Oleh Tuti Alfiani *)
Kelas ramai, murid kelas 2 berlarian di satu ruang yang disekat untuk tiga ruang kelas. Ternyata guru kelas 2 tidak masuk sekolah karena mengantar istrinya yang melahirkan. Jadilah aku mengajar kelas rangkap. Aku kembali meninggalkan sementara murid-muridku kelas 6 dan masuk ke kelas 2. Ini bukan pertama kalinya, sehingga mereka sudah mengerti, ketika harus mengajar dua kelas atau lebih dalam waktu bersamaan.
Seperti halnya kemarin-kemarin, anak-anak selalu semangat ketika mengetahui aku masuk ke kelas, Kina, salah satu anak yang aktif di kelas bertanya, “Ibu mau ngajar kelas 2 ya bu? yeeeeeee” sambil bersorak kegirangan, yang lainnya bertanya, “Ibu, hari ini menggambar bu?” Aku menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka dengan senyum lalu aku berkata, “iya, ayo kita belajar, semua harus semangat ya kalau mau belajar sama Ibu.”
Dan kelas mulai tertib, murid kelas 2 yang berjumlah delapan orang sudah duduk di bangkunya masing-masing. Sebelum masuk pada materi pelajaran aku mengajak mereka untuk bermain beberapa tepuk, diselingi bernyanyi. Sebenarnya ini hanya untuk agar anak-anak fokus dan memperhatikan apa yang akan aku sampaikan hingga aku benar-benar sudah siap untuk belajar.
Yap, sepertinya murid kelas 2 sudah siap dengan buku pegangan siswa. Telah membuka halaman yang sama. Pelajaran masih di tema 1 tentang kerukunan. Pada buku tertulis, Buatlah syair lagu dari lagu di sini senang di sana senang. Jadi anak diminta untuk membuat lagu kerukunan berdasarkan lagu di sini senang, di sana senang. Aku bertanya terlebih dahulu pada anak-anak, “ayo apa ya yang disebut dengan kerukunan?”
Aku sedikit khawatir bercampur penasaran kira-kira jawaban apa yang akan diberikan. Dan ternyata, di luar dugaan aku sempat terheran dengan celotehan anak-anak kelas 2. Menatap wajah-wajah mungil yang menjawab bersahutan. Jawaban pertama yang keluar adalah “Baik, bu!!” Jawab Feri. “Wah iya benar, jadi kalau mau hidup rukun harus jadi orang baik ya. Ayo siapa lagi yang mau membantu ibu menemukan apa ya itu kerukunan?” Aku kembali pada anak-anak. “Menolong bu!!”, Ijang menjawab sambil tertawa. “Wah Iya, keren kita memang harus saling menolong supaya bisa hidup rukun” Aku menegaskan jawaban di depan anak-anak. Jawaban berikutnya yang muncul saling menyayangi, kali ini Kina yang menjawab. Terakhir yang disebutkan oleh Roni, yaitu bermain bersama. “Betul semua!”, aku mengajak anak-anak untuk bertepuk tangan atas jawaban-jawaban yang diberikan.
“Ayo kita bernyanyi” Sebelum membuat lirik lagu baru, aku meminta anak-anak untuk menyanyikan lagu di sini senang di sana senang. Kelas menjadi ramai kembali, namun menyenangkan. Aku melihat anak-anak tertawa lepas, sambil bertepuk tangan dan menghentakan kaki berkali-kali. Hingga akhirnya aku dan anak-anak mengganti lirik dengan tema kerukunan menggunakan jawaban-jawaban yang sudah diberikan oleh anak-anak kelas 2.
“Di sini senang , di sana senang
Di mana-mana hatiku senang..
Saling berteman, saling membantu
Kami semua senang hidup rukun
Ayo kita berteman, jagalah kerukunan, kita semua senang hidup rukun
Ayo kita berteman, jagalah kerukunan, kita semua senang hidup rukun”
Kekhawatiranku berubah menjadi rasa kagum pada jawaban-jawaban polos dan spontan yang disebutkan oleh anak-anak seusia 7-8 tahun yang masih suka bermain dan suka menangis saat diejek teman. Dalam hati, berulang-ulang aku bertanya, “Inikah yang dinamakan mutiara yang terpendam yang belum ditemukan?” Sedikit doaku untuk mereka, semoga anak-anak ini selalu dipertemukan dengan orang-orang yang tepat yang mampu mengembangkan potensi sehingga kelak kilaunya dapat ditemukan dengan mudah oleh banyak orang.
Aku belajar makna lain dari kerukunan ala anak-anak kelas 2. Seperti itulah harusnya kita belajar, tidak memandang usia. Karena tua maupun muda sama-sama memiliki kesempatan untuk menjadi guru. Kali ini, guru-guru hebatku adalah mereka, anak-anak hebat kelas 2 yang telah berpesan tentang makna kerukunan. Makna mendalam yang dapat dipetik tentang hidup rukun adalah berupaya menjadi baik, saling menolong, membantu, saling menyayangi dan bermain bersama. Pesan tulus yang patut untuk kita terapkan. Mari belajar hidup rukun.
-------
*) Penulis adalah peserta Indonesia Mengajar Angkatan VIII dan lulusan terbaik dari Jurusan Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta/UNJ (2013). (Dikutip dari laman http://indonesiamengajar.org).
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014