Gianyar (Antara) - Sumbangan "darah segar" Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) dari mancanegara sangat dibutuhkan guna memperbaiki kualitas genetik burung itu, yang kini kondisi di alam cukup kritis, kata pejabat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Jadi, jika setelah Yokohama, Jepang, mengembalikan 120 ekor 'curik bali' ke Indonesia, dan kini Eropa juga menawarkan pengembalian ke Indonesia, tentu itu semua akan membantu pengembalian satwa endemik ini di habitat alaminya dengan kualitas genetik yang baik," kata Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Tahrir Fathoni di Gianyar, Provinsi Bali, Jumat.

Tahrir mengemukakan itu usai membuka lokakarya antarbangsa "curik bali" dengan tema "Conservation of Bali Mynah (Leucopsar rothschildi): in The Past, Present and Future" yang diikuti ratusan pemangku kepentingan yang terdiri atas pegiat konservasi dunia dan Tanah Air.

Ia menegaskan bahwa selain dari dalam negeri, maka "darah segar" dari negara lain yang juga telah berhasil dalam konservasi satwa yang juga dikenal dengan jalak bali itu akan memperkaya variasi genetik burung itu.

Kegiatan yang berlangsung hingga Minggu (4/10) itu dibuka Dirjen KSDAE, dan dihadiri Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Bali Putu Sumantra mewakili Gubernur Bali, Ketua Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB) Tony Sumampau, Kepala Taman Nasional Bali Barat (TNBB) Tedi Setiadi, Raja Klungkung Ida Dalem Semalapura, pemuka agama Ida Pedanda Gde Made Agung, dan wakil dari Polda Bali serta Ketua Conservation Breeding Specialits Group (CBSG) Indonesia Jansen Manansang.

Menurut Tahrir Fathoni konservasi di luar negeri, seperti di Jepang melalui Pemerintah Yokohama City dengan "Yokohama Preservation and Research Center" (YPRC) telah menghasilkan kualitas genetik yang baik dan terdata dengan baik, sehingga pengembalian "curik" bali ke Indonesia akan memperbaiki kualitas burung itu yang ada di Indonesia.

Untuk itu, rencana pengembalian dari Eropa dan ke depan dari negara lain, tentu disambut baik dalam rangka mengembalikan status "curik" bali yang kritis di habitat alam.

Pada bagian lain, ia juga sangat mendukung rencan dan program untuk memperbanyak munculnya penangkar-penangkar baru melalui konservasi "ex-situ" (di luar habitat alami).

"Kami mendukung usulan pemuka agama dan adat di Bali untuk menambah penangkar baru, khususnya di Bali ini, sehingga jika habitat di alam semakin banyak akan mengurangi pencurian satwa ini," ucapnya, menegaskan.

Ketua APCB Tony Sumampau mengemukakan bahwa pada 2004 jumlah di alam satwa itu, yakni di TNBB hanya 5 ekor, sedangkan di penangkaran masyarakat sekitar 300 ekor.

Atas kondisi itu, maka dijalin kerja sama dengan YPRC, Jepang, dan kemudian lahir konsorsium pegiat konservasi hingga lahir APCB yang menjadi wadah bersama untuk membahas persoalan terkait burung itu.

Dalam perkembangannya, kata dia, upaya konservasi itu berjalan baik sehingga saat ini telah dilepasliarkan sekurangnya 200 ekot di alam TNBB, sedangkan di masyarakat penangkar sudah mencapai 3.000 lebih.

Sementara itu, baik Raja Klungkung Ida Dalem Semalapura, pemuka agama Ida Pedanda Gde Made Agung memberikan komitmen masyarakat adat di Bali dapat dilibatkan untuk upaya konservasi itu.

Keduanya juga sepakat bahwa "banjirnya" burung itu akan mengurangi praktik pencurian di alam. "Jika di seluruh Bali nanti populasinya banyak, siapa lagi yang akan memperjual-belikan? kata Ida Pedanda Gde Made Agung.

Lokakarya itu diselenggarakan bersama sejumlah pihak, di antaranya Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian LHK, Taman Safari Indonesia Group, Burung Indonesia, Bali Mynah Conservation Society.

Selain itu, juga diikuti IUCN Species Survival Commission (SSC) dan Asian Species Action Partnership (ASAP)."International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources" (IUCN) adalah organisasi internasional yang mengatur tentang konservasi atau perlindungan sumber daya alam dan hutan.

Di samping itu, Asosiasi Kebun Binatang dan Aquaria Eropa (EAZA) dan Threatened Asian Songbird Alliance.

Kegiatan itu juga dihadiri pemangku kepentingan terkait, seperti peneliti LIPI dan perguruan tinggi, unsur TNBB dan juga para penangkar dari berbagai daerah di Indonesia.

Mengenai tujuan utama lokakarya, menurut Tony Sumampau adalah dibutuhkannya satu kesepakatan mengenai pelepasliaran "curik" bali di alam yang dapat disetujui oleh internasional di TNBB, serta kemungkinan mewacanakan adanya alternatif lain di luar taman nasional.

"Isu-isu itu akan dibahas bersama seluruh pemangku kepentingan terkait 'curik' bali ini," tuturnya. (*)

Pewarta: Andi Jauhari

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015