak tempuhnya lebih pendek, kalau pakai mesin bisa lebih jauh. Tapi biayanya memang lebih mahal karena pakai bahan bakar," kata pria berusia 47 ini.
Ia bisa melayani orang orang yang pulang belanja dari pasar Tambahrejo. Ongkosnya bisa bervariasi, kalau masih dekat, biasanya ia menarif pelanggannya Rp10 ribu sampai Rp15 ribu.
Ia sendiri kurang lebih sudah satu tahun menggunakan bentor sebagai mata pencahariannya. Selama itu, ia mengaku belum pernah kena tilang polisi ataupun penertiban dari Dinas Perhubungan Kota Surabaya.
"Belum pernah, sempat dengar katanya dilarang, tapi saya belum pernah dapat suret tilang atau peringatan," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016