Blitar (Antara Jatim) - Keluarga besar Pahlawan Nasional Sukarni sepakat rumah induk dari orang tua mereka di Lingkungan/Kelurahan Sumberdiren, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, tidak dibagi waris melainkan dilestarikan, sehingga bisa menjadi objek sejarah dan pendidikan, selain pariwisata. "Semua anggota keluarga dari sepuluh bersaudara anak-anak Eyang Kartodiwirjo-Supiah, sudah sepakat rumah tua dan tanahnya yang menjadi tempat lahir Pak Sukarni hingga tumbuh dewasa, dilestarikan," kata Kiswoto, salah satu keponakan pahlawan pejuang kemerdekaan RI itu yang tinggal di Sumberdiren, Kecamatan Garum, Senin. Kiswoto yang rumahnya berdekatan dengan rumah induk, adalah salah satu anak dari Karmiyem, adik Sukarni. Sukarni yang lahir 14 Juli 1916 adalah anak kelima dari sepuluh bersaudara dan kini yang masih hidup tinggal Endang Sartini, anak ke delapan yang tinggal di Yogyakarta. Rumah induk milik orang tua Pahlawan Nasional Sukarni cukup besar, terdiri bale atau balai joglo dengan empat soko guru, ruang kampung tanpa dinding sekat kamar, rumah tengah/utama, gandok dengan amben atau dipan besar, ruang makan terbuka, dapur dengan lantai jemur atau "baan" di kanan-kirinya, sumur dengan kamar mandi/wc terpisah, dan lumbung padi yang telah diubah menjadi garasi namun tanpa ada mobilnya. Menurut Kiswoto, Sukarni yang wafat 7 Mei 1971 dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta, tidak mewariskan harta-denda apapun, kecuali rumah-tanah peninggalan orang tua yang disepakati dilestarikan itu. "Saya pernah ke rumah Paklik (paman) Sukarni di Tanah Abang II Jakarta tahun 1968 ketika beliau masih menjabat di DPA (Dewan Pertimbangan Agung). Tetapi rumah itu kabarnya sudah tidak dimiliki keluarga. Jadi praktis tidak ada peninggalan apa-apa lagi kecuali nama besar, nilai-nilai kejuangan dan lima anak," ucapnya. Lima anak Sukarni yakni yang pertama Luhantara sudah meninggal dunia di Jakarta, Kumala Kanta di Yugoslavia, Endarwati yang mewakili keluarga saat penganugerahan Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo, Gus Murbantoro meninggal dunia di Jakarta dan Dr Emalia Iragiliati, dosen Universitas Negeri Malang, yang menulis buku "Sukarni & Actie Rengasdengklok". (*)

Pewarta:

Editor : FAROCHA


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014