Pamekasan (Antara Jatim) - Dinas Pendidikan Pamekasan, Jawa Timur, menyerahkan kasus pembacokan oleh gerombolan preman yang menimpa siswa SMK Negeri I Pamekasan kepada polres setempat, agar diusut hingga tuntas dan pelakunya segera ditangkap. "Kami menyerahkan kasus ini sepenuhnya kepada polisi, karena kejadiannya di luar lembaga pendidikan, yaitu sepulang sekolah. Kalau terjadi di sekolah tentu menjadi tanggung jawab guru, termasuk dinas," kata Kepala Disdik Moh Yusuf Suhartono di Pamekasan, Selasa. Meski demikian, Yusuf berharap petugas bisa segera menangkap gerombolan preman yang membacok siswa SMK Negeri I Pamekasan tersebut. Siswa SMK Negeri I Pamekasan yang menjadi korban pembacokan gerombolan preman itu bernama Sofyan Nofabriyanto (Febri), asal Desa Pegantenan, sekitar 15 kilometer dari Kota Pamekasan. Peristiwa itu terjadi Senin (6/10) siang sekitar pukul 13.00 WIB, saat korban hendak pulang ke rumahnya. Kala itu, ada teman sekolahnya yang berkelahi dengan siswa sekolah lain, dan Febri berupaya melerai perkelahian itu, namun justru yang bersangkutan dibacok dengan senjata tajam. Pelaku sebanyak empat orang, dan diduga merupakan preman sewaan dari musuh temannya itu. Akibat kejadian itu, Febri sempat dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pamekasan, namun hanya bertahan selama sekitar tiga jam sebelum korban meninggal dunia. Keluarga korban di Pegantenan tidak terima dengan kematian Febri, bahkan pamannya yang bekerja di Malaysia kini dikabarkan telah dalam perjalanan pulang menuju Pamekasan, lantaran tidak terima dengan peristiwa yang menimpa Febri. "Kalau pelakunya segera ditangkap mungkin kedua orang tuanya akan sedikit lega," kata Yusuf Suhartono. Sebagian anggota DPRD Pamekasan menilai, kasus perkelahian antarpelajar hingga akhirnya terjadi pembacokan sebagaimana yang menimpa siswa SMK Negeri I Pamekasan itu merupakan bentuk gagalnya pendidikan, sehingga pola pendidikan perlu dievaluasi. Namun Yusuf membantah tudingan itu, karena pendidikan siswa bukan hanya tanggung jawab sekolah, melainkan juga keluarga dan masyarakat. "Kalau pendidikan dianggap gagal, berarti yang gagal adalah semuanya, termasuk orang tua," terang Yusuf. Ia menjelaskan, di sekolah siswa hanya mendapatkan pendidikan dari guru selama enam jam dalam sehari, selebihnya adalah orang tua dan masyarakat. "Saat ada di rumah, orang tua yang memiliki peran mendidik, dan saat di jalan adalah masyarakat," katanya. Jika ketiga unsur ini sukses, maka pendidikan juga akan sukses. Orang tua dan lingkunan juga ikut membentuk baik tidaknya pribadi anak, bahkan cenderung lebih dominan, karena waktu siswa berada di sekolah sangat terbatas. Sementara, akibat aksi pembacokan siswa ini, petugas Polres Pamekasan terpaksa melakukan pengamanan ketat, mengantisipasi berbagai kemungkinan yang tidak diinginkan. Sejak Febri meninggal dunia akibat dibacok senjata tajam itu, terendus kabar akan dilakukan aksi penyerangan ke sekolahnya di SMK Negeri I Pamekasan oleh kerabat dan tetangga korban di Pegantenan. (*)

Pewarta:

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014