Trenggalek (Antara Jatim) - Terdakwa korupsi proyek akuisisi BPR Prima Durenan, Sukono, membeber aliran dana kompensasi Rp430 juta yang separuhnya diberikan ke 45 anggota DPRD Trenggalek periode 2004-2009, termasuk Wabup Kholiq yang kini maju bursa Pilkada Trenggalek.
"Testimoni aliran dana ke sejumlah anggota dewan itu, termasuk ke kantong Ketua Komisi A DPDR Trenggalek, Kholiq, disampaikan saat sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor, Surabaya, Senin (8/6)," ungkap Kasi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Trenggalek, Mohammad Adri saat dikonfirmasi wartawan di Trenggalek, Selasa.
Dalam kesaksian yang disebut Adri sebagai fakta persidangan itu, Sukono mengakui menerima aliran dana sebesar Rp250 juta melalui, transfer rekening, pada 22 Desember 2006.
Perintah penggunaan rekening milik Sukono itu, lanjut Adri, dikatakan terdakwa atas perintah Ketua DPRD Trenggalek saat itu, Dawam Ismail.
"Setelah itu, pada Februari 2007 terdakwa bersama Kholiq yang saat itu menjabat sebagai Ketua Komisi A mengambil sebagian dana tersebut sebesar Rp160 juta untuk dibagikan ke seluruh anggota dan pimpinan dewan," papar Adri.
Dari total jumlah uang sebesar Rp 160 juta yang sudah dicairkan Sukono bersama Kholiq, lanjut Adri, terdakwa mengaku diberi tugas membagikan sebesar Rp76 juta ke lima fraksi DPRD, yakni Fraksi Reformasi Rp12,5 juta, Fraksi PKB Rp22 juta, Fraksi PDIP Rp20,5 juta, Fraksi Golkar Rp12,5 juta dan Fraksi Koalisi Trenggalek Bersatu Rp8 juta.
"Sisa sebesar Rp84 juta dibagikan oleh saudara Kholiq, masing-masing ke 23 anggota Banggar (Badan Anggaran) sebesar Rp1,5 juta per orang (total Rp34,5 juta) dan empat pimpinan komisi yang terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara, serta sisanya sekitar Rp20 juta dibagikan pada unsur pimpinan yang memiliki peran," urai Adri menyampaikan fakta hasil persidangan pemeriksaan terdakwa.
Terdakwa Sukono sendiri, lanjut Adri, secara terbuka mengakui menerima bagian sebesar Rp5,5 juta yang diperoleh dari pembagian unsur anggota banggar, komisi serta fraksi.
"Semua fakta persidangan ini akan kami dalami. JPU (jaksa penuntut umum) juga akan mempelajari dulu nanti bagaimana amar putusan majelis hakim," ujarnya.
Jika terpenuhi unsur dua alat bukti, kata Adri, tidak menutup kemungkinan kami akan tingkatkan status para saksi anggota dan mantan anggota dewan yang disebut terdakwa menerima pembagian uang korupsi tersebut, termasuk Kholiq yang disebut ikut berperan dalam pembagian dana korupsi tersebut.
Menanggapi tudingan keterlibatan Kholiq yang kini menjabat Wabup Trenggalek, kuasa hukumnya, Pujihandi menanggapinya dengan santai.
Ia menganggap apa yang diungkap terdakwa Sukono sebagai "nyanyian" lama, karena tudingan serupa sudah disampaikan politisi Partai Golkar itu saat masih di tingkat penyidikan kejaksaan.
"Sudah wajar jika terdakwa mengatakan hal seperti itu, karena memang dia berlatar belakang politisi sehingga pernyataannya lebih bertendensi politis ketimbang fakta sebenarnya," jawab Pujihandi.
Namun, lanjut dia, paparan angka aliran dana yang disampaikan Sukono menurutnya tidak ada yang relevan dengan nominal korupsi yang disidik kejaksaan.
'Banyak sekali yang tidak sinkron, antara rincian dana yang diterimakan ke para anggota dewan dengan besaran uang yang di transfer dan diterima melalui rekening terdakwa Sukono. Dalam sidang konfrontir di persidangan pun tidak ada fakta yang terungkap bahwa korupsi itu dilakukan 'berjamaah'," lanjut dia.
Pujihadi mengatakan, saat ini pihaknya masih akan menunggu risalah persidangan yang digelar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya.
Seluruh keterangan yang dianggap menyudutkan dan disebutnya sebagai fitnah tersebut akan mereka jadikan sebagai alat bukti untuk menuntut terdakwa Sukono dengan pasal pencemaran nama baik.
"Apa yang disampaikan terdakwa sudah merugikan klien kami secara moril dam materiil, kami akan tuntut saudara Sukono dengan tuduhan pencemaran nama baik," ancam Pujihandi.
Dugaan korupsi dengan cara menggelembungkan nilai akuisisi BPR Prima Durenan pada 2007 sebesar RpRp1,87 miliar dan setoran modal awal sebesar Rp1,87 miliar (total Rp2,3 miliar), terbongkar setelah kejaksaan menemukan bukti transaksi pengembalian uang ke rekening pejabat.
Selain Sukono, tiga oknum pejabat daerah lain telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka dan segera masuk ke kursi pesakitan (Pengadilan Tipikor), yaitu mantan Asisten I Setda Trenggalek, Subro Muhsi Samsuri yang kini menjadi buron kejaksaan, serta mantan Direktur PDAU Trenggalek, Gatot Purwanto, dan mantan Kepala BPKAD yang kini menjabat Sekda Trenggalek, Ali Mustofa. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
"Testimoni aliran dana ke sejumlah anggota dewan itu, termasuk ke kantong Ketua Komisi A DPDR Trenggalek, Kholiq, disampaikan saat sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor, Surabaya, Senin (8/6)," ungkap Kasi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Trenggalek, Mohammad Adri saat dikonfirmasi wartawan di Trenggalek, Selasa.
Dalam kesaksian yang disebut Adri sebagai fakta persidangan itu, Sukono mengakui menerima aliran dana sebesar Rp250 juta melalui, transfer rekening, pada 22 Desember 2006.
Perintah penggunaan rekening milik Sukono itu, lanjut Adri, dikatakan terdakwa atas perintah Ketua DPRD Trenggalek saat itu, Dawam Ismail.
"Setelah itu, pada Februari 2007 terdakwa bersama Kholiq yang saat itu menjabat sebagai Ketua Komisi A mengambil sebagian dana tersebut sebesar Rp160 juta untuk dibagikan ke seluruh anggota dan pimpinan dewan," papar Adri.
Dari total jumlah uang sebesar Rp 160 juta yang sudah dicairkan Sukono bersama Kholiq, lanjut Adri, terdakwa mengaku diberi tugas membagikan sebesar Rp76 juta ke lima fraksi DPRD, yakni Fraksi Reformasi Rp12,5 juta, Fraksi PKB Rp22 juta, Fraksi PDIP Rp20,5 juta, Fraksi Golkar Rp12,5 juta dan Fraksi Koalisi Trenggalek Bersatu Rp8 juta.
"Sisa sebesar Rp84 juta dibagikan oleh saudara Kholiq, masing-masing ke 23 anggota Banggar (Badan Anggaran) sebesar Rp1,5 juta per orang (total Rp34,5 juta) dan empat pimpinan komisi yang terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara, serta sisanya sekitar Rp20 juta dibagikan pada unsur pimpinan yang memiliki peran," urai Adri menyampaikan fakta hasil persidangan pemeriksaan terdakwa.
Terdakwa Sukono sendiri, lanjut Adri, secara terbuka mengakui menerima bagian sebesar Rp5,5 juta yang diperoleh dari pembagian unsur anggota banggar, komisi serta fraksi.
"Semua fakta persidangan ini akan kami dalami. JPU (jaksa penuntut umum) juga akan mempelajari dulu nanti bagaimana amar putusan majelis hakim," ujarnya.
Jika terpenuhi unsur dua alat bukti, kata Adri, tidak menutup kemungkinan kami akan tingkatkan status para saksi anggota dan mantan anggota dewan yang disebut terdakwa menerima pembagian uang korupsi tersebut, termasuk Kholiq yang disebut ikut berperan dalam pembagian dana korupsi tersebut.
Menanggapi tudingan keterlibatan Kholiq yang kini menjabat Wabup Trenggalek, kuasa hukumnya, Pujihandi menanggapinya dengan santai.
Ia menganggap apa yang diungkap terdakwa Sukono sebagai "nyanyian" lama, karena tudingan serupa sudah disampaikan politisi Partai Golkar itu saat masih di tingkat penyidikan kejaksaan.
"Sudah wajar jika terdakwa mengatakan hal seperti itu, karena memang dia berlatar belakang politisi sehingga pernyataannya lebih bertendensi politis ketimbang fakta sebenarnya," jawab Pujihandi.
Namun, lanjut dia, paparan angka aliran dana yang disampaikan Sukono menurutnya tidak ada yang relevan dengan nominal korupsi yang disidik kejaksaan.
'Banyak sekali yang tidak sinkron, antara rincian dana yang diterimakan ke para anggota dewan dengan besaran uang yang di transfer dan diterima melalui rekening terdakwa Sukono. Dalam sidang konfrontir di persidangan pun tidak ada fakta yang terungkap bahwa korupsi itu dilakukan 'berjamaah'," lanjut dia.
Pujihadi mengatakan, saat ini pihaknya masih akan menunggu risalah persidangan yang digelar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya.
Seluruh keterangan yang dianggap menyudutkan dan disebutnya sebagai fitnah tersebut akan mereka jadikan sebagai alat bukti untuk menuntut terdakwa Sukono dengan pasal pencemaran nama baik.
"Apa yang disampaikan terdakwa sudah merugikan klien kami secara moril dam materiil, kami akan tuntut saudara Sukono dengan tuduhan pencemaran nama baik," ancam Pujihandi.
Dugaan korupsi dengan cara menggelembungkan nilai akuisisi BPR Prima Durenan pada 2007 sebesar RpRp1,87 miliar dan setoran modal awal sebesar Rp1,87 miliar (total Rp2,3 miliar), terbongkar setelah kejaksaan menemukan bukti transaksi pengembalian uang ke rekening pejabat.
Selain Sukono, tiga oknum pejabat daerah lain telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka dan segera masuk ke kursi pesakitan (Pengadilan Tipikor), yaitu mantan Asisten I Setda Trenggalek, Subro Muhsi Samsuri yang kini menjadi buron kejaksaan, serta mantan Direktur PDAU Trenggalek, Gatot Purwanto, dan mantan Kepala BPKAD yang kini menjabat Sekda Trenggalek, Ali Mustofa. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015