Tulungagung (Antara Jatim) - Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur merestui keputusan yang diambil masyarakat Desa Gempolan, Kecamatan Pakel perihal pembekuan atau penghentian seluruh aktivitas ibadah jamaah Ahmadiyah di daerah tersebut.
    
"Ini karena Ahmadiyah memang sudah dinyatakan sebagai aliran sesat yang tidak boleh berkembang di wilayah hukum Indonesia," kata Sekretaris MUI Tulungagung, Muhaji Rofi'i di Tulungagung, Kamis.
    
Selama fatwa MUI pusat tersebut belum dicabut, dan pemerintah tidak memberi izin kegiatan organisasi massa/keagamaan Ahmadiyah, Rofi'i menegaskan sikap serupa akan diambil MUI Tulungagung.
    
Selain itu, lanjut dia, pemberian restu terhadap kelompok massa di Desa Gempolan didasarkan pada hasil kesepakatan atau perjanjian yang ditandatangani bersama bahwa warga Ahmadiyah tidak akan pernah lagi menggunakan sarana ibadah (masjid) untuk melakukan kegiatan dakwah/ibadah.
    
"Dulu, kesepakatan bersama antara warga Desa Gempolan dengan jamaah Ahmadiyah adalah untuk tidak lagi menggunakan masjid Ahmadiyah di Desa Gempolan untuk aktivitas ibadah," ujarnya.
    
Temuan warga Desa Gempolan yang kembali mendapati adanya aktivitas ibadah di dalam masjid/mushalla Ahmadiyah yang berlokasi di halaman rumah Ja'far, pengurus Ahmadiyah setempat sepekan lalu, tak pelak membuat warga resah.
    
Terlebih, Ja'far dan Edy, dua kepala keluarga yang diidentifikasi sebagai penganut Ahmadiyah di Tulungagung beberapa kali kedapatan mengundang ustadz untuk mengaji di tempat mereka.
    
"Munculnya kembali aktivitas kelompok Ahmadiyah ini yang kemudian memicu keresahan. Jadi kalau sekarang digunakan lagi, itu melanggar kesepakatan juga fatwa MUI yang menyatakan Ahmadiyah aliran sesat," katanya.
    
Sebelumnya, Pengurus Jamaah Ahmadiyah Jawa Timur, Selasa (19/1), sempat mendatangi perangkat Desa Gempolan, Kabupaten Tulungagung guna mengklarifikasi dugaan intimidasi terhadap dua anggotanya saat penandatanganan surat pernyataan tidak melakukan segala bentuk aktivitas ibadah di masjid/musala Ahmadiyah di desa tersebut.
    
Saat itu, pengurus Ahmadiyah yang datang berjumlah 10 orang dan diterima langsung oleh Kepala Desa Gempolan, Isroful Mustafa yang didampingi sejumlah perangkat desa lain serta Muspika Pakel.
    
Setelah mendapat penjelasan serta klarifikasi langsung dengan dua anggota Ahmadiyah Desa Gempolan atas nama Ja'far dan Edi Susanto, diperoleh konfirmasi bahwa penutupan tempat ibadah milik jamaah Ahmadiyah tidak ada unsur paksaan.
    
Edi dan Ja'far mengakui sukarela menutup masjid/mushala mereka demi menghindari keresahan masyarakat sekitar.(*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016