Oleh Abd Aziz Pamekasan (Antara Jatim) - Polres Pamekasan di Pulau Madura, Jawa Timur, memperketat pengamanan festival budaya karapan sapi menggunakan pola kekerasan di Stadion Soenarto Hadiwidjojo di kota setempat yang dijadwalkan digelar Minggu (3/11), dengan mengerahkan 178 personel. Menurut Kapolres Pamekasan AKBP Nanang Chadarusman, Sabtu, untuk pengamanan kegiatan tersebut pihaknya mengerahkan 178 personel gabungan dari berbagai satuan, seperti Reserse Kriminal, Samapta, Lalu Lintas serta Intelijen dan Keamanan. "Jumlah personel yang kami terjunkan itu sengaja dalam jumlah banyak, sebagai upaya memperketat pengamanan guna mengantisipasi berbagai kemungkinan," kata Kapolres Nanang Chadarusman di Pamekasan. Karapan sapi itu menggunakan pola kekerasan, yakni penunggang atau jokinya melengkapi diri dengan "rekeng", alat pemukul berukuran pendek yang dipasang paku untuk memacu pasangan sapi agar larinya cepat dan lebih awal sampai garis finis. Oleh pemerintah pusat, karapan sapi yang dinilai bernuansa penyiksaan terhadap hewan itu dilarang, akan tetapi sebagian "pengerap" di Pamekasan tetap menginginkan kegiatan tahunan tersebut tetap digelar. Untuk mengakomodir keinginan sebagian pemilik sapi karapan itu, Pemprov Jatim melalui Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) IV Pamekasan akhirnya tetap mengizinkan kegiatan tersebut digelar, namun memperebutkan Piala Gubernur. Bukan lagi piala bergilir Presiden RI. Menurut Panitia Karapan Sapi dari Bakorwil IV Pamekasan, Hasan Mursi, kegiatan tersebut tahun ini digelar dua versi, yakni yang menggunakan pola kekerasan itu dan yang tanpa disertai penyiksaan terhadap hewan dilaksanakan di sebuah lapangan di Bangkalan. Kedua jenis karapan sapi itu, baik yang menggunakan pola kekerasan ataupun yang tanpa alat pemukul berpaku, sama-sama memperebutkan piala gubernur. "Karapan sapi dengan kekerasan digelar di Pamekasan, atas keinginan sebagian pemilik hewan pacuan tersebut," kata Hasan Mursi menjelaskan. Atas dasar itu, maka Polres Pamekasan lebih memperketat pengamanannya guna mengantisipasi berbagai kemungkinan yang bisa terjadi. Sedangkan personel kepolisian yang diterjunkan pada pelaksanaan karapan sapi tanpa kekerasan di Kabupaten Bangkalan hanya 20 orang. "Ini sesuai dengan permintaan panitia pelaksana karapan sapi," kata Kapolres Bangkalan AKBP Sulistijono yang dihubungi Antara melalui telepon, Sabtu sore. Pengamanan karapan sapi tanpa kekerasan di Bangkalan itu tidak perlu diperketat, karena diperkirakan akan berlangsung lancar, tanpa hambatan dari pihak lain. Disamping itu, karapan sapi tanpa kekerasan yang digelar di Kabupaten Bangkalan itu murni merupakan kegiatan budaya. Karapan sapi di Pulau Madura sendiri menjadi dua versi, setelah adanya seruan dari kalangan budayawan, tokoh masyarakat dan para ulama Madura, agar tidak menggunakan praktik kekerasan. Para tokoh Madura minta, agar masyarakat mengembalikan versi karapan sapi pada aslinya, tanpa kekerasan, yakni alat pemukulnya menggunakan "pak-kopak" atau batang pohon pisang. Karapan sapi di Pulau Garam itu menjadi dua versi sejak 2012, namun saat itu masih memperebutkan piala bergilir Presiden RI. Berdasarkan kesepakatan semula antara pemerintah dengan para pemilik sapi karapan, kegiatan tersebut digelar tanpa kekerasan sesuai aslinya, sebagai hazanah budaya masyarakat Madura. Akan tetapi, dalam perkembangannya sebagian masyarakat ngotot menggunakan pola kekerasan, dengan alasan lari pasangan sapi lebih cepat dan sudah menjadi kebiasaan dalam beberapa tahun terakhir. Sehingga, saat pemerintah membekukan pelaksanaan karapan sapi memperebutkan piala bergilir Presiden RI 2013, para "pengerap" tetap mendesak Bakorwil IV Pamekasan dan Gubernur Jatim agar digelar juga yang menggunakan kekerasan sebagaimana tahun 2012. (*)

Pewarta:

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013