Surabaya (Antara Jatim) - Kritikus sastra terkemuka Maman S Mahayana akan mengakhiri tugasnya sebagai dosen tamu di "Hankuk University of Foreign Studies" atau HUFS pada Januari 2014. Apa yang akan selalu ia rindui dari kehidupan di Korea Selatan kelak setelah kembali ke Tanah Air? Jawabnya, "ritual" mengenakan pakaian di musim salju. "Urusan mengenakan pakaian ini semuanya harus rangkap agar tidak kedinginan. Kaos kaki bisa tiga rangkap, celana juga rangkap. Kemudian baju dan jaket tebal," kata pria yang lahir di Cirebon, 18 Agustus 1957 ini. Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (UI) yang mengajar di HUFS sejak Agustus 2009 ini, mengaku mengenakan pakaian musim salju di negeri yang masyarakatnya menggemari minuman soju (bir tradisional) itu akan menjadi kenangan tak terlupakan. "Pakaian rangkap seperti itu bukan hanya saat kami hendak ke kantor, tapi mau buang sampah pun harus seperti itu. Karena kalau tidak, kita akan kedinginan. Di Indonesia kalau ada orang buang sampah mengenakan kaos kaki, pakai sepatu, pasti terlihat aneh," tutur penulis belasan buku dan editor puluhan buku ini. Selain pakaian di musim salju, kata Maman, dirinya tidak akan melupakan pergaulan dengan kolega sesama dosen dan para mahasiswanya yang belajar Bahasa Indonesia. Mereka telah banyak memberikan makna mengenai persahabatan, kejujuran, ketulusan, kedisiplinan dan penghargaan terhadap waktu. Karena itu ketika pimpinan Jurusan Malay-Indonesia di HUFS mengadakan acara perpisahan pada 5 Desember 2013, suasana haru tidak bisa dihindarkan. "Pelajaran paling indah datang dari mahasiswa-mahasiswa Jurusan Malay-Indonesia, HUFS. Betul, selama ini saya mengajar bahasa, kesusastraan, dan kebudayaan Indonesia kepada mereka. Tetapi, di balik itu, mereka telah mengajari saya tentang konsep tepat waktu, tentang semangat belajar, tentang memberikan yang terbaik, dan banyak hal lain yang bagi saya merupakan perbuatan mulia," ucap Maman. Penghormatan dan rasa terima kasih juga disampaikan Maman kepada Profesor Koh Young Hun, PhD yang telah menceburkan dirinya pada "aroma" dan eksotisme kesusastraan Korea serta perhatian pada diri dan keluarganya selama di Korea. "Kami, hanya bisa mengucapkan satu kata yang sebenarnya tidak dapat mewakili gejolak perasaan saya: Terima kasih Pak Koh! Terima kasih sedalamnya," ujarnya.

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013