Surabaya (Antara Jatim) - Asosiasi Gula Indonesia memperkirakan penggabungan BUMN Perkebunan khususnya untuk industri gula masih akan menyisakan persaingan dalam perebutan bahan baku tebu, karena ada PT Rajawali Nusantara Indonesia yang tidak ikut bergabung. "Bahkan, persaingan pada industri gula di BUMN itu bisa tidak sehat dan cenderung destruktif, sehingga ini harus segera diantisipasi," kata Senior Advisor Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Adig Suwandi di Surabaya, Kamis. Menteri BUMN Dahlan Iskan, Kamis, secara resmi meluncurkan "holding" atau induk usaha BUMN Perkebunan dan Kehutanan di Kantor PT Perkebunan Nusantara XI (Persero), sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 18 September 2014. Holding BUMN Perkebunan merupakan gabungan usaha dari PTPN I hingga XIV dengan induk usaha adalah PTPN III. Sedangkan Holding BUMN Kehutanan menggabungkan usaha Perum Perhutani dan PT Inhutani I-V dengan induk usahanya Perum Perhutani. Kecuali PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), dari BUMN Perkebunan yang bergabung itu terdapat enam perusahaan yang bergerak di industri gula, yakni PTPN II, VII, IX, X, XI, dan XIV, dengan jumlah pabrik gula yang dikelola sebanyak 52 unit. Sedangkan PT RNI saat ini mengelola sebanyak tujuh pabrik gula di Jawa melalui dua anak perusahaannya. "Konflik kepentingan dalam memperebutkan bahan baku giling berupa tebu antara PTPN berbasis gula dengan PT RNI di Jawa untuk sementara belum akan terselesaikan," ucap Adig yang juga berkecimpung di organisasi Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi). Apalagi, lanjut Adig, dalam beberapa tahun terakhir lahan budidaya tebu makin terbatas dan animo petani dalam menanam tebu terus menurun tergerogoti harga gula yang kurang bersaing dibanding komoditas agribisnis lain. Anjloknya harga gula pada musim giling tahun ini, bahkan di bawah harga pembelian pemerintah (HPP) sebesar Rp8.500 per kilogram, diperkirakan semakin menurunkan minat petani untuk budi daya tanaman tebu pada tahun 2015. Khusus di Pulau Jawa, luas areal budi daya tebu pada tahun ini berkurang sekitar 6 persen menjadi lebih kurang 282.000 hektare, sebagai dampak menurunnya harga gula pada 2013. "Nah, untuk menciptakan iklim persaingan sehat dan kondusif, masing-masing pihak tentu harus meningkatkan daya saing dan layanan lebih prima kepada para petani selaku pemasok tebu," ujarnya. (*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014