Beijing (Antara) - Lampu di geladak KRI Banjarmasin tiba-tiba padam, aroma dupa pun tiba-tiba memenuhi geladak kapal. Sekejap kemudian suasana menjadi riuh teriakan "cak..cak..cak..cak.." beberapa kadet Akademi Angkatan Laut (AAL) mengelilingi obor buatan.
Sambil duduk bersila, sesekali mereka mengangkat tangan, berseru, berteriak, memeriahkan malam "cocktail party" di atas geladak KRI Banjarmasin yang tengah sandar di Pelabuhan Dagang, Qingdao, Provinsi Shandong, RRT, pekan lalu.
Tari Kecak malam itu berkisah tentang Hanoman yang berupaya membebaskan Dewi Sinta, istri Sri Rama yang diculik Rahwana. Sinta akhirnya kembali ke pangkuan Rama setelah kesuciannya diuji. Rama, Sinta, dan Laksmana pulang ke Ayodhya dengan selamat dan Hanoman mengabdikan dirinya kepada Rama.
Itulah sepenggal atraksi budaya taruna AAL Angkatan 61, yang tengah menjalani latihan Kartika Jala Krida (KJK) 2014. Setelah meninggalkan Tanah Air pada 7 April silam, Qingdao menjadi kota pertama yang disinggahi serangkaian muhibahnya ke beberapa negara di Asia Timur.
Dinamisasi Tari Kecak, penampilan Rama-Sinta serta Hanoman malam itu, makin memesona para tamu undangan, baik masyarakat Indonesia maupun para kepala staf angkatan laut beberapa negara Pasifik Barat yang tengah bersimposium di Kota Marina Qingdao.
Tampak di antara para tamu undangan Duta Besar RI untuk Tiongkok merangkap Mongolia Soegeng Rahardjo, Kepala Staf Angkatan Laut Australia Laksamana Madya Ray J Griggs, Kepala Staf Angkatan Laut Kamboja Laksamana Tea Vinh, Kepala Staf Angkatan Laut Jepang Laksamana Katsutoshi Kawano, Kepala Staf Angkatan Laut Malaysia Laksamana Tan Sri Abdul Aziz Jaafar dan hadir pula Komandan Armada Pasifik AS Laksamana Harry Harris.
"Yoi", ucap Laksamana Kawano, sambil tersenyum yang artinya bagus.
Tuan rumah Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Marsetio mengatakan, muhibah para kadet AAL ke beberapa negara, selain merupakan arena "penggemblengan" juga media memperkuat kerja sama pertahanan, maritim antara Indonesia dengan sejumlah negara.
"Muhibah ini salah satu bentuk diplomasi tidak saja bidang pertahanan tetapi sosial budaya, memperkenalkan, mempromosikan budaya Indonesia ke sejumlah negara yang disinggahi selama muhibah KJK," tuturnya.
Tak hanya gerak tari dan lagu tradisional Indonesia, malam itu setelah "toast" atau bersulang bersama yang dipimpin Laksamana TNI Marsetio, para undangan dipersilakan menyantap sajian kuliner Nusantara seperti nasi goreng, soto ayam, sate ayam, bakso.
Dan untuk menghangatkan badan dari udara dingin Qingdao, tersaji pula sekoteng. Didampingi Komandan KRI Banjarmasin Letkol Laut (P) Jales Jamca Jayamahe, Marsetio mempersilakan mitranya mencicipi kuliner Indonesia.
Tak hanya "Rama dan Sinta" yang hadir mempromosikan Indonesia, di Qingdao, tampil pula atraksi solo Batik Karnaval.
Direktur Promosi Pariwisata Internasional Kementerian Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif Nia Niscaya menuturkan diplomasi tidak melulu masalah politik dan ekonomi, tetapi diplomasi juga dapat dilakukan melalui pendekatan seni dan budaya.
Dan untuk mempromosikan seni dan budaya Indonesia, merupakan tugas semua komponen bangsa Indonesia, termasuk TNI Angkatan Laut. Karena itu, sejak 2012 kami telah bekerja sama, dan setiap muhibah TNI AL ke beberapa negara seni dan budaya Indonesia harus pula dipromosikan selain masalah pertahanan dan politik," ungkapnya.
Strategis
Selama berada di Qingdao, KRI Banjarmasin juga ikut dalam latihan maritim multilateral serangkaian HUT ke-65 Angkatan Laut Tiongkok, bersama enam kapal perang lainnya dari beberapa negara.
Tak hanya itu, di Qingdao, Indonesia dipimpin Kasal Laksamana TNI Marsetio juga hadir dalam simposium Angkatan Laut Pasifik Barat (Western Pacific Naval Symposium/WPNS) ke-14, yang membahas beragam isu keamanan maritim di kawasan.
Komandan Armada Pasifik AS Laksamana Harry Harris menegaskan keamanan maritim Asia Pasifik sangat penting, mengingat pertumbuhan ekonomi dunia kini berada di wilayah itu.
Di akhir simposium diputuskan Indonesia menjadi tuan rumah kegiatan dua tahunan itu, pada 2016. "Indonesia semakin dinilai strategis oleh negara-negara mitra di Pasifik Barat," ungkap Marsetio.
Posisi Indonesia di persilangan dua benua dan dua samudera menjadi sangat strategis untuk mendukung stabilitas keamanan, dan kemakmuran kawasan.
"Laut menjadi media yang sangat penting tidak saja bagi lalu lintas pertahanan, tetapi juga ekonomi, karenanya keamanan maritim menjadi sangat penting, dan Indonesia turut memainkan peranan penting untuk itu," ujar Marsetio.
Indonesia bahkan sangat potensial untuk menjadi mediator guna mengelola potensi konflik di beberapa wilayah di Pasifik, agar tidak menjadi konflik terbuka, seperti Indonesia juga terus mendorong upaya damai di Semenanjung Korea, tuturnya.
Bagaimana pun sengketa teritori seperti sengketa di Laut China Selatan antara negara-negara ASEAN dengan Tiongkok, bahkan sengketa antara Tiongkok dan Jepang di Laut China Timur, serta situasi di Semenanjung Korea, menjadi tantangan tersendiri para pimpinan Angkatan Laut Pasifik Barat, guna tetap menjadikan wilayah itu aman, damai dan mampu menjadi kawasan yang memakmurkan masyarakatnya.
Potensi Indonesia sebagai mediator untuk sengketa di Pasifik, sangat dimungkinkan karena posisi Indonesia yang sangat strategis bagi semua negara di Pasifik, mengingat posisinya di persilangan dua benua dan samudera.
"Rama dan Sinta" di geladak KRI Banjarmasin telah menunjukkan posisi Indonesia yang strategis. Dua pimpinan Angkatan Laut, Tiongkok dan Jepang yang meski tetap tidak saling sapa dan tidak saling tegur, sejak simposium, hadir pada malam "cocktail party" itu.
Begitu pun, pimpinan Angkatan Laut beberapa negara-negara ASEAN yang memiliki sengketa di Laut China Selatan dengan Tiongkok. Semua hadir, semua menikmati diplomasi budaya Indonesia. Semua menghargai dan menghormati Indonesia, semua menilai Indonesia sangat strategis.
Namun, lebih penting dari itu, bagaimana Indonesia bisa memaknai dan memanfaatkan posisi strategis itu untuk kepentingan nasionalnya. Menjadikan peran strategis itu sebagai upaya menaikkan posisi tawar Indonesia, untuk menjadikannya lebih besar khususnya dalam pembangunan TNI Angkatan Laut ke depan.
Mewujudkan TNI Angkatan Laut berkelas dunia, yang mumpuni, modern dan profesional, disegani, tidaklah mudah namun bukan tidak mungkin, karena Indonesia pernah memilikinya di era 1960-an.
Diperlukan komitmen yang kuat, kerja keras, empati semua pihak untuk mewujudkan TNI Angkatan Laut berkelas dunia.
TNI Angkatan Laut berkelas dunia tidak sekadar mampu menyelenggarakan kegiatan bertaraf internasional, menjadi mediator internastional, tetapi TNI Angkatan Laut berkelas dunia yang mampu menjaga kedaulatan wilayah Ibu Pertiwi beserta seluruh sumber dayanya, yang mampu menjaga kepentingan nasionalnya, hingga mampu mendukung perdamaian dan kemakmuran kawasan.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014