Tulungagung (Antara Jatim) - Dinas Peternakan Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, memberlakukan status waspada anthrax imbas ditemukannya kasus penyakit mematikan yang bisa menular pada manusia itu di salah satu sentra peternakan sapi perah di Kabupaten Blitar, Desember 2014.      "Kami mengantisipasi (penularan) itu dengan meningkatkan kewaspadaan dini di kalangan peternak lokal, maupun dengan melakukan pengawasan dan sosialisasi langsung ke masyarakat," kata Kepala Dinas Peternakan Tulungagung, Tatik Andayani, Selasa.      Ia mengakui potensi penyebaran kasus anthrax sebagaimana telah ditemukan di Kabupaten Blitar, rentan merembet ke wilayah Tulungagung.      Terlebih letak geografis kedua wilayah ini saling berdampingan.      Pencabutan ketentuan surat keterangan asal ternak oleh pemerintah pusat, kata Tatik, menjadi kendala tersendiri bagi Disnak Tulungagung dalam mengawasi peredaran ternak sapi dari luar daerah.      Akibatnya, penularan rawan terjadi saat ternak sapi luar daerah masuk wilayah Tulungagung dalam kondisi sakit.      "Ini yang menjadi kebingungan kami. Ada baiknya kita berinisiatif mengusulkan ke pusat agar aturan itu diberlakukan lagi, supaya disnak juga mudah mengontrol ternak dari luar daerah," ujarnya.      Sebagai langkah antisipasi, lanjut Tatik, pihaknya gencar melakukan sosialisasi ke sejumlah kelompok ternak maupun pasar-pasar hewan.      Tujuannya, kata dia, yakni supaya pedagang maupun peternak sapi memiliki pemahaman yang cukup mengenai bahaya penyakit anthrax, baik pada hewan/ternak maupun pada manusia.      "Petugas kami juga aktif melakukan pemeriksaan. Jika ditemukan kasus mencurigakan, langkah penanganan dan penanggulangan segera dilakukan sesuai SOP (standar operasional prosedur) yang berlaku terhadap setiap temuan kasus penyakit menular berbahaya bagi ternak," jelasnya.      Peningkatan kewaspadaan terhadap kasus anthrax setidaknya mereka demosntrasikan saat disnak menerima laporan kasus kematian empat ekor sapi perah milik sejumlah warga Desa Segawe, Kecamatan Pagerwojo pada akhir pertengahan Desember 2014.      Saat itu, belasan petugas plus sejumlah dokter hewan langsung dikerahkan untuk meneliti dan mengkarantina empat kandang yang ditemukan kasus kematian sapi secara mendadak.      Tidak hanya melakukan vaksinasi di area kandang dan mengambil sampel darah pada ternak sapi lain yang masih hidup, disnak juga melarang warga/peternak menjual susu segar hasil perahan, sampai uji laboratorium atas sampel darah ternak selesai dilakukan penelitian dan dianalisis.      Menurut Tatik, kendati hasil pemeriksaan sementara berdasar uji laboratorium setempat menyatakan negatif anthrax, kewaspadaan tetap mereka berlakukan dengan memantau secara acak seluruh sentra peternakan dan pasar-pasar hewan yang ada di daerah tersebut. (*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015