Surabaya (Antara Jatim) - Seniman Amang Mawardi memaparkan bahwa sejarah Festival Seni Surabaya (FSS) lewat sebuah tulisan yang dirangkum lewat karya bukunya berjudul  "Dalam Lintasan Seni".

"Ada di dalamnya saya ceritakan asal mula digelarnya FSS dan semoga menjadi motivasi bagi siapa saja," ujarnya kepada wartawan di sela bedah bukunya di Gedung Sawunggaling, Kompleks Taman Budaya Jatim, Jalan Genteng Kali Surabaya, Sabtu.

Lewat buku, kata seniman yang juga wartawan tersebut, diceritakan bahwa FSS bermula dari Parade Seni WR Supratman sejak 1994, dan kemudian berkembang menjadi festival seni tahunan kebanggaan warga "Kota Pahlawan" bertaraf internasional hingga 2011.

"Bahkan, sebenarnya ini hasil dari perjalanan delegasi seniman Jatim yang melakukan studi banding ke luar negeri saat itu," ucapnya.

Secara khusus pada bab 3 dari halaman 87 hingga 138 di bukunya, seniman yang konsentrasi di bidang penyair dan teater itu mengulas bagaimana delegasi seniman Jatim benar-benar belajar mengkonsep sebuah festival seni yang mencitrakan profesionalisme bertaraf internasional.

Ia memaparkan bahwa seniman teater tidak boleh cengeng soal gedung pertunjukan yang di Surabaya hingga kini memang belum bisa dikatakan representatif, termasuk belajar bagaimana memajang lukisan, hingga mempromosikan sebuah fesival dengan membagikan tabloid di jalanan.

Kesuksesan FSS ini diceritakannya pada halaman 102 bahwa seorang "Nude Performance Artist" asal Australia sampai merengek agar bisa diundang di perhelatan FSS.

"Delegasi Seniman ini berangkat keluar negeri melakukan studi banding dengan biaya sendiri. Ya, sebagian ditunjang oleh pejabat Pemprov Jatim dan Pemkot Surabaya yang menyumbang secara perorangan," katanya.

Pemkot Surabaya, lanjut dia, kemudian menyokong perhelatan tahunan FSS yang tergolong sukses dan menjadi ikon kesenian Kota Surabaya dengan menganggarkan melalui APBD sedikitnya Rp 150 juta per tahun.  

"Tapi kini menjadi ironis karena FSS sudah tidak ada lagi sejak 2011, serta tak adanya lagi sokongan dana dari pemerintah setempat," katanya.

Sementara itu, Pengamat Buku, Djoko Pitono, menyebut buku karya Amang Mawardi ini merupakan satu dari sedikit buku yang berbicara tentang promosi seni dalam negeri.

Secara terang-terangan ia juga memuji politisi yang juga anggota DPR RI, Henky Kurniadi, karena sebagai pemilik penerbitan Henk Publica, bersedia menerbitkan buku tentang seni karya Amang Mawardi ini.

"Beruntung pula Pak Henky atas kedekatannya dengan dunia seni, termasuk orang-orang yang bergelut dengan seni. Karena seni, termasuk sastra, akan menjaga pikiran dan hatinya dan juga membersihkannya," katanya. (*)

Pewarta: Fiqih Arfani

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015