Malang (Antara Jatim) - Bulog Divre Jawa Timur mengaku kesulitan untuk menyerap beras di tingkat petani karena kalah bersaing dengan swasta yang berani membeli beras petani dengan harga di atas ketentuan pemerintah atau harga pembelian pemerintah (HPP). "Bulog sulit menyerap beras petani ini terjadi sejak tahun lalu karena HPP baru keluar Maret dan HPP itupun tidak sebanding harga pembelian yang dilakukan pedagang atau tengkulak, sehingga kami harus berebut pasokan dari petani," kata Kepala Bulog Divre Jatim, Witono di Malang, Selasa. Apalagi, lanjutnya, selama ini Bulog mayoritas hanya membeli beras dengan kualitas medium, sedangkan pihak swasta membeli semua jenis beras milik petani, termasuk kualitas premium. Swasta mau menampung semua jenis beras milik petani dengan harga di atas HPP. Akibatnya, petani lebih memilih menjual berasnya pada pihak swasta daripada Bulog. "Harga pembelian swasta yang lebih tinggi tersebut juga berdampak pada mitra kerja Bulog yang selama ini sudah terjalin, mitra kerja kita sekarang jauh berkurang dibanding tahun lalu," ujarnya. Pada tahun 2014, mitra kerja kerja Bulog Jatim sebanyak 375 kelompok, sedangkan tahun ini menyusut menjadi 282 kelompok. Kondisi ini memacu Bulog untuk memgoptimalkan jaringan guna memaksimalkan penyerapan beras agar stoknya tetap aman. Selain itu, Bulog juga mengoptimalkan peran satgas yang berjumlah 35 personel untuk mengawasi stok maupun harga beras di pasaran. Dan, saat ini masyarakat tidak perlu khawatir karena stok beras aman hingga tujuh bulan ke depan. "Masyarakat tidak perlu khawatir akan kekurangan stok beras, terutama pada saat Ramadhan dan Lebaran karena cadangan beras kita cukup melimpah, bahkan hingga akhir tahun. Stok beras yang ada di gudang saat ini mencapai 309 ribu ton dan Juli-Agustus mendatang masih ada panen," ucapnya.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015