Jakarta, (Antara) - Pesawat AirAsia QZ8501 rute Surabaya-Singapura yang mengalami kecelakan jatuh di perairan Pangkalan Bun 28 Desember 2014 mengalami "stall" atau kehilangan daya angkat, berdasarkan hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Pelaksana Tugas Kepala Sub-Komite Investigasi Kecelakaan Transportasi Penerbangan KNKT Nucahyo Utomo dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa membenarkan pesawat Airbus A320 PK-AXC tersebut mengalami kehilangan daya angkat hingga akhir rekaman kotak hitam "Flight Data Recorder" atau FDR.
"Pengendalian pesawat oleh awak pesawat secara manual selanjutnya menyebabkan pesawat masuk dalam kondisi yang disebut 'upset condition' dab 'stalk' hingga akhir FDR, ini sudah di luar kemampuan pilot," tuturnya.
Nurcahyo menjelaskan pesawat tersebut seolah-olah dalam kondisi cuaca buruk karena sayap mengalami "stall" atau kehilangan daya angkat.
"Pesawat tidak bisa ditukikan ke bawah karena bagian belakang sudah kehilangan daya angkat," ungkapnya.
Nurcahyo menjelaskan pesawat tersebut berangkat dari Bandara Juanda pukul 05.35 WIB dan sejak 06.01 WIB, FDR mencatat terjadi empat kali aktivasi tanda peringatan (master caution) yang disebabkan terjadinya gangguan pada sistem "rudder travel limiter" (RTL).
"Gangguan ini juga mengaktifkan 'electronic centralized aircraft monitoring' (ECAM) berupa pesan AUTO FLT RUD TRV LIM SYS," katanya.
Berdasarkan pesan tersebut, lanjut dia, awak pesawat melaksanakan perintah sesuai dengan langkah-langkah yang tertera pada ECAM.
"Gangguan pada sistem RTL bukan lah suatu yang membahayakan," ujarnya.
Dia mengatakan gangguan keempat terjadi pada pukul 06.15 WIB dan FDR mencatat penunjukan berbeda dengan tiga gangguan sebelumnya, namun menunjukkan kesamaan dengan kejadian pada 24 Desember 2014 saat pesawat masih di darat ketika "Circuit Breaker" (CB) dari "flight augmentation computer" (FAC) diatur ulang (reset).
Nurcahyo menambahkan tindakan awak pesawat setelah gangguan keempat tersebut mengaktifkan tanda peringatan kelima yang memunculkan pesan di ECAM berupa AUTO FLT FAC 1 FAULT dab keenam yang memunculkan pesab di ECAM berupa AUTO FLT FAC 1+2 FAULT.
"Setelah pesan tersebut, auto-pilot dan atu-thrust tidak aktif, sistem kendali 'fly by wire' pesawat berganti dari 'normal law' ke 'alternate law' di mana beberapa proteksi tidak aktif," paparnya.
Dia mengatakan pengendalian pesawat oleh awak pesawat secara manual selanjutnya menyebabkan pesawat masuk dalam kondisi "upset conditions", artinya di luar kondisi normal dengan sudut kemiringan lebih dari 25 derajat "nose up" dan 10 derajat "nose down".
Pesawat tersebut terbang dengan ketinggian 32.000 kaki di atas permukaan laut dan mengangkut 162 orang yang terdiri dari dua pilot, empat awak kabin dan 156 penumpang termasuk seorang teknisi.
Dalam pesawat tersebut, pimpinan penerbangan (captain pilot) bertindak sebagai pilot monitoring dan co-pilot bertindak sebagai "pilot flying".(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
Pelaksana Tugas Kepala Sub-Komite Investigasi Kecelakaan Transportasi Penerbangan KNKT Nucahyo Utomo dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa membenarkan pesawat Airbus A320 PK-AXC tersebut mengalami kehilangan daya angkat hingga akhir rekaman kotak hitam "Flight Data Recorder" atau FDR.
"Pengendalian pesawat oleh awak pesawat secara manual selanjutnya menyebabkan pesawat masuk dalam kondisi yang disebut 'upset condition' dab 'stalk' hingga akhir FDR, ini sudah di luar kemampuan pilot," tuturnya.
Nurcahyo menjelaskan pesawat tersebut seolah-olah dalam kondisi cuaca buruk karena sayap mengalami "stall" atau kehilangan daya angkat.
"Pesawat tidak bisa ditukikan ke bawah karena bagian belakang sudah kehilangan daya angkat," ungkapnya.
Nurcahyo menjelaskan pesawat tersebut berangkat dari Bandara Juanda pukul 05.35 WIB dan sejak 06.01 WIB, FDR mencatat terjadi empat kali aktivasi tanda peringatan (master caution) yang disebabkan terjadinya gangguan pada sistem "rudder travel limiter" (RTL).
"Gangguan ini juga mengaktifkan 'electronic centralized aircraft monitoring' (ECAM) berupa pesan AUTO FLT RUD TRV LIM SYS," katanya.
Berdasarkan pesan tersebut, lanjut dia, awak pesawat melaksanakan perintah sesuai dengan langkah-langkah yang tertera pada ECAM.
"Gangguan pada sistem RTL bukan lah suatu yang membahayakan," ujarnya.
Dia mengatakan gangguan keempat terjadi pada pukul 06.15 WIB dan FDR mencatat penunjukan berbeda dengan tiga gangguan sebelumnya, namun menunjukkan kesamaan dengan kejadian pada 24 Desember 2014 saat pesawat masih di darat ketika "Circuit Breaker" (CB) dari "flight augmentation computer" (FAC) diatur ulang (reset).
Nurcahyo menambahkan tindakan awak pesawat setelah gangguan keempat tersebut mengaktifkan tanda peringatan kelima yang memunculkan pesan di ECAM berupa AUTO FLT FAC 1 FAULT dab keenam yang memunculkan pesab di ECAM berupa AUTO FLT FAC 1+2 FAULT.
"Setelah pesan tersebut, auto-pilot dan atu-thrust tidak aktif, sistem kendali 'fly by wire' pesawat berganti dari 'normal law' ke 'alternate law' di mana beberapa proteksi tidak aktif," paparnya.
Dia mengatakan pengendalian pesawat oleh awak pesawat secara manual selanjutnya menyebabkan pesawat masuk dalam kondisi "upset conditions", artinya di luar kondisi normal dengan sudut kemiringan lebih dari 25 derajat "nose up" dan 10 derajat "nose down".
Pesawat tersebut terbang dengan ketinggian 32.000 kaki di atas permukaan laut dan mengangkut 162 orang yang terdiri dari dua pilot, empat awak kabin dan 156 penumpang termasuk seorang teknisi.
Dalam pesawat tersebut, pimpinan penerbangan (captain pilot) bertindak sebagai pilot monitoring dan co-pilot bertindak sebagai "pilot flying".(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015