Surabaya, 9/11 (Antara) - Provinsi Jawa Timur dengan segala potensi kekayaan sumber daya alam maupun manusia menjadi magnet tersendiri bagi masyarakat di dalam negeri hingga bangsa asing untuk sekadar datang atau menanamkan modalnya. Khususnya sejumlah warga di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang sangat menggantungkan hidup mereka mulai dari kebutuhan bahan pokok serta kebutuhan sekunder ataupun tersiernya. Apabila perekonomian Jatim bergejolak terutama dari sisi infrastruktur maka dampaknya ikut dirasakan oleh masyarakat di KTI. Dari kondisi itu bisa dikatakan bahwa Jatim adalah urat nadi perekonomian KTI. Provinsi berpenduduk sekitar 40 juta jiwa ini juga memegang peranan penting secara nasional mengingat perkembangan ekonominya mampu berada di posisi kedua di Indonesia setelah Jakarta. Jika ditelaah dari sisi infrastruktur, saat ini Pelabuhan Tanjung Perak sebagai pelabuhan terbesar kedua di penjuru Nusantara masih menjadi andalan utama jalur ditribusi barang dari wilayah Jawa Timur ke wilayah lain khususnya KTI. Alhasil, pelabuhan yang dibangun pada tahun 1910 itu kian padat dengan segala aktivitasnya. Kepadatan itu menjadi alasan kuat bagi PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) selaku operator Pelabuhan Tanjung Perak untuk melakukan kajian. Hasil survei itu menyatakan bahwa pada tahun 2014 pelabuhan tersebut dikhawatirkan mengalami kelebihan kapasitas (over capacity). Untuk arus petikemas, kapasitas di Pelabuhan Tanjung Perak sekitar 2,1 juta TEUs sedangkan realisasi arus petikemas pada tahun 2013 sudah mencapai 2,9 juta TEUs. Sepanjang tahun ini diprediksi arus petikemas akan meningkat menjadi 3,2 juta TEUs. Berikutnya, pada komoditas curah kering di mana kapasitas terpasang saat ini sekitar 6,7 juta ton dan diprediksi pada tahun 2014 arus curah kering mencapai 7,7 juta ton. Untuk mengantisipasi kelebihan kapasitas tersebut, mulai tahun 2010 lalu Pelindo III (Persero) mulai membangun fasilitas baru yang disebut Terminal Teluk Lamong (TTL) berada di Osowilangun, perbatasan Surabaya dan Gresik. Pada tahap pertama, terminal tersebut mulai beroperasi pada awal tahun 2014 mendatang dengan fungsi pelayanan petikemas dan curah kering. Kapasitas yang tersedia di TTL mencapai sebanyak 1,6 juta TEUs untuk petikemas dan 10,3 juta ton untuk curah kering. Untuk pembangunan Terminal Teluk Lamong tahap pertama, besaran investasi Pelindo III mencapai Rp3,4 triliun. Angka itu berasal dari kas internal perusahaan dan pinjaman perbankan. Selain itu, proyek penambahan kapasitas Pelabuhan Tanjung Perak itu juga didesain sebagai terminal yang modern dan ramah lingkungan sehingga laik menyandang predikat "Green Port". Contoh, penerapan alat bongkar muat yang di terminal tersebut akan dilengkapi dengan "Ship to Shore Crane" (STS), "Automated Stacking Crane" (ASC), "Combined Terminal Trailer" (CTT), dan "Straddle Carriers" (SC). Seluruh alat itu akan digerakkan dengan tenaga listrik, kecuali CTT dan SC yang masih menggunakan mesin diesel, namun dengan standar emisi EURO 4 yang ramah lingkungan. Pada tahap I, Terminal Teluk Lamong memang telah direalisasikan dan memiliki luas area mencapai 38,86 hektare. Meski begitu pembangunannya dipastikan terus berlanjut hingga pada tahap akhir atau akan memiliki luas 386 hektare dengan kapasitas petikemas mencapai sedikitnya 5,5 juta TEUs dan 20 juta ton untuk jenis barang curah kering. Proyek MP3EI Untuk saat ini, Terminal Teluk Lamong yang menjadi salah satu proyek nasional melalui Program Masterplan Percepatan Perluasan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) pada awalnya akan membutuhkan listrik sekitar 16 MW. Lalu, pada tahun 2016 sebanyak 30 MW, dan tahun 2018-2020 sekitar 100 MW. Mayoritas kebutuhan itu akan dipasok oleh PLN. Kemudian, sisanya menggunakan pasokan listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) yang akan dibangun oleh Pelindo III dan PT Rekayasa Industri (Persero) dengan investasi mencapai Rp1 triliun. Untuk mendukung akses laut, badan usaha pelabuhan itu melakukan pendalaman dan pelebaran Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) yang merupakan jalur laut utama menuju Pelabuhan Tanjung Perak dan sekitarnya. Penyebabnya, kini kondisi APBS hanya memiliki lebar 100 meter dan kedalaman 9 meter "Low Water Spring" serta hanya terdapat satu jalur perlintasan. Di samping itu, dari sisi kapasitas maka APBS hanya mampu dilalui 27.000 gerakan kapal. Padahal, selama tahun 2013 lalu tercatat 43.000 gerakan kapal. Untuk mengantisipasi hal itu, pihak Tanjung Perak telah menggandeng perusahaan pengerukan asal Belanda "Van Oord Dredging and Marine contractors BV" (Van Oord), guna melakukan pekerjaan pendalaman dan pelebaran APBS. Kemudian pengerukan dimulai tahun 2014, dengan target pendalaman alur mencapai 13 meter LWS dan lebar mencapai 150 meter. Pelindo III optimistis proyek tersebut akan selesai pada bulan Maret 2015. Di samping itu, BUP itu juga merencanakan solusi akses darat menuju Terminal Teluk Lamong di mana akan dilengkapi dengan monorel pengangkut petikemas (Automated Container Transporter/ACT) dan kereta api. Monorel pengangkut petikemas itu diwujudkan Pelindo III dengan menggandeng PT Adhi Karya (Persero). Lalu akan ada pemanfaatan rel ganda (double track) yang dikembangkan oleh PT Kereta Api Indonesia/KAI (Persero). Meski demikian, moda transportasi jenis truk tetap akan dipertahankan. Apalagi ada kesepahaman antara PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) dan DPC Organda Khusus Tanjung Perak tentang penggunaan truk dengan Bahan Bakar Gas (BBG) atau mesin diesel dengan standar emisi EURO 4 di Terminal Teluk Lamong. Upaya itu dilaksanakan mengingat Terminal Teluk Lamong didesain sebagai terminal yang ramah lingkungan (Green Port). Untuk mendukung realisasi lalu-lintas truk yang menuju Terminal Teluk Lamong, Pelindo III bersama dengan Bappeda Jawa Timur telah merancang pembangunan jalan layang sebagai penghubung jalan tol dengan Terminal Teluk Lamong. Menanggapi berbagai proyek kepelabuhanan itu, Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) Djarwo Surjanto menyatakan, sekarang Terminal Teluk Lamong telah memasuki tahapan akhir. Pembangunan fisik Terminal Teluk Lamong telah selesai dilakukan dan alat-alat pendukung operasional juga telah siap untuk digunakan. Kalau melihat fisik bangunan di Terminal Teluk Lamong, memang seluruhnya telah siap dan hanya menunggu proses pelaksanaan pengujian serta "comissioning" peralatan angkat maupun angkut. Uji coba peralatan dimaksud adalah uji coba ship to shore crane/STS (alat bongkat muat petikemas dari dan ke kapal). Kemudian, automated stacking crane/ASC (alat bongkat muat di lapangan penumpukan petikemas), Stradle Carrier/SC (alat angkat untuk memindahkan petikemas), dan Automotive Terminal Tractor/ATT (yang digunakan untuk mengangkut petikemas). Semua peralatan itu wajib melalui tahapan uji coba. Tujuannya, memastikan semua fungsi dapat berjalan dengan baik dan memenuhi standar kinerja yang ditetapkan oleh perusahaan. Apalagi seluruh alat tergolong baru khususnya automated stacking crane/ASC. Bahkan, secara nasional di Indonesia maka Terminal Teluk Lamong adalah terminal pertama yang menggunakan alat itu. Pada kesempatan berbeda, Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengungkapkan, Terminal Teluk Lamong merupakan salah satu proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang telah selesai dibangun. Proyek itu diyakini orang nomor satu di Jatim dengan sebutan Pakde Karwo mampu menjadi generator ekonomi provinsi ini. Penyebabnya, Terminal Teluk Lamong diharapkan mengantisipasi kepadatan arus bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Perak. Dari salah satu realisasi percepatan pembangunan infrastruktur itu, kelancaran arus barang dan jasa ke berbagai wilayah di Tanah Air semakin terjamin. Perlambatan Ekonomi Selain itu, keberadaan Terminal Teluk Lamong dinilai bisa menjawab untaian tantangan program Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo periode 2014-2019 yang mulai bermunculan saat ini maupun beberapa tahun mendatang. Bahkan, direalisasikannya infrastruktur itu mampu meminimalkan tingginya biaya logistik nasional selama ini. Hal tersebut seiring dengan program Presiden Joko Widodo periode 2014-2019, di mana akan mewujudkan Tol Laut dan menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Skala Internasional. Walaupun saat ini, serangkaian program yang sedang diupayakan sejumlah kementerian baru itu terganjal oleh anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) Tahun 2015. Apalagi dalam waktu dekat APBN 2015 segera direvisi menjadi APBN-P, menyusul peralihan pemerintahan dari Susilo Bambang Yudhoyono kepada Joko Widodo. Kondisi itu sesuai dengan kebiasaan di negeri ini di mana ketika ada pergantian pemimpin idealnya seluruh program ikut ganti. Meski demikian, Presiden Jokowi tetap memacu semangat 34 punggawanya untuk menerapkan budaya K3 alias kerja, kerja, kerja. Pernyataan itu disampaikannya dalam setiap kesempatan dengan catatan, kerja yang dimaksud adalah bertugas dengan cepat dan tepat. Mereka diwajibkan kerja laksana berlari dengan banyak tindakan nyata, bukan banyak bicara tapi kerja minim. Salah satunya terlihat dari percepatan kerja kabinetnya yang mulai membagi sejumlah kartu sakti yang membidik rakyat kecil seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Akan tetapi, di sela penyaluran kartu itu muncul pertanyaan besar dari lembaga legislatif yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mereka merasa tidak diajak duduk bersama untuk membahas anggaran kartu andalan Jokowi. Pernyataan itu langsung ditepis oleh Presiden dan Menteri Keuangan. Keduanya menilai pengeluaran ketiga kartu tersebut bisa dilakukan tanpa persetujuan DPR, mengingat tujuan utamanya kepentingan rakyat. Upaya itu juga sebagai solusi meredam gejolak masyarakat terhadap rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi yang kini skema penaikannya sudah diputuskan pemerintah. Dengan kata lain, rakyat hanya perlu menunggu hari diumumkannya penaikan di mana sesuai rencana dilakukan sebelum awal tahun 2015. Menyikapi upaya itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim, Dedy Suhajadi mengemukakan bahwa secara umum penaikan BBM subsidi adalah hal tepat. Idealnya segera dilakukan dengan skenario harga penaikan yang sesuai kemampuan rakyat atau di bawah Rp2.500 per liter. Jika dilakukan kurang dari Rp2.500 per liter, ketentuan itu sekaligus membuktikan bahwa pemerintah benar-benar mengutamakan masyarakat bukan ditunggangi kepentingan tertentu. Di samping itu, memang dicabutnya subsidi BBM merupakan langkah yang baik untuk menyehatkan struktur anggaran negara, percepatan pembangunan infrastruktur, dan menyejahterakan rakyat. Sesuai penilaian Presiden Jokowi anggaran untuk dana subsidi sangat tinggi atau setara Rp714 triliun. Padahal, nilai anggaran untuk program pembangunan infrastruktur hanya Rp574 triliun dan kesehatan lebih minim lagi atau mencapai Rp202 trilun. Padahal, negeri dengan belasan ribu pulau ini membutuhkan percepatan pembangunan infrastruktur terutama di daerah seperti Jawa Timur. Walau realisasi MP3EI di Koridor Pulau Jawa terbilang sukses, tapi alangkah baiknya diikuti oleh percepatan infrastruktur yang sama di pelosok daerah. Terutama wilayah yang mempunyai potensi pelabuhan seperti Probolinggo dan Pasuruan. Dengan cara itu, Kadin Jatim meyakini baik di kota maupun daerah akan sama-sama berkembang. Hal tersebut sekaligus menyiasati terjadinya perlambatan ekonomi secara nasional. Sementara, indikator mengarah ke perlambatan mulai tampak dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang turut andil dalam kegiatan ekspor-impor luar negeri di Jatim. Hal tersebut tampak dari turunnya permintaan ekspor di berbagai negara seperti Tiongkok, Jepang, Uni Emirat, Afrika Selatan, dan Hong Kong. Salah satunya, untuk komoditas ekspor perhiasan permata dan bahan kimia organik yang menjadi komoditas andalan Jatim. Berikutnya, defisit anggaran pemerintah pusat untuk subsidi BBM berdampak terhadap kontraksinya konsumsi pemerintah Jatim. Meski begitu, perekonomian Jatim diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan III/2014 mampu mencapai Rp328,40 triliun. Sementara, perolehan secara kumulatif atau Januari-September 2014 PDRB Jatim mencapai Rp948,41 triliun.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014