Peran seorang ibu dalam keluarga tentu sangat besar, bahkan tidak sedikit ibu-ibu rumah tangga yang juga bekerja di luar rumah, sehingga ibu memiliki peran ganda.
"Peran ganda itu menuntut seorang ibu menjadi multitasking, memiliki beragam tugas, agar dapat mengelola keluarga menjadi lebih baik, khususnya dalam pengelolaan keuangan," ucap Prof dr Marlina Setiawati Mahajudin Sp.KJ(K).
Dalam peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-14 Dharma Wanita Persatuan Universitas Airlangga Surabaya dan Hari Ibu ke-85 di rektorat kampus setempat (11/12), ia meminta ibu dapat mengendalikan berbagai keinginan yang menjadi penghancur keluarga, khususnya dalam bidang keuangan.
"Ibu harus bisa menjadi tut wuri handayani kepada anak-anaknya. Ibu harus bisa memberikan dorongan kepada anak-anaknya. Tidak hanya sekedar menuruti keinginan anak," tuturnya.
Baginya, salah satu fungsi dari menikah adalah pandai mengatur keuangan. "Kalau pengelolaan keuangan dalam keluarga menganut falsafah 'here and now', maka jelas akan hancur. Falsafah dalam mengelola keuangan keluarga harusnya merenda masa depan," terangnya.
Dalam ceramahnya, ia menyebut ibu harus dapat berpikir jangka panjang, salah satunya saat menyangkut persoalan keinginan anak. Ibu yang terlalu menuruti keinginan anak tanpa pertimbangan akan menjadi salah satu penyebab kegagalan dalam pengelolaan keuangan.
"Ibu baik hati seperti itu akan mengalami 'compulsive helper' yakni keinginan untuk memberikan pertolongan secara berlebihan. Tanpa disadari, hal ini juga akan mengganggu proses belajar anak untuk menjadi mandiri," paparnya.
Penyebab lainnya yang banyak dialami oleh ibu dalam mengelola keuangan yakni keinginan untuk berbelanja dan mengumpulkan barang yang tinggi.
"Shopping binge atau keinginan untuk belanja yang didasari oleh emosi. Mereka yang berbelanja atas dasar pelampiasan emosi kerap kali tidak memikirkan kegunaan dari barang yang dibeli, sehingga, barang tersebut tidak bermanfaat," tukasnya.
Selain itu, "healthy narsistic". "Keinginan untuk merasa cantik yang berlebihan agar menjadi 'center of attraction' juga dapat menghancurkan keuangan keluarga. Dikit-dikit ke salon," timpalnya.
Keinginan untuk bersaing dengan lingkungan juga menjadi penghambat dalam pengelolaan keuangan keluarga, karena akhirnya memiliki banyak keinginan yang sebenarnya bukan kebutuhan mereka.
"Mereka hanya ingin bersaing dengan lingkungan," tambahnya dalam acara yang juga ditandai dengan Senioret (seni tari olahraga berderet) dan penyerahan tambahan biaya pendidikan bagi 16 siswa SD dan bingkisan untuk para Warakawuri Universitas Airlangga itu. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013