Kediri (Antara Jatim) -Para petani lereng Gunung Kelud (1.731 meter di atas permukaan laut/mdpl) masih bertahan melakukan pendudukan di depan Kantor Pemerintah Kabupaten Kediri, Jawa Timur, demi menuntut hak atas tanah.
"Kami lakukan aksi pendudukan ini sampai tuntutan kami dipenuhi, yaitu meminta hak 59 bidang tanah," kata Koordinator aksi Serikat Petani Penggarap Tanah Bekas Perkebunan Sumber Sari Petung (Sepakat Bersatu) Nanik Haryanti saat dikonfirmasi, Kamis.
Ia mengatakan, sebenarnya sudah ada pertemuan antara petani dengan dengan pemerintah daerah, tapi sampai saat ini belum ada kejelasan tentang hasilnya. Belum ada verifikasi yang lebih jelas, sehingga petani akan tetap seperti komitmennya akan melakukan pendudukan.
Aksi pendudukan itu dilakukan oleh para petani. Mereka membuat tenda di depan kantor Pemkab Kediri. Ada tiga tenda yang didirikan, dan semuanya dihuni para petani. Namun, aksi pendudukan itu hanya dilakukan di jam kerja pegawai saja.
Kegiatan ini merupakan aksi pendudukan di hari kedua. Ratusan petani ikut aksi, agar tuntutan mereka didengar pemerintah.
Pihaknya menegaskan, aksi itu akan dilakukan sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Namun, ia mengatakan, Senin (26/5) akan unjuk rasa kembali dengan jumlah massa yang lebih banyak, mencapai 1.000 massa dengan tuntutan yang sama.
Unjuk rasa akan dilakukan di depan kantor Pemkab Kediri yang dilangsungkan ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri, guna melaporkan dugaan korupsi yang melibatkan pejabat utama di Kabupaten Kediri.
Sebelumnya, massa telah unjuk rasa di depan kantor Pemkab Kediri. Mereka menuntut pemerintah transparan dan membagikan 59 bidang tanah yang menjadi hak warga. Tanah itu merupakan tanah bekas perkebunan PT Sumber Sari Petung (SSP) yang masuk dalam program redistribusi tanah.
Selain menuntut pembagian tanah, massa juga meminta agar Bupati memberikan kejelasan tentang SK Bupati Nomor 363 Tahun 2000 tentang nama-nama penerima redistribusi tanah eks perkebunan PT SSP agar dikaji ulang.
Pihaknya mengindikasikan terdapat nama ganda dan fiktif pada penerima tanah redistribusi tersebut, sehingga berpotensi mengundang konflik di masyarakat. Selain itu, diharapkan dalam program redistribusi, tidak terjadi praktik penarikan biaya. Pemerintah sudah menegaskan jika program redistribusi tanah tidak dibebankan biaya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014