Trenggalek (Antara Jatim) - Sebanyak 39 desa di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur diidentifikasi sebagai daerah paling rawan mengalami bencana kekeringan sebagai dampak badai El Nino yang melanda kawasan Asia Tenggara hingga menyebabkan kemarau lebih panjang.
"Semua dipicu gejala El Nino yang bakal melanda beberapa wilayah di Indonesia," terang Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Trenggalek, Djoko Rusianto di Trenggalek, Sabtu.
Ia mengatakan kekeringan terutama berdampak pada pasokan air tanah untuk lahan-lahan pertanian di daerah itu.
"Kekeringan memang masih menjadi ancaman, terutama ke sektor pertanian karena pasokan air diprediksi menyusut drastis," ujarnya.
Menurut Joko, apa yang terjadi saat ini merupakan siklus yang setiap saat bisa terjadi, sehingga pihaknya mengimbau warga agar mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan, khususnya mengantisipasi wilayah-wilayah yang selama ini menjadi "langganan" (terdampak) bencana kekeringan.
Tahun ini (2015), ungkap Joko, sebenarnya jumlah area terdampak kekeringan di Trenggalek menurun atau lebih sedikit dibandingkan dengan tahun lalu.
Jika pada 2014 jumlah desa yang dilada kekeringan mencapai 49 perkampungan, tahun ini jumlahnya menurun menjadi 39 desa.
Estimasi itu, menurut keterangan Joko, merupakan hasil dari rapat koordinasi di BPBD Jawa Timur beberapa waktu sebelumnya, mengingat ada beberapa wilayah yang hampir pasti tidak terkena lagi lantaran sudah ada pipanisasi.
"Tersebar di 13 kecamatan yang berpotensi terkena," ungkapnya.
Dari 13 daerah itu, Kecamatan Panggul masih merupakan wilayah yang berpotensi kekeringan paling banyak, yakni enam desa.
Sedangkan peringkat kedua ditempati Kecamatan Suruh dengan lima wilayah yang berpotensi kekeringan.
"Dengan adanya hal ini, mau tidak mau instansi yang berada di Jalan Kanjengjimat, Desa Rejowinangun, Kecamatan Trenggalek harus segera mempersiapkan diri," kata Joko.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
"Semua dipicu gejala El Nino yang bakal melanda beberapa wilayah di Indonesia," terang Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Trenggalek, Djoko Rusianto di Trenggalek, Sabtu.
Ia mengatakan kekeringan terutama berdampak pada pasokan air tanah untuk lahan-lahan pertanian di daerah itu.
"Kekeringan memang masih menjadi ancaman, terutama ke sektor pertanian karena pasokan air diprediksi menyusut drastis," ujarnya.
Menurut Joko, apa yang terjadi saat ini merupakan siklus yang setiap saat bisa terjadi, sehingga pihaknya mengimbau warga agar mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan, khususnya mengantisipasi wilayah-wilayah yang selama ini menjadi "langganan" (terdampak) bencana kekeringan.
Tahun ini (2015), ungkap Joko, sebenarnya jumlah area terdampak kekeringan di Trenggalek menurun atau lebih sedikit dibandingkan dengan tahun lalu.
Jika pada 2014 jumlah desa yang dilada kekeringan mencapai 49 perkampungan, tahun ini jumlahnya menurun menjadi 39 desa.
Estimasi itu, menurut keterangan Joko, merupakan hasil dari rapat koordinasi di BPBD Jawa Timur beberapa waktu sebelumnya, mengingat ada beberapa wilayah yang hampir pasti tidak terkena lagi lantaran sudah ada pipanisasi.
"Tersebar di 13 kecamatan yang berpotensi terkena," ungkapnya.
Dari 13 daerah itu, Kecamatan Panggul masih merupakan wilayah yang berpotensi kekeringan paling banyak, yakni enam desa.
Sedangkan peringkat kedua ditempati Kecamatan Suruh dengan lima wilayah yang berpotensi kekeringan.
"Dengan adanya hal ini, mau tidak mau instansi yang berada di Jalan Kanjengjimat, Desa Rejowinangun, Kecamatan Trenggalek harus segera mempersiapkan diri," kata Joko.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015