Oleh Erafzon Saptiyulda AS Jakarta (Antara) - Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) melalui tiga pengurusnya menggugat Dirjen Penempatan Tenaga Kerja dan Menteri Tenaga Kerja RI terkait dengan kebijakan penempatan TKI yang dinilai melanggar peraturan perundangan dan perlakuan diskriminatif. Surat gugatan yang diterima di Jakarta, Minggu, melalui kuasa hukum Fahmi Bachmid dan Rekan menyatakan Dirjen Binapenta dan Menakertrans mengizinkan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) menempatkan TKI tanpa jaminan dan kepastian hukum serta mengizinkan penempatan ke negara yang tidak memiliki perjanjian dengan Indonesia. Fahmi mendapat kuasa dari Yunus M. Yamani (penggugat I), Rusdi Basalamah (penggugat II), dan Vebry Krisnandharu (penggugat III). Ketiganya pengurus Himsataki. Yunus dan dua rekannya mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Dirjen Binapenta (tergugat I), Menakertrans (tergugat II), Presiden RI (turut tergugat I), dan DPR RI (turut tergugat II). Dalam surat gugatan tersebut dikatakan, Menakertrans melakukan tindakan diskriminasi karena sejak 1 Agustus 2011 telah menghentikan sementara pelayanan penempatan TKI ke Arab Saudi dan sampai saat gugatan ini didaftarkan penghentian sementara tersebut tetap berlaku. Di sisi lain, Menakertrans melalui Dirjen Binapenta dinilai melayani PPTKIS lain yang menempatkan TKI ke negara yang belum membuat perjanjian tertulis dengan pemerintah Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Pasal 27 Ayat (1) menyatakan bahwa penempatan TKI ke luar negeri hanya dapat dilakukan ke negara tujuan yang pemerintahnya telah membuat perjanjian tertulis dengan pemerintah Republik Indonesia atau negara yang punya perlindungan terhadap tenaga kerja asing. Negara yang dimaksud dalam gugatan adalah Taiwan. Indonesia tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan negara tersebut. Di sisi lain, Menakertrans menghentikan sementara penempatan. ke Saudi Arabia yang merugikan para penggugat, PPTKIS, dan juga calon TKI. Dampaknya, banyak PPTKIS yang bangkrut dan banyak calon TKI tidak bisa bekerja, sementara hak untuk hidup dan bekerja serta hak untuk memilih pekerjaan merupakan hak dasar manusia yang dijamin oleh konstitusi. Menakertrans juga dinilai tidak mampu memberikan pekerjaan dan atau menyiapkan lapangan pekerjaan bagi calon TKI yang semula ingin bekerja di Arab Saudi. Mereka jadi pengangguran, padahal mereka yang bekerja di Saudi Arabia selain mendapatkan gaji juga berkesempatan beribadah di Mekah dan Madinah yang tidak mungkin bisa didapatkan apabila bekerja di negara lain. Fahmi menyatakan seharusnya Dirjen Binapenta dan Menakertrans sebagai pejabat dan pejabat negara menaati aturan Pasal 27 Ayat (1) UU No. 39/2004. Yang pada intinya penempatan TKI ke luar negeri hanya dapat dilakukan ke negara yang pemerintahnya telah membuat perjanjian tertulis dengan pemerintah Indonesia atau negara yang punya perlindungan terhadap tenaga kerja asing. Menurut Fahmi, jika Dirjen Binapenta dan Menakertrans menaati ketentuan Pasal 27 Ayat (1) UU No. 39/2004, tidak mungkin akan terjadi pelayanan penempatan calon TKI ke negara yang tidak sesuai dengan syarat Pasal 27 Ayat (1). Terlebih lagi, pelayanan penempatan calon TKI ke Taiwan yang sampai saat ini status politiknya sebagai negara belum diakui oleh PBB dan Indonesia juga tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Taiwan. Maka, dengan fakta yang demikian, telah terjadi diskriminasi terhadap penggugat dan anggota Himsataki yang lainnya yang ingin menempatkan calon TKI untuk bekerja ke Arab Saudi. Berkaitan dengan itu, tiga penggugat hanya meminta agar Dirjen Binapenta (tergugat I) dan Menakertrans (tergugat II) secara tanggung renteng dihukum membayar kerugian baik materiil maupun imateriil sebesar Rp10.000 saja.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014