Surabaya (Antara Jatim) - Kebijakan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) menghambat realisasi target ekspor produk mebel pada tahun 2015, karena aturan tersebut memberatkan pelaku industri di sektor itu untuk memperluas pasarnya di luar negeri. "Tahun 2014, secara nominal ekspor mebel mencapai dua miliar dolar AS. Kalau tahun ini meningkat menjadi lima miliar dolar AS dan itu tidak mudah direalisasi apabila tahun ini wajib SVLK," kata Ketua Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) Jawa Timur, Nur Cahyudi di Surabaya, Senin. Menurut dia, biaya pengurusan SVLK sampai sekarang sangat mahal sehingga membebani pelaku industri. Khususnya bagi Industri Kecil Menengah (IKM). "Di sisi lain, tahun 2015 semua industri diwajibkan sudah SVLK. Akibat biata itu sulit dijangkau maka masih banyak yang belum memilikinya," ujarnya. Meski begitu, jelas dia, pihaknya mengapresiasi upaya pemerintah melalui pemberian keringanan lewat deklarasi ekspor. Apalagi, pengusaha yang sudah memiliki Etpik (eksportir terdaftar produk industri kehutanan) masih diperbolehkan ekspor. "Keringanan itu telah dituangkan dalam aturan Permendag Nomor 97/M-dag/per/12/2014 dan Permen LHK No. 95/Menhut-II/2014," tuturnya. Pada aturan tersebut, tambah dia, pelaku industri IKM di sektor mebel yang sudah mempunyai Etpik dan belum mengurus SVLK dapat ekspor dengan menggunakan Deklarasi Ekspor sebagai pengganti dokumen V-legal. "Akan tetapi kepemilikan surat itu hanya bisa digunakan sekali dalam penyampaian ke pabean ekspor," ucapnya.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015