Tulungagung (Antara Jatim) - Aktivis lingkungan di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur mengkritik kebijakan Perhutani yang mengembangkan kawasan hutan produksi di sekitar muara Sungai Grojokan Sewu, Desa Tanen, Kecamatan Rejotangan, karena dikhawatirkan bisa merusak sumber/mata air yang ada.

"Kalau seperti ini, perhutani telah melanggar aturan perundangan, karena kawasan sekitar sumber air maupun aliran sungai harus steril dari semua kegiatan produksi," kritik aktivis Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi, Mohammad Ichwan saat mengunjungi obyek wisata air terjun Grojokan Sewu di Desa Tanen, Tulungagung, Jumat.

Ia mengatakan, aturan mengenai kawasan ekologi bertujuan untuk melindungi sumber air, muara maupun aliran sungai di bawahnya agar tidak mati.

Untuk sumber air, kata Ichwan, kawasan ekologi yang harus steril dari segala bentuk kegiatan usaha/produksi berada hingga radius 250 meter dari titik mata air.

Sementara untuk muara maupun aliran sungai, lanjut dia, kawasan konservasi berada di bentang 50 meter dari palung (titik tengah) sungai.

"Penjelasan lebih rinci mengenai aturan kawasan ekologi ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah nomor 26 tahun 2008 tentang rencana tata ruang wilayah nasional," jelasnya.

Masalahnya, sebagaimana hasil penelusuran Antara bersama LSM PPLH Mangkubumi dan sejumlah anggota LMDH (lembaga masyarakat desa hutan) setempat, area hutan produksi Perhutani di petak 26 F, Desa Tanen, Kecamatan Rejotangan nyaris berhimpit dengan kawasan sumber air maupun aliran Sungai Grojokan Sewu.

Jarak antara dua mata air "sumber lanang" dan "sumber wadon" yang ada di pinggiran kawasan hutan lindung "Kandung" dengan petak hutan produksi tanaman jati di Desa Tanen itu bahkan tak lebih dari 15 meter.

Demikian juga dengan jarak antara hutan produksi dengan aliran muara sungai yang hanya berada di radius 10 meter.

"Kami sudah pernah tanyakan masalah ini (pengembangan hutan produksi di sekitar mata air dan aliran sungai) ke pihak perhutani. Tapi saat itu tidak sampai memprotes karena tidak tahu aturan bakunya bagaimana," ujar Ketua LMDH Kandung Makmur, Desa Tanen, Kecamatan Rejotangan, Makrus.

Bagaimanapun, Makrus dan sejumlah pengurus LMDH khawatir ekploitasi kayu di hutan produksi pada saat masa panen nanti akan mempengaruhi debit sumber air dan aliran sungai Grojokan Sewu yang menjadi sumber air minum serta irigasi desa-desa di bawahnya.

"Bagus jika ada yang mengkritisi masalah ini. Masyarakat Desa Tanen perlu mendapat jaminan bahwa pengelolaan hutan di alas kandung oleh perhutani tidak sampai berimbas bencana akibat kerusakan lingkungan," kata Santoso, anggota LMDH Kandung Makmur lainnya. (*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015