Banyuwangi (Antara Jatim) - Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, mengerahkan sembilan dokter spesialis untuk menangani tenaga kerja wanita (TKW) Sugiayem yang koma saat bekerja di Taiwan.
Ketua tim dokter yang memimpin pemulihan Sugiayem, dr Heri Subiakto, SpPD, di Banyuwangi, Rabu menjelaskan begitu tiba Sugiayem langsung ditempatkan di ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Blambangan untuk mendapatkan perawatan.
"Sebanyak sembilan dokter spesialis untuk menangani TKW asal Desa Karangdoro, Kecamatan Tegalsari, tersebut, antara lain dokter bedah, dokter anastesi, dokter syaraf, dokter ginekolog, dokter kulit dan kelamin, dokter spesialis penyakit dalam, dan dokter spesialis paru. Selain itu tim ini juga dilengkapi dengan tenaga paramedis keperawatan," katanya.
Heri Subiakto mengatakan saat tiba di Banyuwangi, kondisi TKW tersebut dalam kesadaran yang rendah dan sulit berkomunikasi. Bahkan Sugiayem juga sempat mengalami kejang dan kondisi badannya panas.
Dari catatan rekam medis yang dikeluarkan rumah sakit di Taiwan, kata dia, diketahui kalau Sugiayem menderita "multiple brain lesion", "multipleslerosis" dan "glioma".
"Dalam jaringan otaknya terdapat pengendapan yang banyak. Selain itu juga dari hasil MRI terdapat tumor pada jaringan penyangga syaraf. Dengan kondisi demikian menyebabkan tekanan dalam rongga otak bertambah hingga berkontribusi dalam menimbulkan kejang dan menurunnya kesadaran," kata Heri saat jumpa pers mengenai kondisi TKW Sugiayem.
Ia juga mengungkapkan kalau Sugiayem telah menjalani perawatan di RS Taiwan selama empat bulan. Akibat penyakit yang telah lama diidapnya tersebut akhirnya terjadi komplikasi penyakit pada tubuh Sugiayem, seperti infeksi paru-paru, infeksi saluran kencing dan timbul ulkus atau luka pada punggung yang telah mencapai grade 4.
"Saat ini kami fokus untuk melakukan perawatan terhadap penyakit-penyakit tersebut. Karena untuk melakukan tindakan terhadap penyakit utamanya yang menyerang otak dengan operasi, kondisi tubuhnya harus dipulihkan sampai stabil dan siap," ujarnya.
Karena kondisi yang belum stabil itu pulalah, turur dia, selama menjalani perawatan di Taiwan, Sugiayem belum sempat dioperasi.
Direktur RSUD Blambangan dr Taufik Hidayat, SpAnd menyatakan pihaknya akan melakukan yang terbaik bagi pasien Sugiayem. "Sejak diberi kabar kepulangan Sugiayem, kami sudah menyiapkan diri. Kami upayakan yang terbaik. Bagi kami tidak peduli mereka pekerja ilegal atau resmi, mereka kami anggap bagian masyarakat yang membutuhkan perawatan," katanya.
Sementara itu terkait kondisi Sugiayem yang jatuh sakit saat di Taiwan, Kabid Tenaga Kerja Kamar Dagang Ekonomi Indonesai (KDEI) di Taipei Devriel Sogia mengatakan, dari hasil pemeriksaan oleh pihak berwenang tidak ditemukan tindakan kekerasan yang dialami oleh perempuan berusia 36 tahun tersebut.
"Awalnya pada tanggal 29 Mei 2015 Sugiayem datang ke kantor KDEI untuk meminta dipulangkan ke Indonesia. Saat itu kami meminta dia untuk segera ke kantor imigrasi mengurus kepulangannya, namun ternyata pada 3 Juni kami dapat kabar dari rumah sakit setempat bahwa per 1 Juni Sugiayem telah dirawat," katanya dalam keterangan tertulis Pemkab Banyuwangi.
Dua hari kemudian, pihaknya menjenguk Sugiayem dan berdasarkan keterangan rumah sakit ada penyumbatan di otaknya. Sejak dirawat kondisi Sugiayem tidak stabil. Kondisi itu yang menyebabkan kepulangannya baru bisa dilakukan saat ini.
Devriel menuturkan Sugiayem tercatat berangkat ke Taiwan melalui jalur resmi sejak tahun 2011. Namun sekitar tahun 2013 Sugiayem melarikan diri dari majikannya.
"Sesuai peraturan pemerintah Taiwan kalau sudah lepas dari majikan maka seorang TKI tidak lagi dicover asuransi kesehatan dan perlindungan dari yang mempekerjakan. Makanya selama perawatan dia tidak dicover asuransi," kata dia.
Hukum di Taiwan, kata Devriel, mengatur masalah tenaga kerja asing dengan ketat. Salah satunya bagi tenaga kerja yang melarikan diri dari majikannya dalam kurun 3 x 24 jam maka dia tidak lagi memiliki sejumlah hak. Mulai dari hilangnya asuransi hingga lepasnya tanggung jawab dari majikan terhadap hal yang menimpa pekerjanya.
"Bukan hanya pekerja yang diberi sanksi namun pihak agen penyalur akan ditunda izinnya jika 10 persen dari pekerja yang disalurkan ternyata melarikan diri. Begitu juga dengan majikan di Taiwan, kalau sampai ada keluhan yang masuk, dan terbukti pihak majikan bersalah, maka akan dimasukkan 'watch list'. Mereka tidak akan bisa memakai tenaga kerja dari Indonesia lagi. Hukum di sana sangat ketat mengatur tenaga kerja," ujar Devriel. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
Ketua tim dokter yang memimpin pemulihan Sugiayem, dr Heri Subiakto, SpPD, di Banyuwangi, Rabu menjelaskan begitu tiba Sugiayem langsung ditempatkan di ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Blambangan untuk mendapatkan perawatan.
"Sebanyak sembilan dokter spesialis untuk menangani TKW asal Desa Karangdoro, Kecamatan Tegalsari, tersebut, antara lain dokter bedah, dokter anastesi, dokter syaraf, dokter ginekolog, dokter kulit dan kelamin, dokter spesialis penyakit dalam, dan dokter spesialis paru. Selain itu tim ini juga dilengkapi dengan tenaga paramedis keperawatan," katanya.
Heri Subiakto mengatakan saat tiba di Banyuwangi, kondisi TKW tersebut dalam kesadaran yang rendah dan sulit berkomunikasi. Bahkan Sugiayem juga sempat mengalami kejang dan kondisi badannya panas.
Dari catatan rekam medis yang dikeluarkan rumah sakit di Taiwan, kata dia, diketahui kalau Sugiayem menderita "multiple brain lesion", "multipleslerosis" dan "glioma".
"Dalam jaringan otaknya terdapat pengendapan yang banyak. Selain itu juga dari hasil MRI terdapat tumor pada jaringan penyangga syaraf. Dengan kondisi demikian menyebabkan tekanan dalam rongga otak bertambah hingga berkontribusi dalam menimbulkan kejang dan menurunnya kesadaran," kata Heri saat jumpa pers mengenai kondisi TKW Sugiayem.
Ia juga mengungkapkan kalau Sugiayem telah menjalani perawatan di RS Taiwan selama empat bulan. Akibat penyakit yang telah lama diidapnya tersebut akhirnya terjadi komplikasi penyakit pada tubuh Sugiayem, seperti infeksi paru-paru, infeksi saluran kencing dan timbul ulkus atau luka pada punggung yang telah mencapai grade 4.
"Saat ini kami fokus untuk melakukan perawatan terhadap penyakit-penyakit tersebut. Karena untuk melakukan tindakan terhadap penyakit utamanya yang menyerang otak dengan operasi, kondisi tubuhnya harus dipulihkan sampai stabil dan siap," ujarnya.
Karena kondisi yang belum stabil itu pulalah, turur dia, selama menjalani perawatan di Taiwan, Sugiayem belum sempat dioperasi.
Direktur RSUD Blambangan dr Taufik Hidayat, SpAnd menyatakan pihaknya akan melakukan yang terbaik bagi pasien Sugiayem. "Sejak diberi kabar kepulangan Sugiayem, kami sudah menyiapkan diri. Kami upayakan yang terbaik. Bagi kami tidak peduli mereka pekerja ilegal atau resmi, mereka kami anggap bagian masyarakat yang membutuhkan perawatan," katanya.
Sementara itu terkait kondisi Sugiayem yang jatuh sakit saat di Taiwan, Kabid Tenaga Kerja Kamar Dagang Ekonomi Indonesai (KDEI) di Taipei Devriel Sogia mengatakan, dari hasil pemeriksaan oleh pihak berwenang tidak ditemukan tindakan kekerasan yang dialami oleh perempuan berusia 36 tahun tersebut.
"Awalnya pada tanggal 29 Mei 2015 Sugiayem datang ke kantor KDEI untuk meminta dipulangkan ke Indonesia. Saat itu kami meminta dia untuk segera ke kantor imigrasi mengurus kepulangannya, namun ternyata pada 3 Juni kami dapat kabar dari rumah sakit setempat bahwa per 1 Juni Sugiayem telah dirawat," katanya dalam keterangan tertulis Pemkab Banyuwangi.
Dua hari kemudian, pihaknya menjenguk Sugiayem dan berdasarkan keterangan rumah sakit ada penyumbatan di otaknya. Sejak dirawat kondisi Sugiayem tidak stabil. Kondisi itu yang menyebabkan kepulangannya baru bisa dilakukan saat ini.
Devriel menuturkan Sugiayem tercatat berangkat ke Taiwan melalui jalur resmi sejak tahun 2011. Namun sekitar tahun 2013 Sugiayem melarikan diri dari majikannya.
"Sesuai peraturan pemerintah Taiwan kalau sudah lepas dari majikan maka seorang TKI tidak lagi dicover asuransi kesehatan dan perlindungan dari yang mempekerjakan. Makanya selama perawatan dia tidak dicover asuransi," kata dia.
Hukum di Taiwan, kata Devriel, mengatur masalah tenaga kerja asing dengan ketat. Salah satunya bagi tenaga kerja yang melarikan diri dari majikannya dalam kurun 3 x 24 jam maka dia tidak lagi memiliki sejumlah hak. Mulai dari hilangnya asuransi hingga lepasnya tanggung jawab dari majikan terhadap hal yang menimpa pekerjanya.
"Bukan hanya pekerja yang diberi sanksi namun pihak agen penyalur akan ditunda izinnya jika 10 persen dari pekerja yang disalurkan ternyata melarikan diri. Begitu juga dengan majikan di Taiwan, kalau sampai ada keluhan yang masuk, dan terbukti pihak majikan bersalah, maka akan dimasukkan 'watch list'. Mereka tidak akan bisa memakai tenaga kerja dari Indonesia lagi. Hukum di sana sangat ketat mengatur tenaga kerja," ujar Devriel. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015