Trenggalek (Antara Jatim) - Politisi Partai Golkar yang menjadi terpidana korupsi akuisisi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Prima Durenan, Trenggalek, Jawa Timur, Sukono dipastikan menerima putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya yang memvonisnya tiga tahun penjara dan denda Rp50 juta.
"Klien kami tidak mengajukan banding, karena sejak awal dia kooperatif dan mengakui kesalahan yang dilakukannya," kata tim kuasa hukum terpidana Sukono, Haris Yudianto di Trenggalek, Rabu.
Sekalipun putusan tersebut dirasa tidak adil mengingat Sukono hanya sebagai perantara dan bukan otak tindak pidana korupsi tersebut, Haris menegaskan kliennya siap menjalani proses hukum tersebut.
Termasuk upaya banding yang kini tengah diajukan pihak jaksa penuntut umum ke Pengadilan Tinggi Jatim.
"Masalahnya, kasus korupsi di DPRD itu tidak mungkin berdiri sendiri. Kasus itu melibatkan banyak pihak dan bersifat berjamaah, tapi kenapa hanya klien kami yang dijadikan korban, ini yang dirasa ada ketidakadilan hukum," kata Haris.
Haris bersikukuh, kasus dan data terkait korupsi dalam akuisisi BPR Prima yang melibatkan puluhan anggota dewan, pejabat dan mantan pejabat Pemkab Trenggalek sudah disampaikan terpidana Sukono, baik saat penyidikan maupun dalam persidangan.
Soal bagaimana tindak lanjut dan pencarian alat bukti petunjuk, kata Haris, itu menjadi tugas jaksa untuk menelusuri.
"Fakta sudah diungkap, tidak ada alasan jaksa kesulitan mencari bukti petunjuk atau alat bukti sehingga penerima dana suap, termasuk otak korupsi bisa terseret ke pengadilan," tandasnya.
Diberitakan, jaksa mengajukan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang menjatuhkan vonis tiga tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider dua bulan kurungan terhadap mantan pimpinan DPRD Trenggalek, Sukono, dalam kasus korupsi Bank Trenggalek.
Secara formal, naskah memori banding secara resmi kami ajukan Senin (10/8).
Menurut Kasi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Trenggalek, Muhammad Adri Kahamuddin, tim JPU menilai terpidana kasus penggelembungan anggaran proyek akuisisi BPR Prima Durenan menjadi bank daerah tersebut tetap melanggar pasal 12B ayat 1 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi.
Selain pihaknya bersikukuh jika terpidana memang bersalah sebagaimana risalah tuntutan.
"Kami tetap yakin jika dia melanggar pasal di atas," tandasnya.
Ketidakpuasan atas vonis majelis hakim kemudian direspon kejaksaan dengan mengajukan memori banding.
Dugaan korupsi dengan cara menggelembungkan nilai akuisisi BPR Prima Durenan pada 2007 sebesar RpRp1,87 miliar dan setoran modal awal sebesar Rp1,87 miliar (total Rp2,3 miliar), terbongkar setelah kejaksaan menemukan bukti transaksi pengembalian uang ke rekening pejabat.
Selain Sukono, tiga oknum pejabat daerah lain telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka dan segera masuk ke kursi pesakitan (Pengadilan Tipikor), yaitu mantan Asisten I Setda Trenggalek, Subro Muhsi Samsuri yang sempat menjadi buron kejaksaan, serta mantan Direktur PDAU Trenggalek, Gatot Purwanto, dan mantan Kepala BPKAD yang kini menjabat Sekda Trenggalek, Ali Mustofa. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
"Klien kami tidak mengajukan banding, karena sejak awal dia kooperatif dan mengakui kesalahan yang dilakukannya," kata tim kuasa hukum terpidana Sukono, Haris Yudianto di Trenggalek, Rabu.
Sekalipun putusan tersebut dirasa tidak adil mengingat Sukono hanya sebagai perantara dan bukan otak tindak pidana korupsi tersebut, Haris menegaskan kliennya siap menjalani proses hukum tersebut.
Termasuk upaya banding yang kini tengah diajukan pihak jaksa penuntut umum ke Pengadilan Tinggi Jatim.
"Masalahnya, kasus korupsi di DPRD itu tidak mungkin berdiri sendiri. Kasus itu melibatkan banyak pihak dan bersifat berjamaah, tapi kenapa hanya klien kami yang dijadikan korban, ini yang dirasa ada ketidakadilan hukum," kata Haris.
Haris bersikukuh, kasus dan data terkait korupsi dalam akuisisi BPR Prima yang melibatkan puluhan anggota dewan, pejabat dan mantan pejabat Pemkab Trenggalek sudah disampaikan terpidana Sukono, baik saat penyidikan maupun dalam persidangan.
Soal bagaimana tindak lanjut dan pencarian alat bukti petunjuk, kata Haris, itu menjadi tugas jaksa untuk menelusuri.
"Fakta sudah diungkap, tidak ada alasan jaksa kesulitan mencari bukti petunjuk atau alat bukti sehingga penerima dana suap, termasuk otak korupsi bisa terseret ke pengadilan," tandasnya.
Diberitakan, jaksa mengajukan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang menjatuhkan vonis tiga tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider dua bulan kurungan terhadap mantan pimpinan DPRD Trenggalek, Sukono, dalam kasus korupsi Bank Trenggalek.
Secara formal, naskah memori banding secara resmi kami ajukan Senin (10/8).
Menurut Kasi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Trenggalek, Muhammad Adri Kahamuddin, tim JPU menilai terpidana kasus penggelembungan anggaran proyek akuisisi BPR Prima Durenan menjadi bank daerah tersebut tetap melanggar pasal 12B ayat 1 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi.
Selain pihaknya bersikukuh jika terpidana memang bersalah sebagaimana risalah tuntutan.
"Kami tetap yakin jika dia melanggar pasal di atas," tandasnya.
Ketidakpuasan atas vonis majelis hakim kemudian direspon kejaksaan dengan mengajukan memori banding.
Dugaan korupsi dengan cara menggelembungkan nilai akuisisi BPR Prima Durenan pada 2007 sebesar RpRp1,87 miliar dan setoran modal awal sebesar Rp1,87 miliar (total Rp2,3 miliar), terbongkar setelah kejaksaan menemukan bukti transaksi pengembalian uang ke rekening pejabat.
Selain Sukono, tiga oknum pejabat daerah lain telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka dan segera masuk ke kursi pesakitan (Pengadilan Tipikor), yaitu mantan Asisten I Setda Trenggalek, Subro Muhsi Samsuri yang sempat menjadi buron kejaksaan, serta mantan Direktur PDAU Trenggalek, Gatot Purwanto, dan mantan Kepala BPKAD yang kini menjabat Sekda Trenggalek, Ali Mustofa. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015