Silang sengketa perebutan kepemilikan Gunung Kelud yang berlangsung bertahun-tahun dan didaku (klaim) masuk wilayah Kabupaten Kediri atau Blitar, Jawa Timur, baru saja mereda, meski perkara tersebut belum tuntas dan tidak pernah akan tuntas.
Nama gunung yang sejak lama melekat dengan lagu "Blitar Kawentar" (Blitar termasyhur) itu pun benar-benar kembali tersohor saat dalam tempo singkat setelah statusnya naik dari Siaga (Level IV) menjadi Awas (Level IV), erupsi, Kamis (13/2) malam.
Kamis malam itu, sesuai hitungan penanggalan Jawa, sudah masuk hari Jumat, bertepatan dengan Jumat Wage. Bagi sebagian orang Jawa, terutama kaum sepuh, memahami bahwa Gunung Kelud telah beberapa kali meletus bertepatan hari pasaran ke-4, yakni Wage.
Karenanya, kejadian erupsi malam itu telah diantisipasi oleh sebagian warga seputar Gunung Kelud yang segera mengungsi, mengikuti petunjuk evakuasi yang telah dipasang di jalan-jalan seperti di daerah selatan Kecamatan Gandusari, Garum, Ponggok dan Nglegok.
Syukur, erupsi gunung setinggi 1.731 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu sejauh ini tidak banyak menimbulkan korban jiwa, meski korban materi berupa kerusakan infrastruktur, aneka tanaman, rumah dan lainnya sangat besar, ditaksir mencapai sekitar Rp1 triliun.
Ibarat doa dalam cuplikan syair lagu Blitar Kawentar, yakni "Edi peni Gunung Kelud sing ngayomi", warga di wilayah selatan gunung itu pada letusan kali ini benar-benar terlindungi.
Hanya sebagian kecil wilayah Kabupaten Blitar yang terkena "cipratan" lava pijar, abu, pasir dan kerikil Gunung Kelud, seperti daerah Gandusari, Garum, Ponggok dan Nglegok.
Meski tebaran abu Gunung Kelud meluas hingga hampir rata sempat menyelimuti langit Pulau Jawa, termasuk Pulau Madura, namun wilayah Blitar sebagian besar tetap bersih, tanpa tebaran abu yang berarti.
Sebaliknya wilayah Kabupaten Malang dan Kediri menjadi sasaran utama muntahan magma Gunung Kelud yang berupa lava pijar, pasir, kerikil, batu dan tebaran abu pekat hingga beberapa hari.
Lahar dingin Gunung Kelud pun menggelontor masuk Kali Konto (Kediri-Malang) untuk pertamakalinya, Selasa (18/2), dengan ketinggian alirannya nyaris menyentuh jembatan di jalan raya Kediri-Malang, tepatnya daerah Kandangan.
Meski begitu, hal tersebut tidak sampai menimbulkan korban jiwa, kecuali dampak materialistis, seperti terendamnya sebuah masjid dan hanyutnya sebuah rumah di bantaran Kali Konto.
Lagi-lagi patut disyukuri, dampak banjir lahar dingin yang masih akan terus berlangsung saat hujan deras di hulu sekitar Gunung Kelud tersebut sejauh ini tidak sampai menimbulkan korban jiwa, kecuali "hanya" empat jiwa dari wilayah Ngantang, Malang.
Terkait kerugian material, termasuk di perbatasan wilayah Ngantang dan Pujon, Kabupaten Malang, serta di Kota Batu, yang tebaran abunya merusak aneka tanaman bunga, buah-buahan dan padi, tampaknya pemerintah akan mendata dan berjanji menggantinya.
Hal itu seperti disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat mengunjungi pengungsi korban Gunung Kelud di Kediri, Blitar, Batu dan Malang, pada Senin-Selasa (17-18/2).
Semoga para korban letusan Gunung Kelud, termasuk yang masih harus bertahan di pengungsian menunggu keadaan tidak berbahaya lagi, dapat segera bangkit dan membangun kehidupan yang lebih baik lagi.
Dapat segera pulang ke rumah masing-masing berkumpul bersama warga lainnya untuk beres-beres, berbenah dan bersiap menyambut pesta demokrasi Pemilu 2014 yang aman, lancar dan damai, April mendatang.
Demikian pula pemerintah daerah yang wilayahnya saling berbatasan di lereng-kaki Gunung Kelud, terutama Kabupaten Kediri dan Blitar, tidak lagi memperebutkan potensi sumber daya alam yang saat murka bisa membunuh warga dan merusak rumah, aneka bangunan dan infrastruktut di wilayah sekitarnya.
Akan sangat elok jika Pemerintah Kabupaten Kediri, Pemkab Blitar dan Kabupaten Malang justru saling mendukung untuk berebut potensi pendapatan melalui pembangunan jalur wisata secara terpadu di sekitar Gunung Kelud. Toh, perebutan antara Kabupaten Kediri dan Blitar justru membuat warga Malang (Ngantang) menjadi korban.
Dengan tidak terjadi perselisihan, perebutan kepemilikan, diharapkan alam Gunung Kelud yang "edipeni" atau bagus, tidak lagi marah, murka, melainkan justru mengayomi semuanya seperti dalam lirik lagu "Blitar Kawentar" yang sering dinyanyikan oleh Bupati Herry Nugroho..... (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014