Surabaya (Antara Jatim) - Asosiasi Gula Indonesia mengungkapkan stok gula produksi 2013 hingga kini masih berlimpah dan cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional hingga dimulainya masa giling sebagian besar pabrik gula pada Mei 2014.
Senior Advisor Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Adig Suwandi ketika ditemui di Surabaya, Rabu menjelaskan dalam tiga bulan terakhir (Januari-Maret), tingkat penyerapan gula lokal berbahan baku tebu hanya sebesar 300.000 ton, sehingga stok yang tersisa masih mencapai 935.197 ton.
"Dengan kata lain, konsumsi dalam sebulan rata-rata hanya 100.000 ton, lebih rendah dibanding keadaan normal yang berkisar 220.000 hingga 275.000 ton," katanya.
Rendahnya penyerapan gula lokal berbahan baku tebu tersebut, lanjut Adig, menjadi indikasi bahwa pasar gula domestik sedang dalam kondisi jenuh.
Salah satu penyebabnya adalah adanya rembesan gula rafinasi, dari seharusnya hanya untuk bahan baku industri makanan dan minuman, tetapi dijual ke pasar bebas.
Ia menambahkan pada Februari lalu, dua pabrik gula di Sumatera Utara sudah mulai melaksanakan giling, kemudian disusul enam pabrik gula di Lampung dan satu pabrik gula di Sumatera Selatan akan giling pada April mendatang.
Sementara sebagian besar pabrik gula di Pulau Jawa dijadwalkan baru memulai kegiatan pada akhir Mei atau awal Juni, sehingga stok gula lebih dari cukup dan tidak perlu tambahan dari impor langsung atau mengalihkan peruntukan sebagian gula rafinasi ke gula konsumsi.
"Konsekuensi logisnya impor yang direncanakan Perum Bulog sebanyak 350.000 ton tidak perlu dipaksakan. Kalaupun Bulog difungsikan sebagai stabilisator harga, hendaknya Bulog membeli gula dari produsen dengan harga sesuai mekanisme pasar," tambah Adig Suwandi.
Terkait masih munculnya rembesan gula rafinasi ke pasar bebas, AGI mengusulkan kepada pemerintah untuk memberikan sanksi tegas bagi produsen rafinasi yang terbukti produknya merembes ke pasar eceran.
Selain itu, semua industri gula rafinasi harus segera membangun kebun tebu untuk mengurangi ketergantungan bahan baku impor dan kuota impor gula mentah (raw sugar) diformulasikan secara proporsional terhadap suplai tebu.
"Sanksi harus bisa menimbulkan efek jera, bukan sekadar mengurangi kuota impor raw sugar untuk tahun berikutnya, seperti yang berlaku sekarang dan sangat tidak efektif," tegas Adig.
Menurut ia, pemerintah atau negara harus memberikan perlindungan kepada petani tebu terkait komitmen mewujudkan kedaulatan pangan, sekaligus menekan defisit transaksi berjalan akibat meningkatnya volume impor.
"Meskipun jumlah petani tebu hanya sekitar dua juta jiwa dibanding total konsumen pengguna gula yang mencapai lebih kurang 235 juta jiwa, tetapi negara harus memberikan proteksi kepada petani," katanya.
Proteksi terhadap petani juga diterapkan di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Jepang, negara-negara di Eropa, dan produsen gula utama dunia, baik melalui subsidi harga, subsidi ekspor, pembatasan impor, pemberlakuan tarif bea masuk sangat tinggi maupun menetapkan harga jual gula di pasar domestik jauh lebih tinggi dibanding ekspor. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014