Marhaban ya Ramadhan... Selamat datang bulan puasa Ramadhan 1436 Hijriah...

Beberapa hari lagi, umat Islam memasuki bulan puasa 1 Ramadhan 1436 Hijriah, yang berdasarkan penanggalan umum bertepatan dengan hari Kamis, 18 Juni 2015. Artinya, pada hari Rabu (17/6) malam, umat Islam sudah menjalankan ibadah Shalat Tarawih, dan dini harinya dilanjutkan dengan makan sahur untuk memulai puasa.

Sejak beberapa hari lalu, umat Islam seperti di Jawa Timur, umumnya sudah sibuk menyambut datangnya bulan Ramadhan. Mulai kerja bakti bersih-bersih masjid/mushalla, rapat takmir atau pengurus masjid menentukan waktu mengadakan tradisi "munggahan" bersama di masjid, kirim doa leluhur/arwah di masjid-masjid, hingga menyiapkan waktu menjalankan tradisi nyekar makam leluhur.

Selain itu merancang jadwal pengaturan imam dan bilal yang bertugas saat Shalat Tarawih selama sebulan pada Ramadhan mendatang, hingga tradisi mandi untuk membersihkan diri di perairan-perairan umum, termasuk di pantai, sekaligus rekreasi terakhir sebelum memasuki ibadah Ramadhan.

Sampai Minggu (14/6) pagi, bahkan masih berlangsung kegiatan olahraga jalan santai yang cukup menguras energi, seperti yang dipusatkan di Lapangan SMAN 1 di Kaweron, Talun, Kabupaten Blitar, yang diikuti ribuan orang. Kegiatan olah fisik yang cukup berat jika dilakukan pada masa puasa.

Setiap kali datang bulan Ramadhan, umat mempersiapkan/menyambutnya dengan suka cita, diwarnai aneka kesibukan. Ditandai berbagai persiapan agar kelak saat pelaksanaan puasa selama sebulan berjalan lancar, tidak terganggu kegiatan lain.

Secara kebetulan, sejak menjelang Ramadhan ini, bertepatan dengan libur sekolah, yang diperhitungkan akan berlangsung sampai selama sekitar 40 hari, hingga Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri 1436 Hijriah usai.

Karenanya, setelah pembagian rapor sekolah semester genap ini, yang berlangsung pada akhir pekan ini (13-14/6), banyak keluarga yang langsung bepergian, berkunjung ke kampung halaman untuk menjalankan tradisi nyekar.

Mereka bahkan banyak yang berencana untuk "bertahan" guna menjalankan ibadah puasa di kampung halaman atau di rumah sanak-famili di perdesaan, untuk menikmati suasana berbeda dalam menjalankan ibadah puasa, hingga menyambut Lebaran nanti.

Orang-orang tua dulu, khususnya di tanah Jawa, mengartikan puasa atau poso itu dengan istilah "ngeposne roso" atau meniadakan rasa alias menghentikan rasa. Rasa yang muncul karena hawa nafsu itu dikembalikan untuk mengabdi, ibadah. Untuk tunduk dan patuh pada Allah atau Gusti Allah.

Patuh menjalankan ajarannya, menjauhi larangannya, bahkan hingga "mematikan rasa" apapun dalam menjalani hidup dan kehidupan ini. Menjauhkan rasa iri, rasa ingin memiliki sesuatu, rasa marah, rasa kesal, rasa jengkel, dan lainnya yang terdorong nafsu duniawi.

Kewajiban berpuasa bagi umat Islam ini di antaranya tersurat dalam surat Al Baqarah:183: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan bagimu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan pada orang-orang sebelum kamu. Mudah-mudahan kamu bertakwa".

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), takwa berarti terpeliharanya diri untuk tetap taat melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Keinsafan diri yang diikuti dengan kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.  

Sementara keutamaan berpuasa tersurat dalam HR Bukhari–Muslim: Barang siapa mendirikan puasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan kebaikan, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.

"Seorang hamba yang berpuasa dalam sehari di jalan Allah, maka orang tersebut oleh Allah pada hari itu wajahnya akan dijauhkan dari neraka sejauh 70 musim dingin" (HR Bukhari – Muslim).

Selamat menghentikan, mematikan sementara segala rasa yang didasari nafsu duniawi. Selamat "ngeposne roso"... (*)

Pewarta: Tunggul Susilo

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015