Surabaya (Antara Jatim) - DPRD Kota Surabaya meminta pemerintah kota (pemkot) setempat mengoptimalkan pengawasan eks Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) bukan hanya saat mereka dipulangkan, melainkan sampai berada di lingkungan masyarakat.

"Jangan sampai mereka dipaksa pulang oleh pemerintah lalu tidak bisa bermasyarakat karena ditolak oleh warga," kata Ketua DPRD Surabaya Armuji di Surabaya, Selasa.

Ia juga berharap ada pengertian dari para tokoh masyarakat dan tokoh agama di sekitar rumah tinggal para bekas anggota Gafatar itu.

Di sisi lain, para eks Gafatar yang akan dipulangkan mengaku belum siap dan belum memiliki rencana ke depan setelah kembali ke msyarakat. Mereka juga mengaku takut tidak diterima di lingkungan tempat tinggal mereka.

Jumadi (51) warga Lebak Timur Kenjeran yang merupakan eks Gafatar mengaku belum ada pandangan nantinya akan bekerja apa, sebab saat tiga bulan lalu pergi ke Kalimantan bersama sang istri, ia mengaku sudah menjual asetnya berupa sepeda motor.

Dulu ia hanya kerja serabutan, sehingga dengan suka rela bergabung dengan Gafatar sejak 2011.

"Kami di sana sudah sangat tenang, bertani, beternak. Kami punya lahan 43 hektare yang kami tanami aneka sayuran dan juga kami baru saja beli enam sapi untuk digemukkan, tapi sekarang sudah habis. Kembali ke sini, ada sih rumah tapi belum tahu mau `ngapain` nanti," kata Jumadi.

Hal senada juga disampaikan oleh warga Ngagel yang tidak mau disebutkan namanya. Bapak tiga anak ini mengaku memboyong anak dan istrinya untuk ke Kalimantan pada Oktober lalu. Ia bahkan menjual sepeda motornya sebagai modal patungan beli tanah di sana.

Pria yang biasa berjualan tahu keliling ini mengaku lebih damai hidup di permukiman Gafatar di Mempawah, Kalbar.

"Kami di sana menanam kacang, tomat, kangkung dan aneka sayuran, lahan di sana sudah siap panen saat permukiman kami dibakar. Kami bahkan nggak sempat mikirkan harta, yang kami bawa hanya anak-anak dan pakaian yang melekat di badan," katanya.

Karena sudah kembali ke Surabaya, ia akan kembali ke rumah orang tuanya di Ngagel. Ia mengaku khawatir tidak akan diterima oleh warga sekitar.

"Sekarang belum ada pandangan mau `ngapain`, modal sudah habis, yang di Kalimantan juga sudah habis," katanya.

Sekitar 80 warga Kota Surabaya eks Gafatar yang ditampung sementara di Asrama Transito Surabaya pada Senin (25/1) sore dipulangkan ke keluarganya. Berdasarkan data, ada 208 orang asli Surabaya yang berhasil dibawa dari Kalimantan.

Penjabat Wali Kota Surabaya Nurwiyatno mengatakan dalam upaya pemulangan warga eks Gafatar ini, pemkot akan terus melakukan pengawalan dan juga pembinaan.

Namun demikian, lanjut dia, untuk pengembalian ke keluarga harus dilakuan secara bertahap. Sebab ada warga yang sudah jelas alamatnya dan asli warga Surabaya namun menyatakan belum siap untuk dikembalikan ke keluarganya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016