"STOP Merendahkan Martabat Polisi - Dengan Tidak Melakukan Suap Menyuap," begitu bunyi poster yang dipasang Satlantas Polrestabes Surabaya di sejumlah sudut Kota Surabaya. Ya, martabat polisi atau "police's dignity" menjadi taruhan menjelang Hari Bhayangkara 2013. Sebuah pertaruhan yang penting di tengah terpaan isu polisi korup, pelayanan amburadul, dan polwan "chantieq". Dan, jajaran Lalu Lintas Polri sebagai "etalase" agaknya patut diacungi jempol, karena pelayanan yang diberikan kepada masyarakat tidak amburadul. Buktinya, pengurusan perpanjangan STNK saat ini tidak lebih dari lima menit, bahkan pengurusan secara "drive thru" itu justru lebih lama antrenya. Tanpa ke kantor polisi pun bisa, misalnya di mal. Contoh lain, pengurusan BPKB atau SIM. Berapa lama waktu yang diperlukan dan berapa biaya yang harus dibayar sudah terpampang di papan pemberitahuan di depan loket. Tidak hanya jajaran lalu lintas, proses rekrutmen anggota Polri di Polda Jatim pun sudah mungkin untuk anak tukang becak, buruh tani, atau lulusan pesantren. Polda Jatim melibatkan LSM dalam proses itu. Masalahnya, apa yang tampak di "sektor depan" itu tidak seindah di "sektor belakang". Ada dugaan cara-cara yang merusak martabat polisi masih kentara, misalnya terpergoknya seorang perwira dari Polda Jateng yang diduga membawa uang Rp200 juta untuk urusan kenaikan pangkat di Mabes Polri. Cara-cara yang sama juga diduga masih ada di jajaran reserse, bahkan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo untuk menindak maraknya makelar kasus (markus) di wilayah Polda Jatim. "Diduga kuat markus di Polda Jatim dilindungi oleh pejabat Polda Jatim. Begitu kuatnya peran markus ini sampai proses penyidikan dapat dikendalikan sesuai keinginannya, bukan atas nama penegakan hukum yang berkeadilan," ucap Komisioner Kompolnas M Nasser di Jakarta, 7 Juni 2013. Nasser menyebut inisial DJ yang bisa menunda eksekusi pabrik sepatu Cinderela di Sidoarjo dan kasus PT Darmo Green Land, atau di Polrestabes Surabaya ada "markus" dalam kasus pencemaran nama baik Sindoro. Ya, godaan di "sektor belakang" mungkin bisa merusak martabat Polri, karena itu kini saatnya martabat yang sudah terjaga di "etalase" juga harus ditularkan ke "belakang" secepatnya agar tidak kedahuluan jajaran media massa dalam "menggoreng" isu. Padahal, kalau mau objektif, sesungguhnya hanya segelintir oknum di "sektor belakang" yang tidak bermartabat, sedangkan mayoritas anggota "sektor belakang" tidak serendah itu. Misalnya, seorang berpangkat Kompol yang bertugas di Bidang Humas Polda Jatim dengan anak-anak yang berprestasi di sekolah dan karier, karena ia mengajarkan disiplin, tanggung jawab, dan kesederhanaan. "Ada anak saya yang selalu menyisihkan 10-20 persen dari uang saku yang saya berikan. Jumlahnya tidak besar, karena uang sakunya memang tidak besar, tapi dia menabungnya sejak SD hingga lulus SMA, sehingga terkumpul Rp6 juta yang dipakainya untuk biaya masuk Akmil. Dia jadi teladan adik-adiknya dan pemuda karang taruna di kampung," ucapnya. Tentu, "silent majority" itu tidak dilirik media massa, karena itu pimpinan Polri harus beradu kecepatan dengan media massa untuk melengkapi apa yang sudah bermartabat di "sektor depan" dengan membenahi "sektor belakang" dengan cara-cara yang menumbuhkan "police's dignity" hingga masyarakat pun segan, bukan takut... Bak gayung bersambut, Kapolda Jatim yang baru Irjen Pol Unggung Cahyono saat "farewell parade" di Mapolda Jatim(14/6) berjanji akan memimpin Polda Jatim dengan sikap anti-KKN, anti-kekerasan, dan siap memberikan teladan dengan melayani anggota terlebih dulu sebelum melayani masyarakat. "Saya akan memberi teladan dengan melayani anggota dengan baik sebelum melayani masyarakat, saya siap menjadi konsultan solutif bagi anggota, saya juga akan menjamin kualitas kinerja dengan anti-KKN dan anti-kekerasan," timpalnya. Selamat bertugas, Jenderal...! Happy Birthday, My Bhayangkara.... ! (edyyakub@yahoo.com).

Pewarta:

Editor : FAROCHA


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013