Malang (Antara Jatim) - Staf Ahli Bidang Tata Kelola dan Sinergi Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara Pandu Djajanto menekankan agar perusahaan jangan sampai mengharamkan tenaga alih daya ("outsourcing"), meski tenaga tersebut dianggap inefisiensi. "Tenaga alih daya ini bukan haram. Memang inefisiensi di sebagian besar perusahaan, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah di sektor tenaga kerja dan kondisi ini yang menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi kita semua," tegas Pandu usai membuka acara "Sharing Session and Workshop Corporate Culture and Chane Management" BUMN di Kota Batu, Jawa Timur, Rabu. "Sharing Session and Workshop" tersebut merupakan yang ketiga kalinya dan pada bulan ini yang menjadi tuan rumah adalah Perum Jasa Tirta I Malang. Acara tersebut diikuti sekitar 160 orang dari 50 BUMN yang menjadi anggota "Forum Human Capital Indonesia" (FHCI). Ia menegaskan perusahaan-perusahaan di bawah naungan Kementerian Negara BUMN bukan menolak tenaga alih daya, tapi harus dilakukan penataan yang lebih baik. Pandu mengemukakan dari 904 ribu karyawan di lingkungan perusahaan BUMN, sekitar 300 ribu orang adalah tenaga alih daya. Solusi untuk masa depan para tenaga alih daya tersebut, perusahaan di lingkungan BUMN diberi kesempatan mengikuti tes rekrutmen karyawan dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku. Hanya saja, katanya, sebagian dari tenaga alih daya tersebut justru tidak mau mengikuti tes rekrutmen karyawan karena bekerja sebagai tenaga alih daya hanya sebagai batu loncatan untuk meraih mimpi yang lebih besar dengan bekal pengalaman kerja mereka. Menyinggung sertifikasi bagi pekerja di lingkungan BUMN, Pandu mengatakan untuk memberikan penghargaan atas keahlian dan kemampuan yang dimiliki pekerja, sehingga mereka memiliki lisensi atau pengakuan secara internasional. Mengenai perkembangan perusahaan-perusahaan BUMN yang sebelumnya dinilai tidak sehat, Pandu mengemukakan pada dua tahun lalu ada sekitar 32 BUMN, namun sekarang tinggal 14 BUMN yang kondisinya tidak sehat dan dalam proses restrukturisasi. "Kondisi BUMN yang tidak sehat ini memang benar-benar sulit dan masalah yang dihadapi cukup mendasar, seperti PT IGLAS dan PT Sandang. Bahkan, yang lebih parah kondisinya adalah Maskapai Penerbangan Merpati," ujarnya. Maskapai tersebut, lanjutnya, masih mengantongi izin dan bisa operasional, namun yang menjadi kendala untuk bangkit kembali adalah modal untuk beroperasi, sebab utang yang ditanggung manajemen Merpati cukup besar, yakni mencapai Rp7,2 triliun. Ia mengakui dalam APBN setiap tahun juga dianggarkan untuk proses restrukturisasi maskapai tersebut, namun tetap saja belum mampu "berdiri tegak" karena utang yang ditanggung terlalu besar, bahkan keuntungan yang diraih setiap tahunnya sekarang ini hanya untuk membayar utang. "Kita berharap dengan adanya pembenahan-pembenahan yang dilakukan secara terus menerus ini BUMN yang kurang sehat bisa berdiri tegak kembali dan beroperasi dengan baik seperti PT PAL maupun PT Dirgantara," tandasnya.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014