Malang (Antara Jatim) - Sebanyak 210 pekerja anak yang bekerja di berbagai sektor di Kabupaten Malang, dientaskan dan masuk program Pengurangan Pekerja Anak guna mendukung Program Keluarga Harapan melalui kerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Dinas Sosial setempat.
"Sebagian besar dari pekerja anak itu sudah kami kirimkan kembali ke sekolah terdekat dengan lingkungan rumah masing-masing," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Malang Djaka Ritamtama di Malang, Kamis.
Bagi yang sudah tidak mungkin lagi untuk kembali ke sekolah karena usianya (15-17 tahun), katanya, dikirimkan ke Balai Latihan Kerja (BLK) Singosari untuk mendapatkan pelatihan keterampilan menjahit dan perbengkelan.
Djaka mengemukakan program Pengurangan Pekerja Anak dan Program Keluarga Harapan (PPA-PKH) tersebut sebenarnya adalah memberikan pendampingan pada pekerja anak yang telah ditarik dari pekerjaannya agar mempunyai motivasi untuk kembali ke bangku sekolah.
"Kami imbau agar masyarakat tidak lagi mempekerjakan anak-anak di bawah umur. Dan, orang tua yang kesulitan biaya untuk sekolah anak-anaknya bisa menemui petugas pendampingan," ujarnya.
Petugas pendampingan tersebut, lanjut Djaka, disebar di seluruh kecamatan yang ada di kabupaten itu agar bisa diakses oleh orang tua. "Silahkan anak-anak yang kesulitan biaya ini mendaftarkan diri melalui program PPA-PKH," tegasnya.
Sebelumnya Lembaga Pengkajian Kemasyarakatan dan Pembangunan (LPKP) Malang dalam surveinya menemukan banyak anak-anak di bawah usia 17 tahun yang sudah bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT).
Dalam surveinya itu LPKP menyebutkan PRT anak banyak berasal dari Kecamatan Tumpang, Poncokusumo dan Jabung, Kabupaten Malang. Rata-rata PRT anak-anak tersebut hanya lulusan SD dan SMP dan digaji antara Rp300 ribu/bulan-Rp500 ribu/bulan.
"Upah ini ditentukan berdasarkan kesepakatan antara majikan dengan PRT anak-anak ini serta lingkungan tempat bekerja," kata Kepala Divisi Advokasi LPKP Anwar Solihin.
Menurut dia, kondisi PRT anak tersebut merupakan bentuk pekerjaan terburuk bagi anak, karena mereka bekerja di sektor domestik yang tersembunyi dan terabaikan. Sebab, pekerja anak ini belum terlindungi dalam undang-undang ketenagakerjaan.
Oleh karena itu, LPLP mendorong agar PRT anak ini juga mendapatkan perlindungan hukum seperti PRT dewasa. "Tanpa perlindungan hukum, anak-anak ini rentan terhadap segala tekanan dari majikan, seperti jam kerja yang cukup panjang," ujarnya, menandaskan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013
Editor : Tunggul Susilo
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013