Surabaya (Antara Jatim) - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meresmikan rumah bahasa di kompleks Balai Pemuda Surabaya, Selasa, guna mempersiapkan era "ASEAN Free Trade Agreement" (AFTA) atau kesepakatan zona perdagangan bebas pada 2015.
Menurut wali kota, ide membuat rumah bahasa, baru muncul beberapa bulan belakangan. "Kala itu, saya melihat persiapan beberapa negara ASEAN menyambut AFTA dengan memantapkan bahasa asing," katanya.
Bahkan, Risma mengaku pernah mendengar bahwa Bahasa Indonesia mulai diajarkan di Thailand. Tak ingin ketinggalan langkah, wali kota akhirnya memutuskan membuat suatu wadah bagi masyarakat untuk belajar dan mengasah kemampuan berbahasa asing.
Hal ini untuk mengantisipasi banyaknya pendatang dari negara lain saat era AFTA tersebut resmi berlaku. "Bagaimana pelaku usaha lokal bisa berkomunikasi kalau tidak menguasai bahasanya? Jangankan memperoleh keuntungan yang ada nanti malah tertipu," kata Risma.
Ia mengaku tidak ada anggaran khusus untuk pelaksanaan rumah bahasa ini karena semua pengajar berstatus volunteer (sukarela). Kendati tidak mendapat bayaran sepeser pun, tetap saja antusiasme mereka yang ingin menjadi pengajar sangat tinggi.
Hal ini bisa dilihat dari membeludaknya jumlah pengajar yang telah mendaftar, yakni mencapai 200 orang. "Jumlah itu diprediksi masih akan terus bertambah," katanya.
Meskipun respons pengajar sukarela sangat tinggi, namun pemkot tetap memberlakukan kualifikasi.
Kabag Kerjasama Pemkot Surabaya Ifron Hady Susanto menyatakan, pihaknya tak ingin para tutor tersebut mengajarkan teori yang salah kepada masyarakat. Untuk itu, saat mendaftar calon pengajar wajib mengisi formulir pemantauan kapabilitas.
Serta simulasi singkat untuk memonitor apakah calon pengajar tersebut benar-benar layak memberi materi. "Jadi pendaftar untuk volunteer tidak serta-merta langsung bisa mengajar," ujarnya.
Konsep rumah bahasa, kata Ifron, berbeda dengan tempat kursus bahasa pada umumnya, yakni peserta diberikan materi bahasa asing praktis secara sederhana yang berhubungan langsung dengan profesi masing-masing.
Teknisnya, para peserta terlibat percakapan dalam grup kecil yang berisi 3-4 orang, plus 1 tutor. Jumlah peserta dalam 1 grup sengaja dibatasi dengan harapan materi lebih cepat diserap.
"Kalau terlalu banyak teori nanti malah membosankan, mengingat sasaran rumah bahasa ini seluruh lapisan masyarakat, utamanya para pelaku usaha kecil menengah (UKM), sopir taksi, pedagang serta profesi lainnya yang berhubungan dengan jasa dan perdagangan," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014