Banyuwangi (Antara Jatim) - Bertamasya ke perairan Bangsring dan Pulau Tabuhan memiliki makna lebih dari sekadar memuaskan diri dan keluarga atau melepas penat setelah kita sibuk dengan rutinitas.

Mengunjungi lokasi itu sama maknanya dengan kita ikut andil besar dalam menjaga keberlangsungan semangat masyarakat Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi, Jawa Timur, untuk melestarikan ekosistem laut.

Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Bangsring Abdul Aziz kepada Antara menceritakan bagaimana ia dan masyarakat setempat berjuang agar pantai dan laut di wilayah itu tidak kembali berhadapan dengan manusia-manusia perusak.

"Kami semua yang mengelola tempat wisata ini dulunya adalah 'pemain'. Sekarang, kami seperti menebus dosa pada perairan Bangsring yang dulu kami rusak. Sekarang saya berusaha agar wisata ini terus hidup agar orang-orang ini tidak kembali menjadi 'pemain'," katanya kepada Antara saat menemuinya pada Minggu siang, 17 Januari 2016.

Tokoh pemuda Bangsring itu lebih santai bersama sejumlah masyarakat karena pengunjung tidak sebanyak hari-hari sebelumnya. Ia menyebut diri dan koleganya sebagai "pemain" untuk konotasi pelaku perusakan alam.

Aziz dan kawan-kawan adalah pelaku penangkapan ikan dengan bom atau menggunakan potasium dan pengerukan pasir serta batu alam di pantai itu untuk dijual. Bahkan mereka juga mengambil kayu stigi di wilayah Taman Nasional Bali Barat. Mereka juga mencongkel terumbu karang yang merupakan rumah bagi ikan itu untuk dijual.

Beberapa kali Aziz berurusan dengan aparat kepolisian, namun masih selamat dari jeratan hukum.

Diakuinya tidak mudah berjuang menjadikan Bangsring sebagai salah satu jujukan favorit wisatawan seperti saat ini. Bahkan ia pernah berhadapan dengan mertuanya sendiri ketika ia berbalik dari "pemain" menjadi pelopor dalam melestarikan Pantai Bangsring.

"Istri saya pernah bilang saya ini gila. Ini karena saya bersama Pak Sobar yang memang gila, setiap hari menyapu sampah-sampah di pantai agar bersih. Kala itu saya sudah berpikir bahwa pantai ini harus dijaga karena memiliki masa depan pariwisata," katanya.

Sebagai tujuan wisata, Pantai Bangsring sejatinya bukan tempat baru. Di pantai yang dirindangi ratusan pohon kelapa itu sudah ada belasan warga setempat yang berjualan makanan. Mereka melayani masyarakat Banyuwangi yang pelesir ke tempat yang kala itu dikenal sebagai Pantai Kelopoan. Kelopoan berasal dari kata kelapa. 

Kala itu yang datang terbatas hanya wisatawan lokal Banyuwangi. Mereka datang hanya mandi-mandi atau bersantai di pinggir pantai. Kemudian minum air kelapa dan makan-makan. "Hanya sebatas itu," katanya.

Pada 2012, katanya, Pemkab Banyuwangi berencana membangun Pantai Kelopoan menjadi lokasi wisata profesional. Hanya saja 18 warung dan rumah yang sudah bertahun-tahun berada di tempat itu harus dibersihkan.

Sebagai tokoh pemuda dia dimintai bantuan bagaimana membersihkan pantai dari warung-warung sangat sederhana itu. Namun Aziz berpikir, warga tidak boleh dirugikan dengan keluar begitu saja. Ia mencoba mencari data ke pemerintah daerah. 

Betapa terkejutnya ayah dua anak yang hanya tamatan SMA itu menemukan bukti perjanjian yang ditandatangani warga yang bunyinya warga bisa dikeluarkan sewaktu-waktu dari Kelopoan tanpa ganti rugi karena tanah itu kini menjadi milik Pemkab Banyuwangi.

"Tahun 1970-an, belasan warga itu diminta oleh pengelola perkebunan di Kelopoan untuk menjaga lokasi itu, kok sekarang malah mau diusir begitu saja. Akhirnya saya mengajukan proposal bagaimana mereka mendapat ganti rugi," katanya.

Waktu itu terdata ada 27 kepala keluarga dan disetujui dapat ganti rugi Rp5 juta per kepala keluarga. Ternyata Aziz dan warga salah perhitungan. Di tahun 2012, uang Rp5 juta tidak bisa digunakan untuk membeli tanah sekaligus membangun rumah di atasnya.

Jiwa nekat Aziz muncul. Ia memotong tujuh pohon kelapa di Klopoan kemudian digergaji untuk dibagi-bagikan kepada warga agar bisa membangun rumah. Atas perbuatannya itu ia sempat dipanggil oleh pemerintah daerah, namun akhirnya bisa diselesaikan.

"Alhamdulillah, sekarang sudah banyak yang memiliki rumah sendiri. Meskipun demikian, sekarang ada empat keluarga yang saya tampung karena belum punya rumah. Setelah diperjuangkan, mereka tetap bisa berjualan di Pantai Bangsring," kata Aziz.

Pernah suatu ketika ia harus berhadapan dengan penegak hukum karena membela warga yang hendak menjual batu alam. 

"Waktu itu saya berprinsip, kalau mencuri milik negara untuk makan, saya akan lindungi. Tapi kalau mencuri punya orang, jangankan kambing, mencuri satu butir telor pun saya antarkan ke penjara. Tapi itu dulu, sekarang saya sadar bahwa punya negara itu harus dilindungi juga," katanya. 

Kini, kepada warga pemilik warung ia menekankan pentingnya kesadaran kebersihan pantai. Mereka diwajibkan untuk bersih-bersih pantai yang ditetapkan mereka sendiri, yakni setiap Senin dan Jumat.

Untuk urusan kebersihan, Aziz tidak berubah. Ia masih sering turun sendiri untuk memunguti sampah. Karena sungkan, warga lainnya akhirnya ikut serta. Menurutnya, untuk menggerakkan warga, orang lebih percaya perbuatan dari pada perkataan. 

Sekarang untuk kebersihan itu sudah ada petugasnya sendiri, yakni lima pemuda desa. Mereka juga sudah diusulkan menjadi tenaga harian lepas yang digaji oleh pemerintah daerah.

Atas perjuangannya itu, Aziz pernah ditawari oleh pejabat pemerintah daerah untuk menjadi pegawai negeri sipil, namun ia menolak. Alasannya, kalau menjadi PNS, ia akan mengalami kesulitan untuk membela warga perintis wisata Bangsring jika sewaktu-waktu dirugikan oleh penentu kebijakan.

"Saya hanya ingin melihat warga di sini ikut senang jika wisata bahari Bangsring ini berkembang. Kalau saya sendiri tidak menggantungkan hidup dari ini saja. Pernah saya mau mundur dari sini, tapi tidak boleh oleh teman-teman. Ya sudah, saya memang harus terus berjuang di sini," katanya.

Perbincangan kami terus berlanjut. Karena tidak terlalu sibuk melayani pengunjung, Aziz mengajak Antara ke pantai lebih ke utara. Di pantai yang lurus dengan rumah apung itu Aziz menunjukkan rencananya membangun toilet dan kamar mandi untuk memudahkan pengunjung membersihkan diri setelah dari laut. 

"Lokasinya di sini. Meskipun di pantai, airnya tawar," katanya. (*)

Pewarta: Masuki M. Astro

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016